IST |
JAKARTA - Terpidana terorisme Umar Patek dikabarkan
menawarkan bantuan untuk membebaskan 10 WNI yang disandera oleh kelompok Abu
Sayyaf. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pun membenarkan adanya tawaran bantuan
dari Umar Patek.
Namun, ia menegaskan pemerintah akan menolak tawaran bantuan
tersebut. "Iya menawarkan diri tapi pemerintah tak ingin negosiasi seperti
itu," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (8/4).
Untuk membebaskan para sandera, JK mengatakan, pemerintah
selalu berupaya melakukan dialog atau negosiasi dengan bantuan dari pemerintah
Filipina. "Ya kita mengusahakan kemanusiaan, negosiasi kemanusiaan,"
tambah dia.
Tenggat waktu pembebasan para sandera WNI oleh kelompok Abu
Sayyaf berakhir pada 8 April. Namun, JK menyampaikan tak ada pertambahan waktu
tenggat. Sebab, menurut dia, informasi tenggat waktu tersebut tak jelas sumber
asalnya.
"Ah enggak ada itu soal waktu waktu itu. Dan soal waktu
itu tak ada informasi yang jelas siapa sebenarnya yang mengatakan itu waktu
itu, karena di Filipina juga tidak ada deadline seperti itu," jelas dia.
Lebih lanjut, JK juga mengatakan pemerintah tidak akan
membahas terkait uang tebusan yang diminta oleh kelompok Abu Sayyaf dalam
dialog. Ia pun mengaku pemerintah tak dapat mengendalikan perusahaan pemilik
kapal jika akan membayar uang tebusan yang diminta.
"Perusahaan itu tak bisa kita kontrol. Pemerintah tentu
tak akan mendorong seperti itu," kata JK.
Siang ini, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan sejumlah
pejabat militer menemui Wakil Presiden JK di kantor Wakil Presiden. Menurut JK,
dalam pertemuan tersebut Menlu Retno melaporkan terkait perkembangan
penyanderaan 10 WNI di Filipina.
Seperti diketahui, terpidana terorisme Umar Patek setuju
membantu pembebasan para sandera, namun dengan syarat. Salah satunya, yakni
remisi terhadap hukuman 20 tahun penjara yang dijalaninya. Patek mengaku
memiliki hubungan dengan jaringan Abu Sayyaf. [ROL]