-->

Kemiskinan Ayah Muh dalam Menikmati Kemerdekaan di Aceh Utara

21 April, 2016, 00.18 WIB Last Updated 2016-04-20T17:31:08Z
LHOKSUKON - Pasangan Suami istri (Pasutri) Abdul Wahab (65) dan Mariati (55) warga Gampong Asan Krueng Kreh Kecamatan Pirak Timu Kabupaten Aceh Utara sampai saat ini masih mendiami rumah tidak layak huni yang berkonstruksikan kayu dan berdinding dari tempahan bambu beratap rumbia. Padahal pemerintah setempat setiap tahun selalu mengalokasikan dana melalui dinas terkait dan lembaga Baitul Mal yang anggarannya cukup besar untuk program pembangunan rumah dhuafa. Tetapi bantuan tersebut belum menyentuh masyarakat yang mendiami kawasan pedalaman Aceh Utara.

Gampong Asan Krueng Kreh terletak 20 kilometer dari pusat Kota Lhoksukon, kondisi jalan desa di daerah tersebut masih memprihatinkan dan belum pernah dilakukan pengaspalan. Padahal Desa Asan Krueng Kreh merupakan salah satu kawasan basis GAM pada saat Aceh masih dilanda konflik. Ayah Muh pernah berurusan dengan aparat keamanan di masa darurat karena menolong anggota GAM yang kelaparan di hutan. Demi keselamatan nyawanya, Ayah Muh akhirnya hijrah ke Nias untuk beberapa lama

Namun apa lacur, ditengah pesatnya program pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh Utara yang dipimpin oleh seorang mantan kombatan GAM, namun program untuk mengurangi angka kemiskinan selama ini, ternyata tidak merubah nasib pasangan suami istri Abdul Wahab (65) dan Mariati (55). Selain itu masih banyak keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni, seperti yang dialami pasangan keluarga ini.

Saat ditemui LintasAtjeh.com di kediamannya, Rabu (20/04/2016), Mariati mengaku selama bertahun-tahun mereka tinggal di rumah yang berdindingkan anyaman bambu dan beratap daun rumbia serta hidup dibawah garis kemiskinan.

“Yah beginilah kondisi gubuk kami, sekedar buat berteduh dari sengatan matahari dan tidak kena air hujan”, ujarnya.

Pasangan suami istri keluarga lanjut usia (lansia) yang merupakan warga miskin ini tinggal di rumah yang tergolong sangat tidak layak huni. Pada bagian dinding rumah terbuat dari sebagian dari anyaman bambu yang sudah ditempah, sementara pada bagian lantai rumahnya juga sebagian dari bambu dan papan yang sudah lapuk dimakan usia. Sedangkan kamar mandi hanya berdindingkan (disekat) dengan karung bekas, jika saat malam tiba pasutri masih menggunakan lampu alami (Panyoet Culoet).

Menurut Abdul Wahab yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani, mereka menghuni rumah itu dalam beberapa tahun yang lalu dikarenakan rumah induk yang hampir serupa juga dengan rumah tersebut sudah ambruk rata dengan tanah. Sebagai kuli tani, keduanya tak mampu membangun rumah layak huni seperti warga pada umumnya.

Abdul Wahab menambahkan mereka pernah mendapatkan rumah dari pemerintah setempat akan tetapi tiba saatnya menunggu untuk dibangun , tiba-tiba sudah dijual kepada orang lain oleh oknum yang tidak senang kepada Abdul Wahab atau Ayah Muh nama panggilan di desa tersebut.

Untuk menopang hidup sehari-hari, Abdul wahab (Ayah Muh) bersama istrinya terpaksa harus menggarap lahan milik orang lain. Karena lahan sawah milik sendiri hanya cukup buat makan sehari-hari saja.

Ketua Lembaga Kalon Dhuafa Aceh (LKDA) Musfendi AR, mengatakan sesungguhnya sangat kita sayangkan dimana kemerdekaan Indonesia sudah puluhan tahun akan tetapi masih ada masyarakat yang tidak mampu memasang listrik dan hidup dibawah garis kemiskinan, begitu juga rumah yang ditempati sungguh sangat tidak layak dihuni.

“Kita sudah melakukan survei ke lapangan di semua kecamatan yang ada di Aceh Utara. Ternyata masih banyak rumah yang ditempati masyarakat sungguh sangat memprihatinkan bahkan ada yang hampir roboh. Oleh sebab itu, kita dari Lembaga Kalon Dhuafa Aceh (LKDA) sangat mengharapkan kepada pemerintah khususnya Pemerintah Aceh Utara untuk lebih fokus kepada pembangunan rumah layak huni. Sehingga nantinya di Aceh Utara tidak ada lagi masyarakat yang mengeluh tentang tempat tinggal. Mereka hanya memikirkan bagaimana caranya supaya bisa menafkahi keluarganya,” tukasnya.

“Pandangan dari kami pemerintah Aceh dan Aceh Utara khususnya harus memiliki data base dimana pemerintah mendata semua rumah tidak layak huni sehingga pemerintah mempunyai target sampai kapan program pembangunan rumah dan setelah itu pemerintah tinggal memikirkan hal yang lain,” tutup Ketua Lembaga Kalon Dhuafa Aceh (LKDA).

Dalam kesempatan tersebut, wartawan LintasAtjeh.com dan Ketua Lembaga Kalon Dhuafa Aceh (LKDA), memberikan bantuan ala kadar untuk keluarga Abdul wahab (Ayah Muh).[Rajali]
Komentar

Tampilkan

Terkini