IST |
SEBUT saja namanya Mawar, ia seorang wanita
yang cantik jelita dan baik hati. Selalu menolong orang yang susah. Kepada binatang
juga ia turut perhatikan. Maklum anak saudagar yang terkenal di Jakarta. Udah cantik,
baik hati, tinggi iman dan elok akhlaknya. Lelaki mana yang tidak medambakannya.
Suatu hari ia kenal dengan seorang pria
asal Sumatra, namanya Maop. Agak susah memanggil namanya. Maop adalah pria yang
mengadu nasib di Jakarta. Ia kenal dengan Mawar pas lagi makan bersama anak jalanan
yang merupakan binaan Maop. Kegiatan Maop adalah pemberdayaan masyarakat bawah dengan
penyisipan da’wah didalamnya.
Memang Maop hidup tidak semudah si Mawar,
namun dia juga sosialis agamis. Ketika Mawar menanyakan perihal dirinya. Maop dengan
jujur menjawab hanya sebatang kara di Jakarta dan tetap membantu sesama yang susah,
uang bukan segalanya bagi Maop.
Mereka pun sering ketemu, dari tukaran
nomor Handphone sampai media social. Dari panggilan nama menjadi panggilan C.Y.
G (sayang-sayangan). Sama seperti yang lain, ketika pacaran pertanyaan sehari tidak
terlepas dari udah makan, bagaimana kabar dan seterusnya.
Karena keseringan tukar informasi di
media, akhir pecah beda pedapat dan paham. Yang tentu hal ini berpengaruh kepada
hubungan mereka. Problem mereka pertama adalah sama penulis dan menjiwai politik.
Si Mawar mantan Pendukung Jokowi, sedangkan
Maop seorang yang tidak pernah ikut pemilu. Namun Maop sangat pedas dengan kritikannya
di media dan dengan lantang menyuarakan Islam satu-satunya.
Suatu hari si Maop dengan berbagai dalil
mengkritik pemerintah Jokowi soal Kereta cepat yang menurutnya merugikan Negara
dan rakyat. Kritikan ini ditanggapi oleh si Mawar dengan berbagai alasan membela
sang pilihannya tempo pemilu dulu.
Ketika berita Aceh membeli mobil transportasi
umum yang termewah di Indonesia dengan harga yang murah, tentu apa kabar
Jakarta. Si Maop membuat Opini beda sawah beda tikus. Tentu si Mawar sangat terpukul
dengan hal itu, bagaimana tidak. Bus Trans Jakarta yang harga melangit di beli dekat di Cina dengan harga
yang mahal dan mesinnya sudah berkarat, sedangkan Aceh membelinya di Eropa yang
jauh dengan mesin terjamin.
Menanggapi hal ini si Mawar beropini itu
proyek pemerintah sebelum Jokoewi dan Ahok. Jadi semakin panas ketika si Maop beropini
cinta buta membahayakan, jangan sampai kita menjadi Religophobia.
Si Mawar tidak terima dengan hal ini,
akhirnya dia menghubungi Maop untuk ketemu. Sesampai di tempat yang di tentukan,
si Mawar langsung marah-marah kepada Maop. Akhirnya si Mawar tidak bisa menahan
emosi dan mengatakan putus hubungan dengan Maop. Dan dengan santai si Maop menjawab
“memang selama ini kita pacaran”. Gak sih, jawab Mawar.
Karena merasa konyol, akhirnya mereka
hanya bisa ketawa. Mereka berjanji untuk tidak saling komunikasi lagi. Harinya mereka
hanya sindir-sindir lewat media social masing-masing. Itu kelompok sebelah tidak
Move On karena kekalahan pilpres 2014.
Si Mawar belum tau kalau si Maop itu tidak
ikut memilih pada tahun 2014 yang lalu. Karena dia sedang tugas kuliah di perdalaman.
Maop menulis di medianya kelompok sebelah menuduh saya tidak bisa terima kekalahan
padahal memilih saja tidak. Kita tidak membela yang salah hanya karena bertanggung
jawab terhadap pilihan kita masa lalu.
