-->

Penyelenggara Negara 'Haram' Sembunyikan Informasi Kepada Publik

09 April, 2016, 10.42 WIB Last Updated 2016-04-09T03:44:34Z
IST
INFORMASI memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam proses pelaksanaan pembangunan sebuah bangsa. Oleh karena itu, publik atau warga negara memiliki hak untuk memperoleh informasi atas semua urusan yang berkaitan tentang publik.

Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia. Jadi, keterbukaan informasi publik menjadi sebuah keniscayaan, dan merupakan salah satu ciri penting dalam sebuah negara yang menganut sistem demokratis.

Semenjak lahirnya Undang-Undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pada 30 April 2010 lalu, seluruh lembaga penyelenggara negara atau badan publik, baik lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif serta badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, tidak lagi bisa (diharamkan) menyembunyikan informasi manakala ada pihak yang meminta.

Jika selama ini akses dan penyediaan informasi lembaga penyelenggara negara atau badan publik kurang transparan, namun kini hal tersebut tidak boleh lagi terjadi. Bahkan, jika ada oknum yang ngotot (memaksakan diri) tidak menyediakan informasi secara terbuka, maka berhak dituntut.

Dengan lahirnya Undang Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), maka akan dapat menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.

Juga akan mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik, mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yakni yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.

Serta dapat mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat hidup orang banyak, mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan/atau meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Undang -Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dapat memperkuat kekuatan hukum warga negara untuk berperan aktif  mengontrol layanan publik, aliran dan dana-dana proyek infrastuktur umum, perolehan pendapatan negara dan daerah otonomnya. Warga negara dapat mengontrol, mengawasi dan mencegah terjadinya praktek korupsi pada lembaga-lembaga yang didanai oleh APBD dan APBN

Seperti yang didefinisikan dalam pasal 1 UU KIP, lembaga penyelenggara negara atau badan publik, baik lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN).

Atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Sementara itu, pada pasal 2 ayat 2, setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik. Atas dasar pasal-pasal inilah setiap individu warga negara berhak penuh memperoleh akses informasi publik untuk turut bisa menciptakan akuntabilitas pengelolaan pemerintahan.

Lembaga penyelenggara negara atau badan publik tidak bisa menolak permintaan perorangan yang meminta data-data atas kinerja layanannya, baik berupa data anggaran, laporan perkembangan kinerjanya dan data-data yang lain. Menurut UU KIP, utamanya laporan keuangan badan publik tidak bisa menyembunyikannya lagi dan berlindung dibalik pasal pengecualian informasi publik.

Untuk menyikapi dan merespon UU KIP, masyarakat harus pro aktif menggali informasi demi akuntabilitas pengelolaan pemerintahan dan mengarahkan segala bentuk kebijakan publik agar secara maksimal hanya untuk kepentingan publik. Termasuk mengungkap informasi yang dikecualikan badan publik bila diyakini bahwa informasi tersebut secara serta merta mengancam hajat hidup orang banyak.

Pasal-pasal pengecualian dari UU KIP tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi atau bisa disebut sebagai lex specialisnya.

Ketentuan pidana pun bisa mengancam badan publik bila tidak memberikan informasi yang selengkapnya, menyembunyikan informasi dan tidak memberikan informasi kepada perorangan atau organisasi masyarakat yang memintanya.

Warga negara dapat menggugat secara hukum bila mereka tidak puas dan meyakini adanya informasi publik yang disembunyikan badan publik. Untuk gugatan badan publik pemerintah dapat diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sedangkan untuk badan publik non pemerintah diajukan melalui Pengadilan Negeri (PN).

Berikut adalah ancaman pidana bagi lembaga penyelenggara negara atau badan publik yang melanggar UU KIP:

1. Pasal 51 menggunakan informasi publik melawan hukum, sanksi penjara 1 (satu) tahun, denda Rp. 5 Juta.

2. Pasal 52 badan publik tidak menyediakan, memberikan, menyediakan informasi berkala, serta merta, setiap saat, sanksi penjara 1 (satu) tahun, denda Rp. 5 juta.

3. Pasal 53, menghancurkan, merusak, menghilangkan dokumen info publik yang dilindungi negara/kepentingan umum, sanksi penjara 2 (dua) tahun, denda Rp. 10 juta.

4. Pasal 54 ayat 1, Sengaja/tanpa sengaja mengakses info yang dikecualikan, sanksi penjara 3 (tiga) tahun, denda Rp. 10 juta.

5. Sengaja memberikan info yang tidak benar dan menyesatkan, sanksi penjara 1 (satu) tahun, denda Rp. 5 juta.

UU KIP yang diundangkan pada tahun 2008 untuk diterapkan 2 tahun setelah UU KIP diundangkan bertujuan memberikan kesempatan badan publik untuk mempersiapkan diri  informasi-informasi yang wajib diberikan kepada warga negara/publik.

Kini UU KIP telah diterapkan hampir genap 8 (delapan) tahun. Pertanyaan kita saat ini adalah "telah siapkah pihak lembaga penyelenggara negara atau badan publik untuk memberikan keterbukaan atas kinerja dan anggaran yang mereka kelola? Sudah siapkah warga negara merespon UU KIP untuk berupaya berpartisipasi mencegah tindakan korupsi yang telah kronis dan akut di negeri ini?"

Jawabannya adalah "semua tentunya kembali ke kita sebagai warga negara Indonesia. Relakah negara ini bangkrut dan nama Indonesia akan hilang pada puluhan tahun kemudian karena para lembaga penyelenggara negara atau badan publik 'menyembunyikan' informasi publik yang diduga bertujuan untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka sendiri?

Keterbukaan informasi publik diharapkan mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Akhirnya terwujud penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efektif dan efisien, akuntabel, serta dapat dipertanggungjawabkan.[red]
Komentar

Tampilkan

Terkini