-->

Aktifis 1998, Rombak Orientasi Perjuangan FARMIDIA

07 Mei, 2016, 20.45 WIB Last Updated 2016-05-07T13:46:33Z
BANDA ACEH Puluhan aktifis yang tergabung dalam Farmidia (Front Aksi Reformasi Mahasiswa Islam Daerah Istimewa Aceh) mengadakan Kongres ke-5 di Aula Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry pada Sabtu, 7 Mai 2016. Pada Kongres ini Farmidia merombak orientasi perjuangan organisasi dari buffer aksi menjadi ormas (organisasi masyarakat).



Dalam kongres ke-5 FARMIDIA ini, perserta yang hadir pada forum kongres sepakat untuk menggantikan kepanjangan nama organisasi FARMIDIA menjadi Forum Aliansi Reformasi Masyarakat Islam dan Intelektual Aceh.



“Dengan adanya penggantian kepanjangan nama FARMIDIA ini, kita akan berkerja untuk mengisi pembangunan Aceh secara koseptual dan melaksanakan program-program yang strategik. FARMIDIA secara langsung akan memberikan kontribusi untuk mengawasi pelaksanaan pembangunan di Aceh dan nasional. 



Konstelasi gerakan FARMIDIA ke depan juga akan mengedepankan analisa politik ekonomi nasional, kawasan dan global,” jelas Radhi Darmansyah, ketua Steering Committee (SC) Kongres ke-5 FARMIDIA.



Dalam kongres ini, FARMIDIA mengesahkan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) serta pedoman pengkaderan organisasi. “Kami berharap, FARMIDIA ke depan akan menjadi organisasi kader yang kuat. Tentunya, para kader akan dibekali dengan ketrampilan untuk mengisi pembangunan bangsa,” tambah Radhi.



Menurut Radhi, dalam waktu dekat Presedium terpilih dan Sekretaris Jenderal yang ditunjuk akan membentuk kepengurusan. Direncanakan setelah lebaran Idul Fitri Pengurus FARMIDIA periode 2016-2018 akan dilantik bersamaan dengan pelaksanaan Halal bi Halal.



Aksi FARMIDIA di 1998



Wakil Steering Committee (SC), Syarifuddin Abe menjelaskan bahwa FARMIDIA dulunya adalah salah satu buffer aksi yang cukup eksis pada periode tahun 1998-2003.  Perjuangan yang dilakukan FARMIDIA adalah memberikan advokasi terhadap korban pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh waktu itu.



“Pada 7 Mai 1998, kami melaksanakan demonstrasi untuk menurunkan Presiden Soeharto yang sudah berkuasa selama 30 tahun. Hari itu aksinya sangat monumental karena melibatkan sekitar 5.000 mahasiswa dari IAIN Ar-Raniry. Aksi Mahasiswa Islam untuk Reformasi (AMIR) pada hari itu adalah cikal bakal FARMIDIA,” jelas Syarifuddin Abe, yang pada saat itu merupakan Presiden Mahasiswa IAIN Ar-Raniry periode 1997-1998.



Watchdog Pemerintah dan Kepala Daerah



Sekretaris Jenderal FARMIDIA terpilih, Asadi L. Yusufi, S.Ag, MA, menyebutkan bahwa dirinya akan membentuk kepengurusan yang tidak hanya kuat secara konsep, tapi juga akan menjadi watchdog untuk kebijakan-kebijakan pemerintah.



“Para aktifis FARMIDIA dahulu bergerak dalam bentuk gerakan dan aksi-aksi membela hak-hak masyarakat. Kini, mereka sudah menjadi para intektual muda Aceh yang tersebar di seluruh Indonesia. Gerakannya pun berubah dalam bentuk kajian-kajian dan sumbang pikiran pada pembangunan Aceh. Tetap akan menjadi kekuatan social control terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah Aceh,” jelas Asadi.



“Kita akan mengawasi kebijakan pembangunan di Aceh, mulai dari sebelum pemilihan kepala daerah, pemilukada, hingga setelah Bupati, Walikota dan Gubernur menjabat. FARMIDIA menginginkan kualitas pemimpin yang lebih baik pada periode 2017-2022. Pemimpin Aceh ke depan harus yang pro rakyat dan sanggup mengetaskan kemiskinan dan mencerdaskan SDM Aceh,” tutup Asadi.



Peserta dan Tamu Kongres



Kongres ini diikuti oleh aktifis FARMIDIA dari lintas generasi dari UIN Ar-Raniry, Universitas Syiah Kuala dan Universitas Malikussaleh.



Sekjen FARMIDIA periode terakhir, T. Ridha Fahmi hadir untuk memberikan laporan tentang kepemipinannya selama periode 2002-2016. Periode ini menjadi sangat panjang karena organisasi FARMIDIA yang mati suri pasca Darurat Militer tahun 2003 dan tsunami di akhir tahun 2004.



Hadir dalam kongres ini, mantan Walikota Sabang Islamuddin, Penasehat Gubernur Aceh Fuad Mardhatillah, Pembantu Dekan Dakwah Drs. Baharuddin, negosiator perdamaian Aceh Nur Djuli, aktifis Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) Muhammad Saleh, dan Mediator Lintas Negara Shadia Marhaban, serta beberapa aktifis lainnya dari berbagai kelompok gerakan. [rls]
Komentar

Tampilkan

Terkini