IST |
KUTACANE - Sebanyak ratusan Bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang
tersebar di Kabupaten Aceh Tenggara diduga menjadi "Sapi perah" oleh
oknum Dinkes Aceh Tenggara. Pasalnya, dari informasi yang berhasil dihimpun,
pada tahun ini, sesuai rencana program Kemenkes yang bekerjasama dengan
Kementerian terkait di Jakarta, mereka akan diangkat menjadi PNS secara
bertahap.
Dalam
proses pengangkatan tersebut, para Bidan PTT yang telah memenuhi syarat dan
ketentuan tidak akan dipungut biaya. Bahkan mulai dari proses administrasi
dilakukan melalui teknologi internet alias online. Namun, terendus kabar bahwa,
puluhan Bidan PTT yang akan diangkat tahun ini telah didatangi oleh oknum PNS
yang diketahui berasal dari jajaran Dinkes Agara.
Kedatangan
sejumlah oknum PNS Dinkes Agara itu untuk menyampaikan informasi agar Bidan PTT
mempersiapkan "Uang pelicin" sebesar Rp 80 juta per orang. Bagi
mereka yang tidak memberikan uang, terancam terkena "Sangsi kekuasaan",
tidak akan diusulkan ke Jakarta, artinya, tidak bisa mengikuti seleksi CPNS.
Informasi
itu sontak membuat para bidan kocar-kacir mempersiapkan "Uang
pelicin" yang diminta itu. Sebahagian dari mereka bahkan telah
menyerahkannya kepada tiga orang oknum PNS jajaran Dinkes yang diduga sebagai
ekskutor lapangan. "Sebahagian sudah ada yang bayar pun," kata salah
seorang bidan yang tidak bersedia disebutkan identitasnya, kepada
LintasAtjeh.com, kemarin.
Sebelumnya,
beberapa waktu yang lalu juga terendus kabar bahwa, oknum PNS Dinkes Agara
diduga melakukan Pungli terhadap sekitar 75 orang Bidan PTT yang hendak
diperpanjang masa kontrak tugasnya. Kala itu, setiap bidan dipungli berpariasi,
berkisar antara Rp 4 - 5 juta per bidan. "Kalau tidak bayar, takutnya enggak
diperpanjang," kata salah seorang bidan yang takut disebutkan
identitasnya.
Nasip
serupa juga menimpa sejumlah Petugas Kesehatan Daerah Terpencil dan Daerah
Bermasalah Kesehatan (DTDBK) atau kerap disebut Tenaga Kesehatan Khusus
(Nagsus). Nagsus ini mengaku direkrut pada tahun 2010. Namun, mereka mulai
bekerja tahun 2011. SK kontrak mereka yang hanya berlaku selama satu
tahun membuat mereka harus memperpanjang setiap tahunnya.
Lagi-lagi,
power kukuasaan oknum Dinkes Agara membuat mereka harus membayar "Uang
pelicin" untuk memperpanjang kontrak setiap tahunnya. Angka yang diminta
pun berpluktiatif. Tahun pertama berkisar tujuh jutaan rupiah per orang. Tahun
kedua sedikit menurun menjadi enam juta rupiah. Pungli itu menimpa ke 24 mereka
yang bertugas pada masa itu.
Mereka
yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu kesehatan ini akhirnya kewalahan,
sebahagian dari mereka bahkan tidak sanggup membayar, akhirnya tidak
diperpanjang masa kontraknya. Hingga tahun 2014 akhir, mereka ini diketahui
tersisa hanya 14 orang.
Hingga
berita ini diterbitkan, pihak Dinkes Agara belum berhasil dikonfirmasi. [SAS]