-->

Berkunjung ke Aceh, Myanmar Ingin Belajar Perdamaian

22 April, 2016, 23.43 WIB Last Updated 2016-04-22T16:44:05Z
BANDA ACEH - Pemerintah Provinsi Karen State, Myanmar, ingin belajar penyelesaian konflik dan perdamain dari Aceh. Hal tersebut diungkapkan Chief Minister of Karen State, Daw Nan Khin Htwe Myint dalam pertemuannya dengan Gubernur Aceh, dr. H. Zaini Abdullah di Pendopo Gubernur, Jumat (22/4).

Daw Nan Khin Htwe Myint yang didampingi Prof. Yusni Sabi bersama rombongan International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) melakukan pertemuan dengan Gubernur Aceh, untuk mendapatkan informasi langsung berkaitan dengan proses perdamaiaa MoU Helsinki. Mereka juga mempelajari langkah Pemerintah Aceh dalam menjaga perdamaian yang sudah dicapai.

Konflik Etnis Karen sudah berlangsung selama lebih kurang 60 tahun. “Memasuki masa transisi pascaperjanjian antara Pemerintah Myanmar dan Etnis Karen kami sangat butuh masukan serta bantuan dari Pemerintah Aceh,” kata Nan Khin.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Aceh, dr. H. Zaini Abdullah menceritakan bagaimana sejarah perjuangan masyarakat Aceh pada masa kemerdekaan Republik Indonesia di mana Aceh menjadi daerah modal berdirinya Republik Indonesia. Tapi, karena ketidakadilan dari segi ekonomi setelah kemerdekaan, Aceh berontak dan konflik pun terjadi.

“Apa yang kita perjuangkan pada saat itu adalah meminta keadilan dan kesejahteraan untuk Aceh dari Pemerintah Pusat,” kata Gubernur Zaini.

Konflik yang berlangsung selama berpuluh tahun itu, kata Zaini, berakhir setelah penanda tangananperdamaian di Helsinki pada tahun 2005 yang dimediasi mantan Presiden Finlandia Marty Ahtisaari.

Proses perdamaian itu, lanjut Zaini tidaklah mudah. Beberapa perundingan antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia sempat gagal. Upaya tersebut antara lain, penandatanganan Jeda Kemanusiaan tahun 2000 dan perjanjian Penghentian Permusuhan (COHA) tahun 2002.

“Sekarang Aceh sudah damai, meskipun masih ada beberapa butir kesepakatan dalam MoU Helsinki yang belum terimplementasi, tapi kita terus mendorong pemerintah pusat untuk segera merealisasikannya,” ujar Zaini.

Zaini Abdullah menjelaskan, berkat perdamaian tersebut, Aceh kini memiliki undang-undang sendiri yaitu UU nomor 11 tahun 2006 yang disebut dengan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Aturan itu kemudian menjadi rujukan untuk berbagai macam aspek pemerintahan di Aceh.

Daw Nan Khin Htwe Myint sangat mengapresiasi Gubernur Aceh yang telah bersedia menerima kunjungan delegasi dari Pemerintahan Provinsi Karen State.

Nan Khin mengatakan akan terus melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah Aceh maupun ICAIOS untuk membahas berbagai macam isu berkaitan dengan perdamaian dan resolusi konflik.

“Masukan dari Gubernur Aceh dan Pemerintah Aceh sangat kami butuhkan demi keberlansungan perdamaian di Karen State, Myanmar,” kata Nan Khin. [humas-Aceh]
Komentar

Tampilkan

Terkini