Si Mawar Naik pitam, dia memposting perihal
jembatan yang dibagun oleh Jokowi di Maluku, dengan memberi keterangan foto “ini
sangat di benci oleh PKS (Partai Kedengkian Sejati) dan pastinya Sipanse (Simpatisan
Sejati) akan sangat membenci pemerintah sekarang”. Karena bernuansa Sara si Maop
tentu tidak membalas hal itu.
Karena merasa menang si Mawar berpesta
lagi dengan menuduh partai syariah semakin memperlihat dirinya untuk menjual
agama. Merasa terpanggil si Maop membuat opini, “Kita harus makan jembatan karena
barang yang biasa murah sekarang mahal.” Kemiskinan akan berakhir dengan kematian,
hidup pemerintah pro rakyat.
Logikanya ketika kita mengkritik yang
disebalah kita akan di bilang gagal Move On, tapi tadi malam dia bilang kangen lewat
sms. Merasa diri orang yang memiliki, si Mawar langsung membawanya untuk menulis
apa yang dilakukan selama ini membantu orang susah dan menanyakan apa yang di lakukan
oleh kelompok sebelah untuk rakyat Indonesia.
Semakin panas ketika si Mawar bela Ahok
sebagai sosok pemimpin yang tegas. Maklum Mawar adalah orang PKB. Sedangkan Maop
adalah orang PBB. Jadi semakin jelas politiknya. Maop hanya menyindir Mawar, kita
tidak akan melakukan rasis dan sara terhadap lawan politik. Karena kita ada tuntunan
yang melarang kebaikan tidak boleh dilakukan
dengan keburukan.
Melihat kejadian komentar si Maop
yang halus dan sopan menjadikan Mawar kangen untuk bertukar pendapat seperti dulu
dalam diskusi di tempat makan. Rasa itu tidak bisa dipendam didada dan memaksanya
untuk menghubungi si Maop. Namun si Maop mengatakan jangan hubungi aku lagi. Kalau
kamu kangen inbox aja.
Melihat si Maop sekarang tulisannya bisa di muat berbagai media. Si Mawar pun ajak
damai dengan Maop. Namun lagi Maop jual mahal, kamu gak bisa move on ya. Si Mawar
akhirnya meminta sahabatnya untuk mengajak makan bareng anak jalanan dengan dihadiri
Maop. Disinilah mereka akur kembali.
Maop mengerluarkan stepmen kita boleh
beda dalam politik, namun jangan sampai kita membawa hal itu kedalam masalah pribadi.
Sesama Muslim kita harus saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Jangan
jadikan dirimu seperti perokok sejati dan cinta buta kepada seseorang atau pilihan
yang merugikan banyak orang.
Moap juga mengeluarkan Stepmen bahwa selama
ini Mawar mendukung yang salah. Kita tidak boleh sara dalam beropini. Jangan menjadikan
orang kafir itu pemimpin kepada sebagian kamu, itu kata Al-Qur’an. Kita hidup
di manyoritas muslim sangat banyak mereka yang jujur dan layak memimpin negeri kita.
Tidak harus yang non muslim, jangan sampai kita masuk kedalam Religiophobia. Islam
hanya sebatas indetitas, namun dalam prateknya kita hanya menerima sebagian dan
membuang sebagian.
Maop aku bisa move on dengan dengan
yang lainnya, aku tidak bisa move on dengan kamu. Kamu sosok yang kunantikan untuk
ketemu dengan ibu-bapakku. Tegas Mawar ke Maop. Maop hanya mampung geleng kepada
dan tidak percaya, mana mungkin sang suadagar mau menerimanya. Tapi karena sorakan
anak-anak jalanan itu, akhirnya mereka pun ikut ketawa ceria bersama anak-anak jalanan.
Oleh: Amriadi Al Masjidiy (Penulis sedang belajar menulis cerita.
Biasanya penulis sibuk dengan artikel)