BANDA ACEH - Kasus pemukulan salah seorang anggota Pengamanan
Hutan/Polhut bernama T. Faisal (32) dan peyerangan Posko Polhut di Tahura
Seulawah Agam oleh sekelompok masa pada tanggal 13 Februari 2016, pukul 23.30
WIB yang lalu hingga kini belum ada titik terang dan masih buram, para pelakunya
pun belum ada yang ditangkap.
Hal
ini dikarenakan aparat penegak hukum mendapatkan kesulitan untuk mengetahui
para pelaku penyerangan dikarenakan minimnya saksi. Kejadian ini terindikasi
akibat gencarnya petugas pengamanan hutan/Polhut mengadakan Patroli rutin
terhadap pelaku Illegal Logging di kawasan Tahura Gunung Seulawah.
Ketua
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Panglima, Yatim Rafiq Sabri mengungkapkan jika
hal ini dibiarkan, maka para pembalak liar akan tetap merasa nyaman meski telah
berbuat kesalahan. “Kita tunggu berita selanjutnya, kita tahu Polisi juga dalam
bekerja akan Professional. Mungkin terlalu banyak kasus yang ditangani pihak
kepolisian," tandasnya.
Hal
senada juga disampaikan oleh Kadishut Aceh Husaini Syamaun, Jumat (8/4/2016)
mengatakan jika belum ada tindak lanjut akan kita pertanyakan kembali,
bagaimana tindakan selanjutnya.
"Jika
belum ada tindak lanjut akan kita pertanyakan kembali, bagaimana tindakan
selanjutnya," ujarnya.
Menurut
Husaini, Tahura Pocut Meurah Intan yang terletak di gugusan kawasan hutan
Seulawah Agam, berjarak 70 kilometer dari Kota Banda Aceh, merupakan reservoir
jaminan masa depan ketersediaan air yang melintasi Krueng Aceh. Namun kini, kawasan
ini banyak yang berubah. karena tiap tahunnya pohon pinus bertumbangan jatuh ke
tanah berbanding terbalik dengan pertumbuhannya. Kebakaran hutan, aksi pembalak
liar, dan konversi lahan selama proses rekonstruksi dituding banyak pihak
sebagai penyebab hancurnya ekosistem ini.
"Sehingga
kita patut khawatir, dikarenakan Lebih kurang 27 ribu dari 33 ribu rumah tangga
di Banda Aceh mencukupi kebutuhan air minumnya dari air ledeng, sumur, dan mata
air. Semua sumber air tersebut berasal dari Krueng Aceh yang berhulu di kawasan
Tahura Pocut Meurah . Belum lagi daerah lainnya, seperti Aceh Besar dan Pidie,"
imbuhnya.
Oleh
karena itu, semua pihak harus berusaha tetap menjaganya. Jangan sampai sumber
mata air berubah menjadi air mata dikarenakan perambahan hutan yang merajalela.
"Jika
hal ini dibiarkan, maka bukan tidak mungkin musibah bencana banjir dan tanah
longsor akan terjadi. Ini merupakan tanggung jawab kita bersama demi untuk
menjaga kebutuhan air bagi masyarakat juga," pungkasnya. [PYR]