BANDA
ACEH - Forum Pemuda Aceh Singkil Serantau (For-PASS) mengajak seluruh elemen
masyarakat baik dari kalangan pemerintah, pemuda, mahasiswa, pengusaha,
profesional, akademisi maupun politisi untuk bahu membahu bersama membangun
Aceh Singkil yang kini merupakan satu-satunya kabupaten tertinggal di Aceh.
Penetapan Aceh Singkil sebagai satu dari
122 Kabupaten tertinggal di Indonesia tersebut termaktub di dalam Peraturan
Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang penetapan daerah tertinggal. Berdasarkan
Perpres tersebut ada 6 indikator utama yang dijadikan ukuran suatu daerah
dikatakan tertinggal yakni perekonomian masyarakat, sumber daya manusia,
infrastruktur publik, aksesibilitas, celah fiskal, dan karakteristik daerah.
“Keenam indikator tersebut hendaknya
menjadi perhatian khusus untuk membangun Aceh Singkil secara terintegrasi. Padahal
jika kita tinjau lebih jauh Kabupaten Aceh Singkil secara geografis juga
merupakan kawasan strategis nasional, dikarenakan adanya wilayah di Aceh
Singkil yang termasuk pulau terluar. Dan ini menjadi salah satu ruang untuk
mendorong pembangunan Aceh Singkil sehingga terbebas dari ketertinggalan,”
demikian dikatakan Koordinator For-PASS,
Syafriadi kepada lintasatjeh.com, melalui siaran persnya, Rabu (30/3/2016).
Menurut Syafriadi, di sektor
perekonomian masyarakat, bagaimana potensi unggulan di daerah tersebut seperti perkebunan
dan kelautan dapat dikelola dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, mengurangi angka pengangguran dan menekan tingkat kemiskinan.
Misalkan dengan upaya penguatan sentra
produksi perkebunan berbasis komoditi unggulan. Tidak hanya itu, di sektor
perikanan potensi laut Aceh Singkil yang sangat luar biasa dapat dijadikan
kekuatan untuk membangun ekonomi masyarakat, tinggal lagi bagaimana masyarakat
dibina dan diberdayakan untuk pengelolaan potensi tersebut.
“Belum lagi alam Aceh Singkil dengan potensi
wisata laut yang begitu menawan ditambah dengan situs-situs sejarah dan budaya
menjadi peluang yang cukup besar untuk pembangunan di sektor wisata yang bakal
menggiurkan para wisatawan domestik dan manca negara. Tetapi, tentunya semua
potensi tersebut harus dikelola secara terintregasi bukan setengah hati,”
tegasnya.
Tak kalah penting, sumber daya manusia
harus ditingkatkan melalui penguatan fasilitas pendidikan, peningkatan kwalitas
tenaga pengajar, hingga pemberian beasiswa penuh bagi putra putri terbaik Aceh
Singkil. Terutama untuk kalangan masyarakat dapat disekolahkan ke berbagai
lembaga pendidikan di dalam maupun luar negeri. Apalagi selama ini banyak
putra-puteri daerah yang memiliki kemampuan brilian tetapi karena faktor
ekonomi, tidak dapat melanjutkan pendidikan. Secara bertahap dengan semakin
banyaknya putra putri Aceh Singkil yang terdidik maka akan meningkatkan harkat
dan martabat daerah serta berdampak kepada peningkatan perekonomian.
“Jika kita refleksi ke belakang, nama
universitas terkemuka di Aceh yakni Unsyiah juga diambil dari nama salah satu
tokoh tersohor dari Aceh Singkil yakni Syekh Abdurrauf As-Singkily. Sungguh
miris ketika di daerah asal tokoh kharismatik Aceh tersebut kini pendidikannya
memprihatinkan bahkan angka melek huruf dan masyarakat putus sekolahnya relatif
masih tinggi,” sindirnya.
Kita juga berharap ke depan adanya
produk unggulan kabupaten (prukab) Aceh Singkil yang mampu bersaing hingga ke
pasar lokal dan luar negeri. Dari aspek insfrastruktur publik seperti sarana
ibadah, sanitasi air bersih, dan infrastruktur publik lainnya yang menjadi
kebutuhan masyarakat hendaknya dibangun. Apalagi begitu banyak rumah ibadah
seperti mesjid-mesjid bahkan pesantren yang masih belum sesuai standar kelayakan.
Terkait aksesibilitas selain jalan
lintas kabupaten yang harus diperbaiki, tak kalah pentingnya bagaimana
jalan-jalan produktif dan jalan perkebunan dapat dioptimalkan, sehingga
mempermudah mobilitas hasil produksi perkebunan masyarakat. Faktor
aksesibilitas ini sangat mempengaruhi terhadap stabilitas harga barang yang
pada akhirnya akan berdampak pada perekonomian daerah. Begitu pula sangat
penting dilakukan peningkatan akses informasi kepada masyarakat, sehingga
masyarakat dapat terbebas dari isolasi informasi dan meningkatkan pengetahuan
dan wawasan masyarakat di Bumi Syekh Abdur-Rauf As- Singkili.
“Namun demikian, tidak bisa kita nafikan
faktor karakteristik daerah berupa alam banjir yang kerap melanda masyarakat Aceh
Singkil. Bencana ini seakan-akan telah menjadi langganan rutin kabupaten Aceh
Singkil tiap tahunnya. Hal itu perlu dilihat apakah faktor pendangkalan sungai
sehingga sungai dapat menampung debit air ketika hujan, sistem drainase yang
belum memadai,” urai Syafriadi.
Masih beber dia, dan perlunya koordinasi
dengan kabupaten di hulu sungai Aceh Singkil itu sendiri untuk memaksimalkan
terkait penanganan sektor kehutanan untuk mengurangi debit air kiriman dari
wilayah hulu ke hilir atau faktor lainnya yang menjadi permasalahan. Sehingga
dapat diatasi dan diminimalisir agar masyarakat tidak terus menerus menjadi
korba bencana musiman tersebut.
Secara bertahap dengan
penguatan-penguatan di berbagai sektor diatas akan berhubungan dengan celah
Fiskal Aceh Singkil. Ketika stabilitas perekonomian Aceh Singkil maksimal,
perputaran uang di masyarakat banyak, pastinya akan meningkatkan pendapatan
asli daerah sehingga mempengaruhi secara langsung celah fiskal daerah tersebut.
Permasalahan yang sangat kompleks tersebut tentunya bukanlah hal mudah untuk
diatasi, kendatipun demikian bukan berarti kita menyerah dengan keadaan.
“Hal yang terpenting menurut kami
bagaimana semua elemen siap untuk bersinergi untuk membangun Aceh Singkil
secara terintegrasi, baik dari dalam maupun dari luar Aceh Singkil dilintas
profesi dan disiplin keilmuan. Mari kita bersama-sama, insya Allah Aceh Singkil
akan terbebas dari ketertinggalan, kami yakin akan lahir konsep-konsep dan
solusi-solusi yang efektif untuk membangun Aceh Singkil,” pungkas Koordinator For-PASS, Syafriadi.[Rls]