IST |
JAKARTA - Dalam peninjauan tol Pejagan-Pemalang di Jawa Tengah,
Presiden Jokowi membanggakan bahwa tol yang mangkrak selama 20 tahun akhirnya
bisa dirampungkan hanya dalam tempo 14 bulan saja. Meskipun faktanya yang sudah
rampung baru 21 km saja dari 58 km yang direncanakan.
Pernyataan demikian secara
implisit seakan ingin menyatakan bahwa Jokowi lah yang mampu menuntaskan
proyek-proyek mangkrak peninggalan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Bila dirunut
rentang 20 tahun itu melewati masa kepemimpinan Soeharto, Habibie, Gus Dur,
Megawati hingga SBY.
“Tidak kali ini saja Jokowi
membanggakan kinerjanya sambil menyebut rentang waktu lamanya suatu proyek
terhenti atau mangkrak. Kebiasaan tersebut sudah terlihat semenjak menjabat
Gubernur Jakarta,” demikian kata Sekjen Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan
dan Keadilan (Humanika), Sya’roni, kepada lintasatjeh.com, Selasa (12/4).
Misalnya, saat meninjau pengerukan
Kali Nipah di Petojo Jakarta Selatan pada 2013 dalam kapasitasnya sebagai
Gubernur Jakarta, Jokowi menyatakan bahwa Kali Nipah sudah 30 tahun tidak
dikeruk. Kali Nipah adalah salah satu dari 884 kali lainnya yang sudah puluhan
tahun tidak dikeruk.
Pada saat menjabat presiden,
Jokowi mulai intensif mengumbar kata-kata mangkrak, misalnya pembangunan Waduk
Jatigede dikatakannya mangkrak sejak zaman Bung Karno, dirinya perintahkan 2017
harus bisa beroperasi.
Bahkan dalam kunjungan ke Tol
Balikpapan-Samarinda, Presiden Joko Widodo mengatakan hambatan pembangunan
proyek yang mangkrak bertahun-tahun kadang-kadang bisa diselesaikan dengan
cepat dalam waktu 5 menit.
Istilah mangkrak puluhan tahun
seakan menjustifikasi bahwa pemimpin-pemimpin terdahulu tidak mampu bekerja
dengan baik. Dan Jokowi ingin menegaskan bahwa persoalan yang gagal ditangani
oleh para pemimpin sebelumnya ternyata baru bisa ditangani saat
kepemimpinannya.
Pemimpin yang bijak seharusnya
tidak menihilkan ikhtiar para pendahulunya. Klaim yang selalu merasa bahwa
dirinyalah yang paling bisa dan paling hebat bisa dianggap sebagai gejala
megalomania.
Semestinya, Jokowi bisa
memberikan pernyataan yang lebih arif. Misalnya pembangunan tersebut merupakan
rintisan para pemimpin dahulu dan dirinya hanyalah salah satu dari tim estafet
yang diberi bagian terakhir untuk melewati garis finis.
Karena tidak semua pekerjaan bisa
ditangani oleh satu pemimpin saja. Misalnya, gorong-gorong depan Istana
ternyata sudah 5 - 6 tahun tidak dikeruk sehingga menyebabkan kebanjiran pada
awal 2016. Padahal masa tersebut dilewati kepemimpinan Jokowi sebagai Gubernur
Jakarta yakni 2012 hingga 2014.
Itu membuktikkan semua pemimpin
memiliki keterbatasan. Bahkan gorong-gorong Istana yang jaraknya hanya
sejengkal dari Balai Kota, bisa terlewatkan oleh Jokowi.
Mestinya peralihan estafet
kepemimpinan tidak menimpakan kesalahan pada pemimpin sebelumnya. Mudah-mudahan
Presiden Jokowi bisa menggunakan istilah yang lebih bijak untuk menggantikan
istilah mangkrak bertahun-tahun. [red]