-->

Amanat AD/ART PPNI Tentang Team Advokasi Bantuan Hukum Perawat Indonesia

12 April, 2016, 12.31 WIB Last Updated 2016-04-12T05:32:05Z
IST
PENTING terlebih dahulu memikili pemahaman yang sama dengan makna kata “advokasi”,  pengertian kata advokasi berasal dari bahasa Belanda Advocaat, dalam kamus besar bahasa Indonesia memberikan makna “Pembelaan” pengertian lain menurut Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, SH., MS., LL.M (Guru besar FH Unair Surabaya) disebutkan beliau advocate is “one that pleads the cause of another;  specifically : one that pleads the cause of another before a tribunal or judicial court” yakni seseorang yang mewakili pihak yang bersengketa di pengadilan (pleitbezorger). Terdapat juga pengertian advokat dalam Pasal 1 angka 1 UU No 18 tahun 2003 tentang Advokat, Advokat adalah “orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini”.


Berkaitan dengan judul diatas, tentu akan muncul pertanyaan, apakah perawat bisa digugat? Padahal sudah memberikan pertolongan kepada pasien. Profesi perawat adalah profesi yang luhur dan terhormat, dimanakah letak keluhuran dan kehormatan profesi tersebut? Sejak awal dia lulus pendidikan perawat wajib melakukan sumpah profesi, dalam memberikan pelayanan keperawatan ada kode etik keperawatan yang melandasinya, mendahulukan keselamatan pasein adalah prinsip profesinya (agroti salos lex suprima), karena keberadaanya dilini terdepan maka ditangan profesi inilah ditentukan nasib keselamatan pasien, nyawa manusia adalah taruhan dari pekerjaannya.


Betapa pentingnya profesi perawat dimasyarakat, sehingga dalam melaksanakan tugas profesinya harus didasarkan pada ilmu dan keterampilan serta norma etik dalam perilakunya. Bahkan dalam situasi peperangan sekalipun profesi ini tidak boleh diserang atau ditembak, dengan demikian jelas kedudukannya dimata dunia.


Dalam melaksanakan praktik, seorang perawat wajib memiliki Surat Tanda Regestrasi dan Surat Ijin Praktik sebagai bentuk negara memberikan kepastian hukum kepada masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan aman dan dapat dipertangung jawabkan, sehingga pasien tidak perlu ragu akan keselamatannya jika datang ke dokter, kedudukan perawat dan pasien dalam hubungan hukum adalah seimbang (sama) dimata hukum, sama sama sebagai subjek hukum, bukan menjadi objek dari salah satu pihak.Dalam hubungan hukum antara perawat dengan pasien memiliki sifat hubungan innspaning verbentenis yang diperjanjian bukanlah hasilnya, tetapi objek dari hubungan hukum tersebut adalah upayanya, sehingga dalam pelayanan kesehatan jika tidak berhasil sesungguhnya perawat tidak bisa digugat’ karena hasil bukanlah objek dari kontrakterapeutik, karena tidak memperjanjian hasil sehingga perawat wajib mengedepankan asas kehati hatian, bekerja sesuai dengan Standar Prosedur Operasional dan sesuai dengan kompetensinya. Lantas bagaimana pasien kok bisa menggugat dan mempersoalkan pelayanan perawat ke jalur hukum?


Negara ini adalah negara hukum, siapapun wajib tunduk dan patuh kepada norma hukum, hukum bertujuan menjaga ketertiban hubungan antar manusia, hukum menjamin terpenuhinya rasa keadilan masyarakat dan hukum harus memberikan manfaat bagi setiap insani serta hukum menjamin hak setiap individu. Sudah hampir 2 (dua) tahun diundangkannya UU No 38 Tahun 2044 tentang Keperawatan, didalam pasal 36 huruf a UU Keperawatan ini memberikan hak kepada perawat untuk mendapat perlindungan hukum.


Jika seorang perawat telah digugat secara perdata atau dituntut secara pidana, siapa yang memberikan advokasinya? Sebagai tenaga profesi yang bekerja secara professional dan menjadi anggota organisasi yang resmi perawat telah membayar iuran kepada organisasi profesi yakni PPNI, maka menjadi kewajiban organisasi profesi untuk memberikan perlindungan hukum hal ini didasarkan pada Pasal 1367 BW, jika dia dipekerjakan oleh rumah sakit, maka berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf s UURS perawat berhak mendapatkan perlindungan hukum dari rumah sakit, begitu juga dinas kesehatan yang memperkajakannya dan ditempatkan dibeberapa puskesmas induk maupun puskesmas pembantu, maka berdasarkan Pasal 57 huruf a UU nomor 36/2014 Kepala Dinas Kesehatan berkewajiban memberikan advokasi.


Seiring dengan kemajuan perkembangan sosial dan ekonomi politik dan hukum yang mengiringi pesatnya perkembangan dunia keperawatan hingga sampai ke era pasar bebas ASEAN, hampir setiap pelayanan kesehatan yang sobjeknya adalah manusia dan risiko atau outputnya bisa sehat/sembuh, cacat atau kematian tentu akan menimbulkan konflik dan berakhir dimenja persidangan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka jika terjadi dugaan kelalaian yang dilakukan oleh perawat yang menimbulkan kerugian bagi pasien dan akhirnya pasien melakukan gugatan kepada perawat, dengan demikian mewajibkan organisasi profesi, manajemen rumah sakit dan dinas kesehatan memiliki kewajiban yang sama.

Penulis Iwan Effendi, S. Kp, SH (Ketua Bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik PPNI Pusat)
Komentar

Tampilkan

Terkini