ACEH TAMIANG - Pengadaan tanah untuk
lokasi pusat pembangunan pasar tradisional di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata, Kecamatan
Kejuruan Muda, yang kabarnya dicomblangi oleh Ketua Asosiasi Kontraktor Aceh
(AKA) Kabupaten Aceh Tamiang, berinisial HR, terindikasi sebagai kejahatan
besar.
Indikasi kejahatan besar yang telah menghebohkan nama pengusaha keturunan Tionghoa, Suherli alias Asiong tersebut, diduga banyak melibatkan oknum pejabat tinggi di Kabupaten Aceh Tamiang dibawah tampuk kepimpinnan Bupati Hamdan Sati. Sehingga publik tidak yakin bahwa Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuala Simpang mampu menjerat para pelaku secara keseluruhan.
Seiring dengan munculnya ketidakpercayaan publik terhadap proses hukum yang sedang diemban oleh pihak Kejari Kuala Simpang, dan juga didasari oleh semangat dari peranan pers yang diamanahkan pada Pasal 6, UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, maka Media Online Lintas Atjeh berupaya melakukan investigasi pemberitaan untuk memberikan informasi kepada publik secara transparan berdasarkan fakta dan data-data akurat tanpa embel-embel kepentingan demi melakukan pengawalan informasi terhadap segala bentuk indikasi tindak pidana korupsi.
Dalam rangka melakukan pengawalan secara efektif, Media Online Lintas Atjeh berupaya mempublikasikan setiap informasi sekecil apapun dari berbagai sumber yang bisa dipertanggungjawabkan kebenaran informasinya di depan hukum terkait kasus yang sudah merugikan uang negara senilai Rp. 2,5 milyar tersebut, agar tetap nyaring didengar oleh pihak publik. Suka atau tidak suka juga akan membuat risih bagi para oknum pelaku, serta diharapkan semoga dapat menggugah setiap elemen masyarakat di Kabupaten Aceh Tamiang khususnya, agar turut menindaklanjuti dan terus mendorong proses hukum agar berlangsung secara adil dan fair.
Oleh karenanya, sampai saat ini Media Online Lintas Atjeh telah memberitakan indikasi kejahatan pengadaan tanah yang ditengarai bersertifikat abal-abal tersebut lebih dari 55 (lima puluh lima) edisi. Berita demi berita akan terus bertambah sampai tuntasnya proses hukum atas kejahatan yang dilakukan oleh mantan Kadisperindagkop Aceh Tamiang, Abdul Hadi yang katanya dikerjakan atas perintah sang pimpinan.
Hal tersebut diungkapkan wartawan Media Online Lintas
Atjeh, Zulfadli Idris, kepada sejumlah pekerja pers, Sabtu (19/3/16).
Zulfadli juga menjelaskan, selama mengangkat
pemberitaan terkait indikasi kejahatan atas pengadaan tanah yang notabene masih
disengketakan oleh para ahli waris almarhum H.M. Yunus tersebut, banyak sekali
rintangan yang dihadapi oleh dirinya dan juga oleh Media Online Lintas Atjeh,
salah satunya yakni pernah mendapatkan tuduhan brutal dari isteri Bupati Aceh
Tamiang.
Kata Zulfadli, rangkaian tuduhan brutal dari isteri Bupati Aceh Tamiang yang berinisial IA diterima oleh dirinya ketika Media Online Lintas Atjeh memberitakan tentang dugaan mengalirnya dana ganti rugi lahan tersebut kepada IA yang berjumlah ratusan juta rupiah.
Zulfadli membeberkan, akibat munculnya berita tentang dugaan kejahatan yang dilakukan IA, pada Senin (2/11/15) malam, sekira pukul 20.30 WIB, IA menelpon dirinya dan IA memaksa agar pada malam itu juga Zulfadli menjumpai dirinya.
Dikarenakan malam itu, dirinya sedang mendapat tugas dari Pimpinan Redaksi (Pimred) Media Online Lintas Atjeh ke Kabupaten Aceh Timur, dirinya memohon ma'af kepada IA karena tidak dapat memenuhi permintaannya. Tapi saat itu dirinya berjanji kepada IA bahwa esok harinya akan menjumpai IA.
