-->

Bidan PTT di Aceh Tenggara Dijadikan "Sapi Perah" oleh Oknum Dinkes

28 Mei, 2016, 05.59 WIB Last Updated 2016-05-27T23:01:00Z
IST
KUTACANE - Sebanyak ratusan Bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang tersebar di Kabupaten Aceh Tenggara diduga menjadi "Sapi perah" oleh oknum Dinkes Aceh Tenggara. Pasalnya, dari informasi yang berhasil dihimpun, pada tahun ini, sesuai rencana program Kemenkes yang bekerjasama dengan Kementerian terkait di Jakarta, mereka akan diangkat menjadi PNS secara bertahap.

Dalam proses pengangkatan tersebut, para Bidan PTT yang telah memenuhi syarat dan ketentuan tidak akan dipungut biaya. Bahkan mulai dari proses administrasi dilakukan melalui teknologi internet alias online. Namun, terendus kabar bahwa, puluhan Bidan PTT yang akan diangkat tahun ini telah didatangi oleh oknum PNS yang diketahui berasal dari jajaran Dinkes Agara.

Kedatangan sejumlah oknum PNS Dinkes Agara itu untuk menyampaikan informasi agar Bidan PTT mempersiapkan "Uang pelicin" sebesar Rp 80 juta per orang. Bagi mereka yang tidak memberikan uang, terancam terkena "Sangsi kekuasaan", tidak akan diusulkan ke Jakarta, artinya, tidak bisa mengikuti seleksi CPNS.

Informasi itu sontak membuat para bidan kocar-kacir mempersiapkan "Uang pelicin" yang diminta itu. Sebahagian dari mereka bahkan telah menyerahkannya kepada tiga orang oknum PNS jajaran Dinkes yang diduga sebagai ekskutor lapangan. "Sebahagian sudah ada yang bayar pun," kata salah seorang bidan yang tidak bersedia disebutkan identitasnya, kepada LintasAtjeh.com, kemarin.

Sebelumnya, beberapa waktu yang lalu juga terendus kabar bahwa, oknum PNS Dinkes Agara diduga melakukan Pungli terhadap sekitar 75 orang Bidan PTT yang hendak diperpanjang masa kontrak tugasnya. Kala itu, setiap bidan dipungli berpariasi, berkisar antara Rp 4 - 5 juta per bidan. "Kalau tidak bayar, takutnya enggak diperpanjang," kata salah seorang bidan yang takut disebutkan identitasnya.

Nasip serupa juga menimpa sejumlah Petugas Kesehatan Daerah Terpencil dan Daerah Bermasalah Kesehatan (DTDBK) atau kerap disebut Tenaga Kesehatan Khusus (Nagsus). Nagsus ini mengaku direkrut pada tahun 2010. Namun, mereka mulai bekerja tahun 2011. SK kontrak  mereka yang hanya berlaku selama satu tahun membuat mereka harus memperpanjang setiap tahunnya.

Lagi-lagi, power kukuasaan oknum Dinkes Agara membuat mereka harus membayar "Uang pelicin" untuk memperpanjang kontrak setiap tahunnya. Angka yang diminta pun berpluktiatif. Tahun pertama berkisar tujuh jutaan rupiah per orang. Tahun kedua sedikit menurun menjadi enam juta rupiah. Pungli itu menimpa ke 24 mereka yang bertugas pada masa itu.

Mereka yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu kesehatan ini akhirnya kewalahan, sebahagian dari mereka bahkan tidak sanggup membayar, akhirnya tidak diperpanjang masa kontraknya. Hingga tahun 2014 akhir, mereka ini diketahui tersisa hanya 14 orang.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinkes Agara belum berhasil dikonfirmasi. [SAS]
Komentar

Tampilkan

Terkini