ACEH
TAMIANG - Seluruh elemen masyarakat yang 'cerdas' dan bukan idiot merasa
prihatin dan miris terhadap para pemimpin dan sejumlah oknum pejabat di
Kabupaten Aceh Tamiang, baik eksekutif maupun legislatif. Seharusnya mereka
bangkit kesadarannya, karena selama ini Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang
terindikasi telah ditipu mentah-mentah oleh seorang warga keturunan bernama
Suherli alias Asiong, terkait ganti rugi lahan untuk lokasi pembangunan pasar
tradisional yang terletak di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan
Muda.
Apapun
alasan yang telah, sedang dan juga akan dirancang oleh sang pemimpin beserta
sejumlah oknum pejabat di Kabupaten Aceh Tamiang, namun masyarakat yang
'cerdas' telah memprediksikan bahwa terkait ganti rugi lahan untuk lokasi
pembangunan pasar tradisional, suatu saat, hukum sebab akibat akan membongkar
tentang kebenaran kasus tersebut.
Dan
patut diduga, para pihak yang selama ini
telah berani melakukan tindak kejahatan pada kegiatan ganti rugi lahan
untuk lokasi pembangunan pasar tradisional maka cepat atau lambat akan
mendapatkan gelar sebagai budak atau kacungnya Asiong yang 'gagal'
melakukan aksi penipuan terhadap negara serta rakyatnya.
Hal
tersebut dikatakan salah seorang tokoh pemuda yang juga pegiat LSM di Kabupaten
Aceh Tamiang, Irwan Agusti kepada lintasatjeh.com, Rabu (9/3/16).
Irwan
Agusti sangat berharap agar Ketua TAPK Eksekutif, yang notabene Sekda Aceh
Tamiang, Ir. Razuardi Ibrahim, untuk segera menggelar konferensi pers dan
menjelaskan dengan sejelas-jelasnya kepada publik terkait berbagai dugaan
kejahatan yang telah terjadi pada kegiatan ganti rugi lahan yang harganya wow
banget!
Menurutnya,
Razuardi harus mampu tampil sebagai pejabat yang berjiwa ksatria dan jangan
mengadopsi cara berfikir isteri Bupati Hamdan Sati yang sampai saat ini belum
berani mengklarifikasi atau memberi hak jawab atas 'pemberitaan' dirinya
tentang adanya dugaan mengalirnya dana yang berjumlah 'ratusan juta rupiah'
dari kegiatan ganti rugi tanah Asiong yang terindikasi bersertifikat bodong.
Irwan
juga menyampaikan pesan kepada Bupati Aceh Tamiang agar segera memerintahkan
seluruh pejabat yang ikut terlibat dalam kegiatan ganti rugi tanah Asiong yang
terindikasi bersertifikat bodong, serta
memerintahkan isterinya yang berinisial IA agar berani memberikan penjelasan ke
publik tentang permasalahan yang sebenarnya.
"Kita
yakin bahwa Bapak Bupati Hamdan Sati sangat menyadari, bila seluruh pejabat
yang terlibat, juga isterinya IA terus membungkam diri maka imbasnya adalah
nama baik (reputasi_red) Bupati Hamdan Sati semakin terus memudar. Publik akan
semakin berasumsi bahwa kasus ganti rugi tanah Asiong adalah kejahatan besar
yang telah membuat seluruh oknum pejabat yang terlibat tidak berani bicara dan
nekad mengangkangi amanah Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2008, tentang
Keterbukaan Informasi Publik," imbuhnya lagi.
Irwan
menambahkan, saat ini publik sudah banyak membaca dan mendengar bahwa
sertifikat tanah Asiong yang dibeli dari warga Jakarta terindikasi bodong.
Namun anehnya, Pemkab Aceh Tamiang nekad membeli tanah itu dengan cara yang
diduga ilegal pula. Harga jual tanah hutan belukar yang lokasinya berada di
daerah aliran sungai (DAS) dan terletak di pengkolan jalan, Desa Bukit Rata,
Kecamatan Kejuruan Muda, sangatlah menggila!
Publik
merasa heran dengan kebijakan Pemkab Aceh Tamiang yang sangat berani membeli
tanah tersebut. Jelas Irwan, pembelian tanah Asiong terkesan sangat tidak masuk
akal, karena selain lokasinya yang berada di pengkolan jalan (tidak layak_red),
juga harus ditimbun tanah yang tentunya butuh biaya lagi yang tidak sedikit.
Kemudian,
sebelum kegiatan ganti rugi dilaksanakan, tidak ada perencanaan yang matang.
Malah, terkesan asal-asalan serta tidak transparan tentang asal muasal anggaran
pembelian tanah sengketa tersebut.
Dari
hasil pengumpulan data oleh sejumlah LSM di lapangan, ditemukan bahwa Badan
Anggaran (Banggar), DPRK Aceh Tamiang Tahun 2014 tidak pernah membahas usulan
tentang ganti rugi lahan yang khabarnya milik seorang mantan Hakim Agung yang
pernah mendapatkan bintang jasa dari Presiden RI, Soeharto, yang bernama H.M
Yunus SH (almarhum_red).
Pada
tanggal 8 Agustus 2014, ada rapat terakhir di Badan Anggaran (Banggar) DPRK
Aceh Tamiang yang saat itu dipimpin oleh Wakil Ketua DPRK H. Arman Muis. Namun
berdasarkan resume dan hasil rapat tersebut, Banggar tidak membahas tentang
persoalan ganti rugi lahan untuk pusat pasar tradisional itu.
