-->

Pembelian Lahan Asiong Mengindikasikan Pemerintahan Hamdan Sati Korup!

24 Maret, 2016, 21.45 WIB Last Updated 2016-03-24T14:45:55Z
IST
ACEH TAMIANG - Pembelian lahan semak belukar milik Asiong di Daerah Aliran Sungai (DAS), Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda untuk lokasi pusat pasar tradisional oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang senilai Rp. 2,5 Miliar mengindikasikan pemerintah di bawah kepemimpinan Bupati Hamdan Sati, korup!.

Hal ini disampaikan salah seorang yang mengklaim sebagai pihak perwakilan ahli waris pemilik lahan yang dijual Asiong kepada Pemkab Aceh Tamiang, yakni Meidy Dharma, kepada lintasatjeh.com, Kamis (24/3/2016).

Menurut Meidy, lahan yang dijual oleh Asiong kepada Pemkab Aceh Tamiang adalah lahan sengketa dan sertifikatnya bodong alias palsu. Awalnya pada tahun 2012 lalu lahan tersebut dibeli Asiong dari warga Jakarta dengan cara ilegal.

Meidy menduga kuat bahwa proses ganti rugi lahan dari pihak Asiong ke Pemkab Aceh Tamiang (Disperindagkop_red), juga tidak sesuai prosedur dan melanggar peraturan  perundang-undangan yang berlaku. 

Kata Meidy, pada saat Asiong membeli lahan sengketa tersebut pada tahun 2012 lalu, dirinya beserta pamannya yang bernama Yulius Yunus, melalui Haikal Lowyers Medan pernah melarang Asiong agar tidak membeli lahan yang masih dalam sengketa. Namun Asiong tidak menghiraukan, malah Asiong berusaha menyogok dirinya dengan bidang tanah seluas 2 (dua) rante dan uang dari tim Jakarta sejumlah Rp.15 Juta, tapi dirinya menolak. 

Lanjutnya, saat Asiong melakukan transaksi pembelian lahan yang terletak di Dusun Kamboja, Desa Bukit Rata, dengan pihak dari Jakarta yang mengaku pemilik lahan itu, Asiong tidak menyertakan perangkat Desa Bukit Rata dan juga pihak ahli waris HM Yunus yang selama ini mengklaim sebagai pemilik lahan yang sah.

Anehnya, saat Asiong membeli lahan tersebut, pihak dari Jakarta yang mengaku sebagai pemilik lahan tidak menunjukan lokasi lahannya kepada Asiong. Malah, Asiong sengaja menyembunyikan  pihak dari Jakarta itu di Hotel Grand Arya.

Ia pun mempertanyakan apakah Negara Indonesia memperbolehkan proses jual beli lahan seperti membeli kucing dalam karung dan pakai cara sembunyi-sembunyi? Peraturan jual beli lahan dari Negara mana yang mereka adopsi, dari Hongkong?.

Meidy menceritakan, ketika Asiong menjual lahan yang masih dipersengketakan oleh keluarganya tersebut, dirinya pernah menelpon Abdul Hadi yang saat itu masih menjabat Kadisperindagkop Aceh Tamiang dengan tujuan untuk memberitahukan bahwa lahan yang mau dibeli oleh Pemkab Aceh Tamiang dengan harga yang tidak masuk akal itu adalah lahan bermasalah dan masih dalam sengketa.

Meidy juga mengaku pernah menjumpai staf di Disperindagkop yang bernama Syahril dan Heri serta pernah menjumpai ajudan Bupati Aceh Tamiang, namun kata Meidy, lahan sengketa tersebut tetap saja dibeli oleh Pemkab Aceh Tamiang, melalui Disperindagkop.