Keesokan harinya, Selasa (3/11/15), terang Zulfadli, setelah dirinya ditelepon oleh ajudan IA dan memberitahukan bahwa IA akan menunggu dirinya di Pendopo Bupati sekitar pukul 15.00 WIB, lalu Zulfadli melakukan koordinasi dengan Pimpinan Redaksi (Pimred) Media Online Lintas Atjeh serta memberitahukan beberapa rekan-rekannya. Selanjutnya sekitar pukul 14.45 WIB, Zulfadli yang saat itu didampingi oleh 3 (tiga) rekannya, bergerak dari salah satu warkop di Karang Baru menuju Pendopo Bupati yang terletak di Kota Kuala Simpang.
Menurut Zulfadli, saat memasuki Pendopo Bupati, sudah
terlihat gelagat yang tidak baik, ketika para ajudan yang ada di pendopo
menyampaikan pesan dari IA bahwa saat masuk pendopo Zulfadli harus sendiri saja
dan tidak boleh didampingi teman. Atas gelagat aneh tersebut, sejumlah rekan
yang saat itu sedang berada di luar menelpon Zulfadli agar membatalkan saja
pertemuan tersebut.
Namun Zulfadli yang juga anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Provinsi Aceh beserta beberapa rekan yang lainnya berpendapat bahwa akan berusaha menepati janji untuk menemui IA sesuai yang disampaikan kepada Pimred Media Online Lintas.
Zulfadli menceritakan, saat di dalam pendopo sore itu, dirinya disambut oleh IA beserta Bupati Hamdan Sati, Datok Adek Seruway dan juga Asiong. Mulanya, jelas Zulfadli, wajah IA yang dihiasi dengan senyuman menanyakan tentang asal muasal Zulfadli, kemudian langsung menuduh bahwa ada pihak yang telah ‘MEMBAYAR’ untuk mengangkat pemberitaan terkait pembebasan tanah untuk lokasi pusat pasar tradisional di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata.
"Berkali-kali tuduhan konyol tersebut keluar dari
mulut IA. Malah IA berani mengatakan kepada saya bahwa dirinya sudah tahu
tentang pihak yang membayar, lalu secara membabi buta IA meminta pengakuan dari
saya," terang Zulfadli.
IA juga mengatakan bahwa berita tentang dugaan mengalirnya dana ganti rugi lahan tersebut sangat melanggar hukum dan telah mencemarkan nama baiknya sebagai isteri penguasa Aceh Tamiang dan dia akan menuntut Media Online Lintas Atjeh ke pihak penegak hukum.
“Anehnya lagi, Bupati Hamdan Sati beserta Datok Adek dan Asiong ikut-ikutan menuduh bahwa publikasi dugaan kasus ganti rugi lahan seharga Rp. 2,5 milyar tersebut karena ada pihak yang membayar. Datok Adek, Asiong dan juga Bupati Hamdan Sati berkali-kali mendesak saya untuk mengatakan tentang siapa pihak pembayar tersebut,” tambah Zulfadli.
"Atas segala perilaku konyol IA yang disertai dengan kata-kata penghinaan, tuduhan yang disertai perilaku pemaksaan dan juga ancaman kepada saya. Maka sebagai pekerja pers yang sangat yakin tidak melakukan kesalahan atas pemberitaan terhadap IA, saat itu saya tetap berusaha berbahasa secara santun, lalu meminta izin kepada IA, Bupati Hamdan Sati beserta Datok Adek dan Asiong, untuk diperkenankan memberikan tanggapan dan penjelasan," ungkap Zulfadli.
Kepada mereka berempat (IA, Bupati Hamdan Sati, Datok Adek dan Asiong_red), pertama-tama saya mengucapkan terima kasih karena telah diundang ke Pendopo Bupati Aceh Tamiang. Saya juga menjelaskan bahwa saya adalah putra asli Tamiang yang lahir di Sungai Iyu. Lalu saya terangkan kepada mereka bahwa Almarhum Atok saya, Imam Muda Banta masih punya hubungan kekerabatan dengan Almarhum Ayah Bupati Hamdan Sati. Saya sampaikan kepada mereka, tujuan saya datang ke pendopo adalah untuk mendengar hak jawab atau klarifikasi dari IA atas pemberitaan terkait dugaan mengalirnya uang ratusan juta rupiah kepada IA.
