ACEH
TIMUR -
Terkait belum adanya 'ketegasan' hukum atas perilaku amoral (pelecehan
seksual_red), yang dilakukan oleh beberapa murid laki-laki (lima SD dan satu
SMP_red) terhadap seorang bocah perempuan yang berusia sepuluh tahun, di Desa
Kemuning Hulu, Kecamatan Birem Bayeun, pada tahun 2015, telah menggugah banyak
pihak untuk memberikan rasa empati, termasuk Persatuan Pewarta Warga Indonesia
(PPWI) DPD Provinsi Aceh.
Sebanyak
7 orang anggota PPWI Aceh, dari DPD, DPC Aceh Timur, Langsa dan Aceh Tamiang,
sengaja melakukan silaturrahmi ke rumah orang korban untuk memberikan dukungan
moril secara langsung kepada korban dan keluarganya.
Meski
tidak bisa bertemu langsung dengan korban, namun Tim PPWI Peduli disambut
dengan hangat oleh sang nenek korban Ramlah (70) yang ditemani oleh dua
tetangganya, Lasmi (55) beserta suaminya Legimin (65), Selasa (8/3/16).
Saat
berbincang-bincang, nenek korban menjelaskan bahwa bocah perempuan
(cucunya_red), yang baru duduk di bangku kelas empat sekolah dasar tersebut,
telah diperlakukan secara tidak bermoral oleh sejumlah teman laki-laki di
sekolahnya dan seorang anak tetangga.
Pengakuan
dari sang nenek, setelah terungkapnya kejadian itu, orang tua korban dengan
orang tua para pelaku yang berjumlah enam orang telah membuat kesepakatan
berdamai yang ditandatangani oleh kedua pihak serta disaksikan oleh para aparat
Desa Desa Kemuning Hulu. Namun kabarnya, kata nek Ramlah, perjanjian yang telah
disepakati itu, dilanggar oleh beberapa orang tua pelaku sehingga orang tua
korban, Samsul Bahri, membuat laporan ke Polres Kota Langsa.
Setelah melakukan silaturrahmi ke rumah pihak korban, Tim PPWI Peduli beserta sejumlah wartawan, berkunjung ke rumah ketua tuha peut dan juga menjumpai pihak Geucik Desa Kemuning Hulu, dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya terkait kronologis dari kedua pimpinan desa tersebut.
Ketua
Tuha Peut Desa Kemuning Hulu, Johansyah saat dijumpai dirumahnya menjelaskan
bahwa insiden pelecehan seksual yang menimpa bocah perempuan dari pasangan
Samsul Bahri dengan Leni Marlina, terjadi sekitar pertengahan tahun 2015 lalu.
Pelecehan dilakukan oleh enam bocah laki-laki warga Desa Kemuning Hulu.
"Sebenarnya
kasus yang menimpa cucu nek Ramlah, sudah pernah diselesaikan secara
kekeluargaan di desa. Namun kemudian ada tiga orang tua pelaku melanggar
kesepakatan yang sudah ditandatangi secara bersama-sama tersebut. Sehingga
orang tua korban terkesan kurang terima dan melaporkan ke Polres Kota Langsa
sekitar bulan September 2015 kemarin," terang Johansyah.
Semenjak
Samsul membawa kasus tersebut ke pihak hukum, kata dia, selaku tuha peut desa
sudah lepas tangan dan tidak lagi ikut terlibat dalam penyelesaian damai dan
kekeluargaan.
"Kami
belum pernah dipanggil Polres Langsa, cuma saya mendengar salah seorang pelaku pernah
dipanggil untuk diambil keterangannnya, yang lain nampaknya belum ada,l pungkas
Johansyah.
Sementara
itu, Geuchik Desa Kemuning Hulu, Muhammad A Yani, mengatakan hal yang tidak
jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh ketua tuha peut. Cuma dirinya menegaskan
selaku geuchik tidak berpihak kepada siapapun, karena semua adalah warganya.
"Jikapun Samsul ingin mengambil langkah hukum ke pihak kepolisian, saya
mengharapkan agar Samsul harus melaporkan semua yang terlibat dan tidak tebang
pilih sehingga tidak memperumit pihak hukum dalam melakukan penyidikan,"
demikian kata Geuchik Yani.[zf]