IST |
ACEH TAMIANG - Pembelian lahan semak belukar milik Asiong di Daerah
Aliran Sungai (DAS), Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda untuk lokasi
pusat pasar tradisional oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang senilai
Rp. 2,5 Miliar mengindikasikan pemerintah di bawah kepemimpinan Bupati Hamdan
Sati, korup!.
Hal
ini disampaikan salah seorang yang mengklaim sebagai pihak perwakilan ahli
waris pemilik lahan yang dijual Asiong kepada Pemkab Aceh Tamiang, yakni Meidy
Dharma, kepada lintasatjeh.com, Kamis (24/3/2016).
Menurut
Meidy, lahan yang dijual oleh Asiong kepada Pemkab Aceh Tamiang adalah lahan
sengketa dan sertifikatnya bodong alias palsu. Awalnya pada tahun 2012 lalu
lahan tersebut dibeli Asiong dari warga Jakarta dengan cara ilegal.
Meidy
menduga kuat bahwa proses ganti rugi lahan dari pihak Asiong ke Pemkab Aceh
Tamiang (Disperindagkop_red), juga tidak sesuai prosedur dan melanggar
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Kata
Meidy, pada saat Asiong membeli lahan sengketa tersebut pada tahun 2012 lalu,
dirinya beserta pamannya yang bernama Yulius Yunus, melalui Haikal Lowyers
Medan pernah melarang Asiong agar tidak membeli lahan yang masih dalam
sengketa. Namun Asiong tidak menghiraukan, malah Asiong berusaha menyogok
dirinya dengan bidang tanah seluas 2 (dua) rante dan uang dari tim Jakarta
sejumlah Rp.15 Juta, tapi dirinya menolak.
Lanjutnya,
saat Asiong melakukan transaksi pembelian lahan yang terletak di Dusun Kamboja,
Desa Bukit Rata, dengan pihak dari Jakarta yang mengaku pemilik lahan itu,
Asiong tidak menyertakan perangkat Desa Bukit Rata dan juga pihak ahli waris HM
Yunus yang selama ini mengklaim sebagai pemilik lahan yang sah.
Anehnya,
saat Asiong membeli lahan tersebut, pihak dari Jakarta yang mengaku sebagai
pemilik lahan tidak menunjukan lokasi lahannya kepada Asiong. Malah, Asiong
sengaja menyembunyikan pihak dari Jakarta
itu di Hotel Grand Arya.
Ia
pun mempertanyakan apakah Negara Indonesia memperbolehkan proses jual beli
lahan seperti membeli kucing dalam karung dan pakai cara sembunyi-sembunyi?
Peraturan jual beli lahan dari Negara mana yang mereka adopsi, dari Hongkong?.
Meidy
menceritakan, ketika Asiong menjual lahan yang masih dipersengketakan oleh
keluarganya tersebut, dirinya pernah menelpon Abdul Hadi yang saat itu masih
menjabat Kadisperindagkop Aceh Tamiang dengan tujuan untuk memberitahukan bahwa
lahan yang mau dibeli oleh Pemkab Aceh Tamiang dengan harga yang tidak masuk
akal itu adalah lahan bermasalah dan masih dalam sengketa.
Meidy
juga mengaku pernah menjumpai staf di Disperindagkop yang bernama Syahril dan
Heri serta pernah menjumpai ajudan Bupati Aceh Tamiang, namun kata Meidy, lahan
sengketa tersebut tetap saja dibeli oleh Pemkab Aceh Tamiang, melalui
Disperindagkop.
Kemudian,
Meidy berupaya mengkonfirmasi Camat Kejuruan Muda, ternyata jelas Meidy, Camat
Kejuruan Muda mengatakan dirinya tidak pernah menandatangani surat jual beli
lahan yang dijual oleh Asiong kepada Pemkab Aceh Tamiang. Kata Meidy, Camat
Kejuruan Muda pernah disogok Asiong dengan sejumlah uang, namun ditolak oleh
sang Camat yang bernama Aulia.
Meidy
juga menjelaskan, dirinya merasa terkejut ketika mengkonfirmasi, Pj. Datok Desa
Bukit Rata, Anggi Fahrian karena saat itu ketahuan bahwa Pj. Datok telah
menandatangangi surat jual beli antara Asiong dengan Pemkab Aceh Tamiang yang
berharga sangat menggila, Rp. 2,5 Miliar.
"Pj.
Datok Desa Bukit Rata yang saat itu sering terlihat bersama Haji Richad, diduga
kuat telah menerima suap dari Asiong," kata Meidy blak-blakkan.
Meidy
juga mengaku, saat datang ke BPN, dirinya mendapatkan warkat tanah dari
sertifikat atas nama Nurdin Dadeh sangat tak masuk akal serta tidak prosudural
karena tidak ada akte camat, tidak ada PBB dan juga tidak ada surat keterangan
ukur dari Desa Bukit Rata, bahkan dari PPAT.
Meidy
juga memberi tahu, ketika dirinya menegur pihak DPPKA, dirinya mendapatkan data
kecurangan yang dilakukan Asiong tentang penggandaan (manipulasi) surat PBB
atas nama Hj Hartati di atas surat PBB atas nama Alm H.M Yunus.
"Atas
segala kejanggalan tersebut, saya menjumpai dan mengkomplain Ketua TAPK
Eksekutif yang notabene Sekda Aceh Tamiang, Ir Razuardi Ibrahim. Ironisnya,
Razuardi mengatakan kurang faham tentang kasus tanah Asiong yang dijual ke
Pemkab Aceh Tamiang. Kemudian saya laporkan tentang kepemilikan lahan yang sah
kepada pihak Kejari Kuala Simpang, melalui Pak I.L Nardo dan Pak Yusni," ungkap
Meidy.
Mantan
Kadisperindagkop Aceh Tamiang, Abdul Hadi, saat dikonfirmasi lintasatjeh.com,
mengatakan bahwa saat proses ganti rugi lahan Asiong, dirinya pernah ditelpon
oleh pihak yang mengaku sebagai perwakilan ahli waris yang sah atas lahan yang
dijual Asiong.
"Saat
itu saya mnyampaikan bahwa saya tidak paham tentang adanya kasus pada lahan
milik Asiong dan saya menyampaikan kepada pihak yang mengaku sebagai pemilik
lahan yang sah agar melaporkan kepada pihak penegak hukum," kata Abdul
Hadi.
Sedangkan
Asiong, saat dikonfirmasi melalui sambungan per telepon tidak diangkat.
Sementara
itu, wartawan senior di Kabupaten Aceh Tamiang, Muhammad Hanafiah yang akrap
dipanggil Bang Agam menjelaskan, pembelian lahan Asiong oleh Pemkab Aceh
Tamiang mengindikasikan bahwa Pemkab Aceh Tamiang dibawah kepemimpinan Bupati
Hamdan Sati korup!
Dalam
struktur Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang, ada sang Bupati, ada
jabatan Bagian Hukum, ada Staf Ahli Bupati, ada Asisten I Bidang Administrasi
dan Pemerintahan, ada Sekda, ada Camat, ada Datok Penghulu,ada Kepala dusun.
Apakah ketika membeli lahan untuk lokasi pusat pasar tradisional di Dusun
Kamboja, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda, dari Asiong dengan harga Rp.
2,5 Miliar, tidak ada yang memeriksa dan menganalisis semua dokumennya?
"Ada-ada
saja para oknum petinggi dan pejabat di Pemkab Aceh Tamiang. Kalau sudah salah
begini, semua terkesan lari dari tanggungjawab serta berpura-pura buta, tuli dan
bisu," pungkasnya. [zf]