IST |
NEW YORK - Dubes
RI untuk Austria, Slovenia, dan Badan-badan PBB di Wina, Dubes Rachmat Budiman
menegaskan, hukuman mati dan pelaksanaannya merupakan bagian dari implementasi
sistem hukum pidana yang diputuskan oleh otoritas berwenang setiap negara.
"Tidak ada hukum internasional yang melarang keberadaan
hukuman mati dan pelaksanaannya. Setiap negara memiliki hak berdaulat untuk
menentukan sendiri sistem politik, hukum, ekonomi dan sosial sesuai kepentingan
dan kondisi masing-masing negara," imbuh Dubes Rachmat selaku ketua
delagasi Indonesia usai pengesahan dokumen akhir United Nations General
Assembly Special Session on the World Drug Problem di New York, Selasa (19/4).
Pernyataan Bersama tersebut disampaikan untuk menanggapi
pernyataan Uni Eropa dan sejumlah negara lain seperti Swiss, Norwegia, Turki,
Uruguay, Kosta Rika, Kanada, Meksiko, Kolombia, Brasil, Australia, dan Selandia
Baru yang kecewa karena hukuman mati tidak dimuat dalam dokumen akhir S.
Kelompok negara tersebut menyerukan kembali agar hukuman mati tidak diterapkan
dalam kejahatan yang terkait dengan narkoba.
Indonesia, salah satu negara yang diminta untuk menyampaikan
Pernyataan Bersama. Ini kepercayaan kepda Indonesia yang aktif menyerukan bahwa
tantangan yang dihadapi negara-negara dalam penanganan narkoba sangat beragam.
Dan, hukuman mati adalah salah satu pilihan berdasarkan kedaulatan hukum setiap
negara.
Selain Indonesia, negara yang tergabung dalam like-minded
countries adalah RRT, Singapura, Yaman, Malaysia, Brunei Darussalam, Pakistan,
Mesir, Arab Saudi, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Bahrain, Iran, dan
Sudan.
"Pernyataan Bersama tersebut sangat penting untuk
menunjukkan bahwa masih terdapat perbedaan di antara negara-negara mengenai isu
hukuman mati," terang Dubes Rachmat.
Menurut Dubes Rachmat, penyalahgunaan narkoba merupakan
masalah serius di banyak negara. Atas dasar itu, hukuman mati masih merupakan
komponen penting sistem hukum pidana yang dapat diterapkan terhadap kejahatan
yang sangat serius dalam isu narkoba.
"Pelaksanaan hukuman mati juga tetap mematuhi
prinsip-prinsip hukum dan keadilan," tegas Dubes Rachmat.
United Nations General Assembly Special Session on the World
Drug Problem merupakan salah satu forum utama PBB dalam isu-isu narkotika dan
obat-obatan, yang dihadiri 193 negara anggota PBB. Terakhir kalinya PBB
mengadakanSesi Khusus mengenai narkotika dan obat-obatan ini adalah pada 1998.
Menurut Dubes Dian Triansyah Djani, Wakil Tetap RI untuk PBB
di New York, penyelenggaraan Sesi Khusus tersebut sangat penting untuk memberi
informasi dan penjelasan kepada dunia internasional mengenai berbagai kebijakan
dan capaian pemerintah Indonesia dalam memberantas penyalahgunaan narkotika dan
obat-obatan.
"Pemerintah Indonesia sangat serius dalam mengatasi
masalah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan. Kita tidak ingin generasi
muda Indonesia menjadi generasi yang banyak terjebak penyalahgunaan
narkotika," pungkas Dubes Djani. [rmol]