Aneh
bin ajaib, pada tanggal 5 September 2014, muncul anggaran ganti rugi lahan
tersebut di APBK Perubahan 2014 dengan anggaran sebesar RP 2,5 Milyar dan
ditetapkan dalam Qanun APBK P No.5 Tahun 2014.
Mantan
Kadisperindagkop yang dicopot setelah tidak lama 'cairnya' anggaran ganti rugi
sebesar RP 2,5 Milyar tersebut, yakni Abdul Hadi, telah pernah bernyanyi secara
lantang di media bahwa persoalan ganti rugi lahan untuk pusat pembangunan pasar
tradisional tersebut bukanlah usulan dari dirinya.
Abdul
Hadi juga pernah membeberkan bahwa saat itu dirinya hanya menjalankan perintah
dari pimpinannya untuk membuat usulan, karena menurut Abdul Hadi, anggaran
untuk kegiatan itu sudah ada di bagian keuangan (DPPKA) dan rancangannya-pun
sudah disiapkkan oleh pihak Bapeda Kabupaten Aceh Tamiang.
Abdul
Hadi juga pernah bersuara di media bahwa usulan ganti rugi lahan tersebut sudah
direkayasa dokumennya dan menurut Abdul Hadi, seolah-olah dokumen yang sudah
dipersiapkan itu, sebagai alat pembuktian bagi TAPK Aceh Tamiang bahwa
jauh-jauh hari dirinya sudah membuat usulan ganti rugi lahan Asiong.
Abdul
Hadi pernah juga menyampaikan dirinya merasa ketakutan karena ada indikasi
bahwa orang lain yang memakan nangka, tetapi dirinya yang akan terkena
getahnya, karena menurutnya, pembuatan usulan ganti rugi lahan Asiong dibuat
setelah dinyatakan oleh pihak pimpinannya (Ketua TAPK_red), saat itu anggaran
sudah disiapkan oleh DPPKA serta rancangan dokumennya juga sudah disiapkan oleh
pihak Bapeda.
Bagi
Abdul Hadi, pekerjaan ini sangat rancu, karena secara ketentuan, sebuah usulan
harus dipersiapkan dulu jauh-jauh hari,
barulah nantinya akan muncul anggaran. Tapi untuk kegiatan ganti rugi lahan
Asiong, terbalik dari ketentuan, yakni anggaran sudah ada di DPPKA serta
rancangan dokumennya-pun sudah disiapkkan oleh pihak Bapeda, dan dirinya
disuruh membuat usulan saja oleh pimpinannya, yakni Ketua TAPK Eksekutif yang
notabene Sekda Aceh Tamiang.
Mantan
Kadisperindagkop yang kabarnya dicopot untuk menyelamatkan posisi Ketua TAPK
Eksekutif yang nota bene Sekda Aceh Tamiang, turut menyampaikan bahwa dirinya
merasa curiga terhadap sikap kepedulian sang Ketua DPRK Aceh Tamiang yang
terkesan berlebihan melakukan pemantauan terhadap kasus ganti rugi tanah
tersebut.
Abdul
Hadi juga pernah bercerita di media bahwa ketika saat pengurusan pencairan
anggaran ganti rugi tanah Asiong, Ketua DPRK Aceh Tamiang sangat sering
menelpon dirinya. Abdul Hadi juga pernah mengatakan, saat Ketua TAPK Eksekutif
menggelar rapat terkait permasalahan tersebut, Ketua DPRK Aceh Tamiang berupaya
hadir walaupun tanpa ada undangan.
Malah,
Abdul Hadi juga pernah sampaikan kepada pihak pekerja pers bahwa dana ganti
rugi lahan milik Asiong turut mengalir pada isteri Bupati Aceh Tamiang, IA.
Walaupun kemudian hari Abdul Hadi membantah bahasanya tersebut namun rekaman
nyanyiannya masih ada pada redaksi media online Lintas Atjeh.
Oleh
karenanya, masyarakat awam saja sulit untuk mempecayai bahwa kasus ganti rugi
lahan untuk lokasi pembangunan pasar tradisional di Kebun Tengah, Desa Bukit
Rata, Kecamatan Kejuruan Muda, sulit dibuktikan sebagai tindak pidana kejahatan
mencuri uang negara alias korupsi oleh Kejaksaan Negeri Kuala Simpang.
Publik
menganggap bahwa Kejari Kuala Simpang tidak berani mengusut tuntas kasus yang bernilai Rp. 2,5 M tersebut. Dan Irwan
menambahkan, sebaiknya Kepala Kejaksaan Negeri Kuala Simpang dicopot saja. Kita
akan anjurkan kepada Kajari untuk sekolah lagi agar lebih pintar dan bisa
kembali ke jalan yang benar.
"Karena
sering dikibulin oleh pejabat pemerintah, sekarang masyarakat sudah lumayan
pintar dan cerdas. Tidak ada permintaan yang lebih layak diajukan oleh
masyarakat Aceh Tamiang saat ini, selain mendesak Ketua TAPK, Ir. Razuardi
Ibrahim untuk menggelar konferensi pers," demikian tegas salah seorang
pemuda dan juga pegiat aktivis Aceh Tamiang, Irwan Agusti.[zf]