Kemudian, Meidy berupaya mengkonfirmasi Camat Kejuruan Muda, ternyata jelas Meidy, Camat Kejuruan Muda mengatakan dirinya tidak pernah menandatangani surat jual beli lahan yang dijual oleh Asiong kepada Pemkab Aceh Tamiang. Kata Meidy, Camat Kejuruan Muda pernah disogok Asiong dengan sejumlah uang, namun ditolak oleh sang Camat yang bernama Aulia.

Meidy juga menjelaskan, dirinya merasa terkejut ketika mengkonfirmasi, Pj. Datok Desa Bukit Rata, Anggi Fahrian karena saat itu ketahuan bahwa Pj. Datok telah menandatangangi surat jual beli antara Asiong dengan Pemkab Aceh Tamiang yang berharga sangat menggila, Rp. 2,5 Miliar. 

"Pj. Datok Desa Bukit Rata yang saat itu sering terlihat bersama Haji Richad, diduga kuat telah menerima suap dari Asiong," kata Meidy blak-blakkan.

Meidy juga mengaku, saat datang ke BPN, dirinya mendapatkan warkat tanah dari sertifikat atas nama Nurdin Dadeh sangat tak masuk akal serta tidak prosudural karena tidak ada akte camat, tidak ada PBB dan juga tidak ada surat keterangan ukur dari Desa Bukit Rata, bahkan dari PPAT.

Meidy juga memberi tahu, ketika dirinya menegur pihak DPPKA, dirinya mendapatkan data kecurangan yang dilakukan Asiong tentang penggandaan (manipulasi) surat PBB atas nama Hj Hartati di atas surat PBB atas nama Alm H.M Yunus.

"Atas segala kejanggalan tersebut, saya menjumpai dan mengkomplain Ketua TAPK Eksekutif yang notabene Sekda Aceh Tamiang, Ir Razuardi Ibrahim. Ironisnya, Razuardi mengatakan kurang faham tentang kasus tanah Asiong yang dijual ke Pemkab Aceh Tamiang. Kemudian saya laporkan tentang kepemilikan lahan yang sah kepada pihak Kejari Kuala Simpang, melalui Pak I.L Nardo dan Pak Yusni," ungkap Meidy.

Mantan Kadisperindagkop Aceh Tamiang, Abdul Hadi, saat dikonfirmasi lintasatjeh.com, mengatakan bahwa saat proses ganti rugi lahan Asiong, dirinya pernah ditelpon oleh pihak yang mengaku sebagai perwakilan ahli waris yang sah atas lahan yang dijual Asiong.

"Saat itu saya mnyampaikan bahwa saya tidak paham tentang adanya kasus pada lahan milik Asiong dan saya menyampaikan kepada pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan yang sah agar melaporkan kepada pihak penegak hukum," kata Abdul Hadi.

Sedangkan Asiong, saat dikonfirmasi melalui sambungan per telepon tidak diangkat.

Sementara itu, wartawan senior di Kabupaten Aceh Tamiang, Muhammad Hanafiah yang akrap dipanggil Bang Agam menjelaskan, pembelian lahan Asiong oleh Pemkab Aceh Tamiang mengindikasikan bahwa Pemkab Aceh Tamiang dibawah kepemimpinan Bupati Hamdan Sati korup!

Dalam struktur Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang, ada sang Bupati, ada jabatan Bagian Hukum, ada Staf Ahli Bupati, ada Asisten I Bidang Administrasi dan Pemerintahan, ada Sekda, ada Camat, ada Datok Penghulu,ada Kepala dusun. Apakah ketika membeli lahan untuk lokasi pusat pasar tradisional di Dusun Kamboja, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda, dari Asiong dengan harga Rp. 2,5 Miliar, tidak ada yang memeriksa dan menganalisis semua dokumennya?

"Ada-ada saja para oknum petinggi dan pejabat di Pemkab Aceh Tamiang. Kalau sudah salah begini, semua terkesan lari dari tanggungjawab serta berpura-pura buta, tuli dan bisu," pungkasnya. [zf]
Komentar

Tampilkan

Terkini