BANDA
ACEH - Pemerintah Provinsi Karen State, Myanmar, ingin belajar penyelesaian
konflik dan perdamain dari Aceh. Hal tersebut diungkapkan Chief Minister of
Karen State, Daw Nan Khin Htwe Myint dalam pertemuannya dengan Gubernur Aceh,
dr. H. Zaini Abdullah di Pendopo Gubernur, Jumat (22/4).
Daw
Nan Khin Htwe Myint yang didampingi Prof. Yusni Sabi bersama rombongan
International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) melakukan
pertemuan dengan Gubernur Aceh, untuk mendapatkan informasi langsung berkaitan
dengan proses perdamaiaa MoU Helsinki. Mereka juga mempelajari langkah
Pemerintah Aceh dalam menjaga perdamaian yang sudah dicapai.
Konflik
Etnis Karen sudah berlangsung selama lebih kurang 60 tahun. “Memasuki
masa transisi pascaperjanjian antara Pemerintah Myanmar dan Etnis Karen kami
sangat butuh masukan serta bantuan dari Pemerintah Aceh,”
kata Nan Khin.
Pada
kesempatan tersebut, Gubernur Aceh, dr. H. Zaini Abdullah menceritakan
bagaimana sejarah perjuangan masyarakat Aceh pada masa kemerdekaan Republik
Indonesia di mana Aceh menjadi daerah modal berdirinya Republik Indonesia.
Tapi, karena ketidakadilan dari segi ekonomi setelah kemerdekaan, Aceh berontak
dan konflik pun terjadi.
“Apa yang kita
perjuangkan pada saat itu adalah meminta keadilan dan kesejahteraan untuk Aceh
dari Pemerintah Pusat,” kata Gubernur Zaini.
Konflik
yang berlangsung selama berpuluh tahun itu, kata Zaini, berakhir setelah
penanda tangananperdamaian di Helsinki pada tahun 2005 yang dimediasi mantan
Presiden Finlandia Marty Ahtisaari.
Proses
perdamaian itu, lanjut Zaini tidaklah mudah. Beberapa perundingan antara
Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia sempat gagal. Upaya tersebut
antara lain, penandatanganan Jeda Kemanusiaan tahun 2000 dan perjanjian
Penghentian Permusuhan (COHA) tahun 2002.
“Sekarang Aceh sudah
damai, meskipun masih ada beberapa butir kesepakatan dalam MoU Helsinki yang
belum terimplementasi, tapi kita terus mendorong pemerintah pusat untuk segera
merealisasikannya,” ujar Zaini.
Zaini
Abdullah menjelaskan, berkat perdamaian tersebut, Aceh kini memiliki
undang-undang sendiri yaitu UU nomor 11 tahun 2006 yang disebut dengan
Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Aturan itu kemudian menjadi rujukan untuk
berbagai macam aspek pemerintahan di Aceh.
Daw
Nan Khin Htwe Myint sangat mengapresiasi Gubernur Aceh yang telah bersedia
menerima kunjungan delegasi dari Pemerintahan Provinsi Karen State.
Nan
Khin mengatakan akan terus melakukan koordinasi dan komunikasi dengan
pemerintah Aceh maupun ICAIOS untuk membahas berbagai macam isu berkaitan
dengan perdamaian dan resolusi konflik.
“Masukan dari Gubernur
Aceh dan Pemerintah Aceh sangat kami butuhkan demi keberlansungan perdamaian di
Karen State, Myanmar,” kata Nan Khin. [humas-Aceh]