Saya menjelaskan kepada IA dan juga kepada Bupati Aceh Tamiang, Datok Adek serta Asiong bahwa berita tentang IA tidak ada dasar hukumnya untuk dituduh sebagai berita yang salah dan mencemarkan nama baik IA. Karena sebelum dipublikasikan, saya sudah terlebih dahulu menelpon IA untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi namun tidak diangkat dan kemuadin saya kirim pesan singkat melalui sms, juga tidak dibalas oleh IA.
Saya juga menjelaskan kepada IA, Bupati Hamdan Sati, Datok Adek dan Asiong, bahwa saya sangat keberatan dituduh bahwa munculnya pemberitaan ganti rugi tanah untuk pusat pasar tradisional di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata, karena ada pihak yang membayar. Dan saat itu saya meminta agar IA, Bupati Hamdan Sati, Datok Adek dan Asiong, agar dapat membuktikan tuduhan-tuduhan mereka dan saya juga mendesak mereka untuk segera melaporkan diri saya serta Media Online Lintas Atjeh ke pihak hukum.
“Saya merasa sangat tidak nyaman atas segala tuduhan tanpa dilandasi oleh ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karenanya, saat itu saya mohon izin untuk segera pamit dan saya sampaikan kepada IA, Bupati Hamdan Sati, Datok Adek dan Asiong bahwa saya siap menunggu panggilan atas laporan mereka ke pihak hukum,’ terangnya.
Ironisnya, ketika saya mau pamit, tiba-tiba IA tidak
mengizinkan dan memaksa saya harus bertahan di pendopo. Lalu IA mendesak Bupati
Hamdan Sati untuk memanggil Sekda, Ir. Razuardi Ibrahim.
Menurut IA, dirinya berkeyakinan bahwa saya dan Media Online Lintas Atjeh telah bersalah, oleh karenanya IA tetap mendesak saya untuk tidak beranjak dulu dari pendopo. Kata IA, saya harus mendengarkan keterangan dari sekda, tentang kekeliruan atas pemberitaan terhadap IA yang telah dipublikasi oleh Media Online Lintas Atjeh. Saat itu sekda sangat lama muncul ke pendopo sehingga IA terlihat semakin geram, lalu berkali-kali mendesak Bupati Hamdan Sati agar meminta sekda harus segera datang ke pendopo.
"Bupati Hamdan Sati terlihat sebagai seorang suami yang baik dan patuh terhadap sang isteri. Saat itu, Bupati Hamdan Sati tidak melakukan bantahan sedikitpun atas desakan istrinya, IA untuk segera menghadirkan sekda yang notabene sebagai Ketua TAPK Eksekutif Aceh Tamiang ke pendopo," jelas Zulfadli.
Lucunya, ketika Sekda, Ir. Razuardi Ibrahim tiba di pendopo, penjelasan yang disampaikan oleh Razuardi, tidak seperti yang diharapkan IA. Saat itu, Razuardi memberi penjelasan bahwa secara ketentuan pers, pemberitaan yang dipublikasikan oleh Media Online Lintas Atjeh tentang IA sudah sesuai prosedur dan tidak bisa disebut sebagai suatu kesalahan.
Namun, IA yang terkesan tidak mau dipermalukan atas kebodohan dirinya sendiri. IA masih nekad memaksa saya untuk bertahan dulu di pendopo. Lalu dengan agak setengah berteriak IA menyampaikan kepada saya bahwa dirinya akan menelpon seseorang yang ahli di bidang jurnalis, yakni Ketua Balee PWI Aceh Tamiang yang bernama Syawaludin.
Saat Syawaluddin tiba di pendopo, IA terkesan bersemangat sekali menceritakan tentang permasalahan dirinya yang diberitakan oleh Media Online Lintas Atjeh. Saat memaparkan kronologis kejadian atas pemberitaan dirinya oleh Media Online Lintas Atjeh, ada kesan bahwa saat itu IA berharap agar sosok yang dianggap IA sebagai ahli bidang jurnalistik di Kabupaten Aceh Tamiang, yakni Syawaluddin akan memberi keterangan yang memberatkan Media Online Lintas Atjeh.
