IST |
JAKARTA - Hari ini, Jumat (8/4), batas waktu permintaan uang tebusan
dari kelompok Abu Sayyaf berakhir atau juga dikenal sebagai Al Harakat Al
Islamiyya. Kelompok separatis yang terdiri dari milisi Islam ini yang berbasis
di sekitar kepulauan selatan Filipina.
Abu Sayyaf adalah salah satu kelompok separatis paling
berbahaya. Diketahui beberapa anggotanya pernah belajar atau bekerja di Arab
Saudi dan mengembangkan hubungan dengan mujahidin ketika bertempur dan berlatih
di Afganistan dan Pakistan, yang kini disebut kelompok Islamic State of Iraq
and Syria (ISIS).
Saat ini kelompok tersebut tengah menyandera Warga Negara
Indonesia (WNI) yang berjumlah tujuh orang, dari awal berjumlah 10 orang.
Kesepuluh sandera itu adalah Peter B Tonson (kapten), Julian
Philip, Mahmud, Suriansyah, Surianto, Wawan Saputra, Bayu Oktavianto, Reynaldi,
Alvian Elvis Peti, serta Wendi Raknadian. Mereka sudah disandera setidaknya dua
hari sebelum 26 Maret. Kelompok itu meminta tebusan 50 juta peso atau setara Rp
15 miliar.
Dalam upaya pembebasan WNI, Menteri Luar Negeri (Menlu)
Retno Mrasudi melakukan upaya perbincangan dengan negoisasi dengan negara
Filipina. Bahkan dalam opsi ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyarankan agar
terjalin dialog, agar seluruh WNI pulang dengan selamat.
"Opsi dialog tetap dilakukan, untuk menyelamatkan yang
disandera," kata Jokowi usai menonton babak pertama final Bhayangkara di
Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (3/4).
Di tengah menjalin dialog dengan kelompok Abu Sayyaf,
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan, bahwa lokasi penyanderaan
telah dikepung oleh pasukan militer Filipina. Namun Ryamizard mengatakan bahwa
saat ini Indonesia dilarang untuk masuk ke lokasi tersebut.
"Operasi militer di tangan Filipina, kami tidak boleh
masuk. Iya lokasinya sudah dikepung oleh militer Filipina," singkat
Ryamizard usai rapat di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (4/4).
Apa bila nantinya dialog berjalan buntu dan bangsa Indonesia
tetap diminta uang tebusan, Ryamizard menegaskan bahwa Indonesia tidak akan
mengeluarkan uang sama sekali. Namun, dirinya tetap mendepankan dialog dapat
terjadi dengan baik.
"Kelompok Abu Sayyaf itu bukan satu, dia bertebaran.
Kelompok, kelompok dan kelompok. Kemudian kelompok yang di sana, kelompok yang
kering, yang kurang makan, itu masalah perut lah kira-kira begitu,"
pokoknya yang jelas bukan uang negara, negara ini tidak mengeluarkan uang.
Tidak mau" ujar Ryamizard di Kantor Kementerian Sekretariat Negara,
Jakarta Pusat, Kamis (7/4).
Ryamizard beralasan tidak ingin mengeluarkan uang tebusan
karena Indonesia tidak mau dianggap sebagai bangsa yang lemah lantaran diperas
kelompok Abu Sayyaf. Tetapi saat ini pemerintah lebih memilih membebaskan 10
WNI yang disandera tersebut melalui jalur militer.
Kata Ryamizard, pemerintah Filipina sudah menyiapkan
pasukannya tiga batalyon untuk membantu membebaskan WNI yang tersisa. Bahkan
Indonesia pun telah siap apa bila Filipina meminta bantuan.
"Bukan siap lagi, lebih dari siap. Tapi kan, ada aturan
kalau mau masuk wilayah itu (Filipina)," pungkasnya. [Merdeka]