LHOKSUKON - Pasangan
Suami istri (Pasutri) Abdul Wahab (65) dan Mariati (55) warga Gampong Asan
Krueng Kreh Kecamatan Pirak Timu Kabupaten Aceh Utara sampai saat ini masih
mendiami rumah tidak layak huni yang berkonstruksikan kayu dan berdinding dari
tempahan bambu beratap rumbia. Padahal pemerintah setempat setiap tahun selalu
mengalokasikan dana melalui dinas terkait dan lembaga Baitul Mal yang
anggarannya cukup besar untuk program pembangunan rumah dhuafa. Tetapi bantuan
tersebut belum menyentuh masyarakat yang mendiami kawasan pedalaman Aceh Utara.
Gampong Asan Krueng Kreh terletak
20 kilometer dari pusat Kota Lhoksukon, kondisi jalan desa di daerah tersebut
masih memprihatinkan dan belum pernah dilakukan pengaspalan. Padahal Desa Asan
Krueng Kreh merupakan salah satu kawasan basis GAM pada saat Aceh masih dilanda
konflik. Ayah Muh pernah berurusan dengan aparat keamanan di masa darurat karena menolong anggota GAM yang kelaparan di hutan. Demi keselamatan nyawanya, Ayah Muh akhirnya hijrah ke Nias untuk beberapa lama
Namun apa lacur, ditengah pesatnya program
pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh Utara yang dipimpin oleh seorang mantan kombatan GAM, namun program untuk mengurangi angka kemiskinan
selama ini, ternyata tidak merubah nasib pasangan suami istri Abdul Wahab (65) dan Mariati
(55). Selain itu masih banyak keluarga yang tinggal di rumah tidak layak
huni, seperti yang dialami pasangan keluarga ini.
Saat ditemui LintasAtjeh.com
di kediamannya, Rabu (20/04/2016), Mariati mengaku selama bertahun-tahun mereka
tinggal di rumah yang berdindingkan anyaman bambu dan beratap daun rumbia serta
hidup dibawah garis kemiskinan.
“Yah beginilah kondisi gubuk
kami, sekedar buat berteduh dari sengatan matahari dan tidak kena air hujan”,
ujarnya.
Pasangan suami istri
keluarga lanjut usia (lansia) yang merupakan warga miskin ini tinggal di rumah
yang tergolong sangat tidak layak huni. Pada bagian dinding rumah terbuat dari
sebagian dari anyaman bambu yang sudah ditempah, sementara pada bagian lantai
rumahnya juga sebagian dari bambu dan papan yang sudah lapuk dimakan usia. Sedangkan
kamar mandi hanya berdindingkan (disekat) dengan karung bekas, jika saat malam tiba
pasutri masih menggunakan lampu alami (Panyoet Culoet).
Menurut Abdul Wahab yang
sehari-hari bekerja sebagai buruh tani, mereka menghuni rumah itu dalam
beberapa tahun yang lalu dikarenakan rumah induk yang hampir serupa juga dengan
rumah tersebut sudah ambruk rata dengan tanah. Sebagai kuli tani, keduanya tak
mampu membangun rumah layak huni seperti warga pada umumnya.
Abdul Wahab menambahkan
mereka pernah mendapatkan rumah dari pemerintah setempat akan tetapi tiba
saatnya menunggu untuk dibangun , tiba-tiba sudah dijual kepada orang lain oleh
oknum yang tidak senang kepada Abdul Wahab atau Ayah Muh nama panggilan di desa
tersebut.
Untuk menopang hidup
sehari-hari, Abdul wahab (Ayah Muh) bersama istrinya terpaksa harus menggarap
lahan milik orang lain. Karena lahan sawah milik sendiri hanya cukup buat makan
sehari-hari saja.
Ketua Lembaga Kalon Dhuafa
Aceh (LKDA) Musfendi AR, mengatakan sesungguhnya sangat kita sayangkan dimana
kemerdekaan Indonesia sudah puluhan tahun akan tetapi masih ada masyarakat yang
tidak mampu memasang listrik dan hidup dibawah garis kemiskinan, begitu juga
rumah yang ditempati sungguh sangat tidak layak dihuni.
“Kita sudah melakukan survei
ke lapangan di semua kecamatan yang ada di Aceh Utara. Ternyata masih banyak
rumah yang ditempati masyarakat sungguh sangat memprihatinkan bahkan ada yang
hampir roboh. Oleh sebab itu, kita dari Lembaga Kalon Dhuafa Aceh (LKDA) sangat
mengharapkan kepada pemerintah khususnya Pemerintah Aceh Utara untuk lebih
fokus kepada pembangunan rumah layak huni. Sehingga nantinya di Aceh Utara
tidak ada lagi masyarakat yang mengeluh tentang tempat tinggal. Mereka hanya
memikirkan bagaimana caranya supaya bisa menafkahi keluarganya,” tukasnya.
“Pandangan dari kami
pemerintah Aceh dan Aceh Utara khususnya harus memiliki data base dimana
pemerintah mendata semua rumah tidak layak huni sehingga pemerintah mempunyai
target sampai kapan program pembangunan rumah dan setelah itu pemerintah
tinggal memikirkan hal yang lain,” tutup Ketua Lembaga Kalon Dhuafa Aceh (LKDA).
Dalam kesempatan tersebut,
wartawan LintasAtjeh.com dan Ketua Lembaga Kalon Dhuafa Aceh (LKDA), memberikan
bantuan ala kadar untuk keluarga Abdul wahab (Ayah Muh).[Rajali]