IST |
JAKARTA - Upaya menetralisasi paham radikal melalui reedukasi
dan resosialisasi serta menanamkan multikuralisme atau dikenal dengan istilah
deradikalisasi telah dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT). Selama ini, para narapidana teroris mendapatkan program yang bertujuan
untuk memberantas tindak pidana khusus itu secara maksimal. Meski demikian,
deradikalisasi dinilai belum efektif untuk menanggulangi terorisme di Tanah Air
secara keseluruhan.
Pengamat
terorisme dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu
Ulya mengatakan sudah saatnya BNPT bersama dengan Detasemen Khusus Antiteror 88
(Densus 88) harus berani terbuka pada masyarakat. Hal ini terkait dengan
akuntanbilitas kinerja, serta anggaran yang digunakan dalam berbagai program
penanggulangan terorisme.
"Pastinya
BNPT dan Densus mendapat jatah anggaran dari APBN. Jika keduanya saat ini jadi
subyek yang dicurigai oleh masyarakat sebagai kepanjangan tangan dari
kepentingan asing, seperti AS, maka ini momen di mana mereka harus
transparan," ujar Harits, Jumat (25/3).
Menurutnya,
apabila dalam program deradikalisasi terdapat dana sumbangan dari pihak asing,
masyarakat perlu mengetahuinya. Hal ini agar kedaulatan negara, terkait isu
keamanan dapat dikendalikan dengan mudah oleh pihak tersebut.
"Jangan
sampai negara ini bisa disetir begitu saja oleh asing melalui bantuan hibah
dana atau teknologi," jelas Harits. [ROL]