BANDA ACEH – Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh saat ini tengah membahas revisi Qanun Aceh No. 5 Tahun 2012 tentang Pilkada. Namun DPR Aceh justru
dianggap membuat gaduh situasi karena
ada upaya memperberat syarat calon perseorangan peserta Pilkada Aceh
mendatang.
Qanun tersebut bertentangan dengan undang-undang yang diatur dalam UU PKPU Nomor 9 tahun 2015. Kemudian UU PKPU Nomor 12 tahun 2015. Disitu sudah sangat berat untuk syarat calon perseorangan, jadi
kenapa harus diperberat lagi? Sedangkan penyerahan KTP dukungan calon dimulai
tanggal 13 Juli 2016, dengan waktu singkat itu apakah revisi qanun tersebut bisa diakomodir oleh Pemerintah Pusat.
Hal tersebut dikatakan Ketua Center Zakaria
Saman, H. Ishak yang akrab disapa Ayah Ishak kepada LintasAtjeh.com, Senin (18/4/2016),
di Medan Sumatera Utara.
Menurut saya, kata dia, itu tidak mungkin. Karena Pemerintah Pusat dalam hal ini Mendagri butuh waktu untuk menelaah qanun tersebut dan kemudian baru diserahkan ke DPR RI selanjutnya akan dibahas dengan KPU Pusat. Artinya, Banleg DPR Aceh terkesan
memaksakan diri dan berupaya menjegal kandidat lain terutama yang akan maju
sebagai calon perseorangan. Justru DPR Aceh mengkerdilkan demokrasi padahal
yang akan mencalon sebagai kepala daerah orang Aceh juga, kenapa harus
dibatasi?
“Yang kita
takutkan, ada elemen sipil Aceh nanti akan menggugat partai lokal
karena tidak fair bahkan selalu menciptakan kegaduhan politik untuk
mempertahankan kekuasaan. Jangan menimbulkan kekecewaan terhadap rakyat Aceh,
karena banyak tugas lain yang perlu diprioritaskan DPR Aceh. Kenapa tidak membuat/merevisi
qanun yang berhubungan dengan kepentingan rakyat. Rakyat masih lapar, masih
miskin, pendidikan bobrok, mendapatkan pelayanan kesehatan payah, anggaran
tidak tepat guna. Itu yang harus dipikirkan, jangan karena kita tidak becus
kerja nanti
menyalahkan pihak lain?” cetus Ayah Ishak.
Sambungnya, mudah-mudahan DPR Aceh banyak membaca, mendengar, dan menampung aspirasi
rakyat. Jangan mengutamakan aspirasi fraksi saja, jangan beralasan demi pilkada
jujur justru merevisi qanun dengan memperberat syarat calon perseorangan. Yang lebih penting, untuk pilkada yang jujur dan adil serta tidak
dimonopoli oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Seharusnya tidak menjegal calon demi kepentingan pihak yang diuntungkan.
“Untuk mencegah kecurangan
suara, seharusnya DPR Aceh merevisi qanun yang mengatur tentang manipulasi
suara di TPS dan PPK. Juga pengontrolan KIP yang lebih ketat sehingga pilkada
berlangsung demokratis.
Bukan mempersempit ruang masyarakat Aceh berpartisipasi dalam pilkada,” pungkas
H. Ishak Ketua Center Zakaria Saman.[Ar]