Ir. Razuardi Ibrahim |
ACEH
TAMIANG
- Kasus ganti rugi lahan untuk pasar tradisional di Desa Bukit Rata, Kecamatan
Kejuruan Muda yang dibeli oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, melalui
Disperindagkop, dari pengusaha keturunan Tionghoa, Suherli alias Asiong,
terindikasi sebagai kejahatan yang sangat besar.
Hal ini
disampaikan oleh salah seorang ahli waris dari pemilik yang sah atas bidang
tanah yang dibeli Pemkab Aceh Tamiang dari pihak Asiong, Meidy Dharma kepada
lintasatjeh.com, Senin (7/3/16).
Kata Meidy,
surat tanah (sertifikat) yang dibeli oleh Pemkab Atam dari Asiong adalah surat
tanah bodong yang dibeli dari warga Jakarta, dan telah direkayasa oleh mantan guru
SMP Negeri 1 Kuala Simpang yang berdomisili di Benua Raja, bernama Noeraika
beserta mantan Camat Kota Kuala
Simpang, Helmi, SE.
Meidy juga
menjelaskan, saat Asiong menjual bidang tanah tersebut ke Pemkab Aceh Tamiang,
Asiong melampirkan surat PBB palsu a/n Hj. Hartaty, karena sertifikat tanah a/n
Nurdin Dadeh yang dibeli Asiong tidak ada PBB-nya (pembuatan sertifika
direkayasa_red).
"Surat PBB
a/n Hj. Hartaty bukanlah surat PBB tanah yang jual Asiong kepada Pemkab Atam,
melainkan surat PBB atas tanah yang berada di blok 2 (dua), tepatnya berada di
seberang lokasi tanah yang dijual Asiong. Agar Pemkab Aceh Tamiang tidak ditipu
mentah-mentah oleh Asiong, saya pernah memberikan dokumen surat palsu itu
kepada Ketua TAPK Eksekutif Aceh Tamiang, Ir. Razuardi Ibrahim. Namun anehnya,
sampai saat ini Razuardi tidak pernah memperikan tanggapan apapun," jelas
Meidy secara blak-blakan.
Selain itu,
indikasi kejahatan lainnya terkait hal tersebut adalah anggaran ganti rugi
lahan untuk lokasi pasar tradisional berharga Rp.2,5 M tidak pernah dibahas dan
juga tidak pernah ada persetujuan dari Banggar DPRK Aceh Tamiang pada
pembahasan APBK Perubahan TA 2014 lalu. Namun, secara tiba-tiba muncul
anggarannya.
Hal ini diperkuat
dari hasil konfirmasi dengan beberapa anggota Banggar DPRK Aceh Tamiang Tahun
2014, diantaranya dengan salah seorang anggota dewan dari Partai Aceh (PA),
Juniati, S.Farm serta
dengan Juanda, SIP, dari
Partai Amanat Nasional (PAN).
Ketika
dikonfirmasi lintasatjeh.com, beberapa waktu yang lalu, Juniati dan Juanda
menyampaikan bahwa seingat mereka, usulan ganti rugi lahan untuk pasar
tradisional tidak pernah ada pembahasan di Badan Anggaran
(Banggar) DPRK Aceh Tamiang Tahun 2014.
Atas dasar itu,
seorang wartawan senior di Kabupaten Aceh Tamiang, Muhammad Hanafiah, yang
akrab dipanggil Bang Agam, secara terang-terangan menyampaikan bahwa pengadaan
tanah tersebut disinyalir beraroma KKN dan terindikasi adanya pembangkangan
terhadap UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah dirubah dengan UU Nomor 20
Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta adanya dugaan
pelanggaran terhadap UU Nomor 28 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Agam juga
menduga bahwa kasus pengadaan tanah yang diklaim milik Asiong, telah
dipermainkan dan terjadi 'kongkalikong' atau perselingkuhan yang sangat mesra
antara pihak eksekutif dengan legislatif di Kabupaten Aceh Tamiang, sehingga
pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuala Simpang terkesan tidak berani mengusut
kasus besar itu secara tuntas. Agam setuju bila kasus tersebut diambil alih
oleh Kejaksaan Tinggi Aceh.
“Semua pihak
yang diduga terlibat dalam kasus yang beraroma KKN pada pembebasan tanah di
Kebun Tengah, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda harus secepatnya
ditetapkan sebagai tersangka dan segera dijebloskan dalam penjara, termasuk
Ketua TAPK Eksekutif yang juga notabene Sekda Aceh Tamiang," tegas Agam.