Tapi apalah hendak dikata! Dengan bahasa yang sangat bersahaja, Syawaluddin menyampaikan bahwa secara ketentuan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, pemberitaan Media Online Lintas Atjeh tentang IA tidak dapat disalahkan karena sebelum diberitakan. Katanya, wartawan media tersebut sudah berupaya menelpon IA tapi tidak diangkat dan pesan singkat yang dikirim juga tidak dibalas.
Saran Syawaludin kepada IA saat itu, apabila IA tidak berkenan pada pemberitaan tersebut maka sebaiknya IA memberi hak jawab. Yang menggelitik hati saya saat itu adalah setelah mendengar penjelasan dari Syawaluddin, tiba-tiba Bupati Hamdan Sati menghilang dari ruangan pertemuan tanpa pamit dan tidak muncul-muncul lagi. Beberapa saat kemudian disusul oleh Datok Adek yang juga tidak muncul lagi ke ruang pertemuan.
Setelah itu, IA pun terlihat histeris. Sembari berjabat tangan dengan Asiong, IA mengeluarkan sumpahnya bahwa tidak pernah menerima uang sepeserpun dari ganti rugi lahan Asiong. Dan mengatakan bahwa suaminya masih banyak uang dan tidak akan mungkin dirinya mengambil uang dari ganti rugi lahan Asiong.
"Setelah IA selesai bersumpah, saya meminta kepada IA agar sumpahnya tersebut saya angkat ke berita sebagai klarifikasi atau hak jawab dari IA. Namun mata IA memelototin saya dan mengatakan kepada saya, jangan macam-macam kamu! Jika sekali lagi kamu masih memberitakan tentang diri saya, awas kamu! Dan setelah itu, IA langsung meninggalkan ruang tamu yang saat itu masih ada Sekda, Asiong, Syawalluddin dan saya," beber Zulfadli lagi.
Setelah menghilangnya IA dari ruang pertemuan di pendopo, saya mohon pamit pada Sekda Razuardi, Asiong dan Syawaluddin yang saat itu masih belum beranjak pergi. Sebelum saya keluar dari pendopo, Razuardi meminta saya agar bisa foto bareng dengan dirinya, lalu diikuti juga oleh Asiong dan Syawaluddin.
Akhirnya, saya berpamitan dan keluar dari pendopo Bupati Aceh Tamiang sekira pukul 18.13 WIB. Dan setelah kembali dari pendopo, Zulfadli sekira pukul 20.09 WIB mengirimkan pesan singkat ke telepon seluler IA dan menyampaikan terimakasih atas undangan IA serta ucapan salutnya terhadap IA yang telah berani menuduh bahwa berita terkait dirinya ada pihak yang membayar. Namun saat itu, kata Zulfadli, sms darinya tidak dibalas IA.
Ini pesan singkat yang dikirim Zulfadli untuk IA, "Ass, wr, wb. Sy ucapkan trm ksh atas undangan ibu hari ini. Ma'af, sy salut trhadap ibu yg tlah berani menuduh sy bhwa brita yg saya buat krna ada pihak yg membayar dan sy jg merasa heran ketika ibu menyalahkan saya sebagai wartawan yg salah dlm membuat berita. Sy brharap bhwa apa yg ibu sampaikan tadi hanya d karna kan ibu emosi. Trm ksh dan sekali lg ma'af jika berita saya tlah membuat ibu marah."
Segala bahasa yang disampaikan IA yang diamini oleh Bupati Hamdan Sati beserta Datok Adek dan Asiong kepada Zulfadli merupakan tragedi buruk istri seorang penguasa yang sudah berupaya menghalang-halangi, menghina, menuduh, melecehkan, dan mengancam pekerja pers yang sedang mengawal indikasi kejahatan besar terkait ganti rugi lahan yang diduga sudah merugikan uang negara senila Rp. 2,5 milyar rupiah.
"Kita berharap agar IA beserta Bupati Hamdan Sati, Datok Adek dan Asiong cepat sadarkan diri atas kejahatan mereka yang nantinya akan menyeret ke balik jeruji besi," demikian tegas Zulfadli.[Redaksi]