LANGSA -
Seminar keperawatan bertemakan menuju perawat sejahtera diselenggarakan oleh
Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPD PPNI) Kota
Langsa, Minggu (10/04/2016), di aula RSUD Langsa.
Dalam acara seminar
keperawatan mendatangkan beberapa narasumber diantaranya DR. Hermansyah, MPH, Dosen
Politeknik Kesehatan Aceh, Abdurrahman, S.Kp, M.Pd, Ketua Dewan Pimpinan
Wilayah (DPW) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Zulkifli Latif,
anggota DPRK Kota Langsa, Suriyetno, Ap. Msp, Asisten 1 Pemerintah Kota (Pemko)
Langsa, dan Edy Mulyadi, M.Kep, Ketua Sekolah Tinggi Kesehatan (StiKes) Cut
Nyak Dhien Langsa.
Acara juga dihadiri oleh
tokoh-tokoh bidang kesehatan di Kota Langsa diantaranya, T. Iskandar Faisal,
Skp, Mkes, Kasad, SKM, Mkes, dan Gustini Muza Putri, Mkes, serta para peserta
seminar keperawatan se Kota Langsa.
Ketua Dewan Pimpinan
Daerah (DPD) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Langsa, Syamsuri
dalam pidatonya mengatakan acara ini untuk meningkatkan kapasitas perawat.
“Diharapkan para perawat
lebih capable di bidangnya, profesional, energic dan bermartabat yang disegani
oleh masyarakat,” ujarnya.
Dalam acara seminar
keperawatan ini juga mengupas tentang tugas pokok perawat yang harus
dilaksanakan seorang perawat.
Di akhir acara, Ketua DPD
PPNI Aceh didampingi Wakil Ketua Bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik PPNI
Aceh, Ketua PPNI Kota Langsa, Sekretaris
Majelis Kode Etik Keperawatan DPW PPNI Aceh dan Perawat se Kota Langsa
menggalang ‘Koin Peduli’ untuk Mutia.
“Gerakan sejuta koin untuk
Pengacara Mutia, bertujuan untuk menyelamatkan Perawat Mutia yang ditetapkan
sebagai tersangka dalam kasus transfusi darah di RS Arun,” terang Wakil Ketua
Bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik PPNI Aceh, T. Iskandar Faisal.
Untuk diketahui, Mutia
dijadikan tersangka oleh Polres Lhokseumawe dalam kasus transfusi darah di RS
Arun. Kasus ini, RS Arun diibaratkan sebuah Kapal Rusak. Kalau kapal rusak itu,
main tempel sana tempel sini sekenanya asal kapal masih bisa digunakan. Jadi,
asalkan rumah sakit masih bisa beroperasi dan tidak terancam dicabut izinnya,
pihak RS justru lebih mengorbankan perawatnya.
Dalam hal ini, saya
berpendapat bahwa Dokter ikut bersalah dalam kasus ini karena perintah tranfusi
dari dokter. Kemudian yang memasang jarum tranfusi darah adalah bidan bukan
Mutia, sehingga yang dikatakan “Malpraktik” adalah bidan tersebut bukan Mutia.
Petugas lab RS Arun juga bersalah karena informasi berubah-ubah terkait
golongan darah untuk transfusi darah pasien.
“Besok kita akan gelar
aksi solidaritas. Ada beberapa agenda kegiatan dalam aksi solidaritas
diantaranya Orasi di Puskesmas Muara Dua di sebelah Polres Lhokseumawe,
Audiensi dengan Kapolres Lhokseumawe, Aksi ke RS Arun dan audiensi dengan
Direktur RS Arun serta kunjungan ke rumah keluarga Pasien yang menjadi korban,”
pungkas T. Iskandar Faisal yang juga Pengurus DPD Persatuan Pewarta Warga
Indonesia (PPWI) Aceh ini.[Ar]