-->

Fakta Baru Kasus Lahan Asiong

04 Maret, 2016, 16.32 WIB Last Updated 2016-03-04T09:33:01Z
Meidy
ACEH TAMIANG - Sekian lama kasus bergulir namun belum menemui titik terang. Kasus pemufakatan jahat bak lingkaran setan ini diduga sangat banyak melibatkan oknum pejabat tinggi di Aceh Tamiang baik oknum yang ada di eksekutif maupun oknum pejabat tinggi di legislatif.

Kasus tersebut terkait dengan adanya dugaan mark up ganti rugi lahan yang katanya milik Asiong seharga Rp.2,5 Milyar untuk lahan pasar tradisional di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang.

Ganti rugi lahan untuk lahan pasar tradisional di Kebun Tengah, terindikasi sebagai kejahatan yang sangat komplek.

Selain proses ganti rugi yang terindikasi bermasalah, status tanah yang dijual oleh Asiong kepada pihak Pemkab Aceh Tamiang (Disperindagkop_red), dengan harga yang sangat menjulang tinggi tersebut diduga tidak jelas alias bodong.

Bidang tanah yang dijual oleh Asiong kepada Pemkab Aceh Tamiang adalah milik Alm H.M. Yunus, SH, yang dikuasai semenjak tahun 1985 lalu. Namun surat tanah tersebut dicuri oleh menantu Alm H.M. Yunus yang berinisial Nurdin Dadeh. 

Pada tahun 2001, Nurdin Dadeh membuat sertifikat di tanah yang surat aslinya dicuri dari sang mertua dan baru dua tahun kemudian, tepatnya tahun 2003 kejahatan yang dilakukan oleh Nurdin Dadeh diketahui oleh anak tertua dari Alm H.M. Yunus, SH, bernama Bayhaqi Yunus.

Kemudian, Bayhaqi Yunus menggugat kejahatan yang dilakukan oleh adik iparnya, Nurdin Dadeh. Atas gugatan yang diajukan Bayhaqi Yunus terhadap Nurdin Dadeh maka terjadilah perdamaian secara kekeluargaan dengan kesepakatan yakni, sertifikat bodong yang telah dibuat secara sepihak oleh Nurdin Dadeh harus dimusnahkan atau dibatalkan. Lalu gugatan dari Bayhaqi Yunus terhadap Nurdin Dadeh dicabut, dan Nurdin Dadeh diminta segera menyerahkan sertifikat yang telah diubah secara sepihak tersebut kepada keluarga Alm H.M. Yunus, SH.

Namun setelah kenduri damai, sertifikat tidak juga dikembalikan oleh Nurdin Dadeh dan karena merasa ditipu, anak tertua Alm. H.M Yunus, yakni Bayhaqi Yunus melaporkan Nurdin Dadeh ke pihak kepolisian dan secara mendadak Nurdin Dadeh meninggal dunia.

Anehnya! Tiba-tiba mencuat khabar bahwa bidang tanah milik Alm. H.M. Yunus, SH, yang dicuri suratnya oleh sang menantu, Nurdin Dadeh, telah dijual oleh istri Nurdin Dadeh yang bernama Hj .Hartaty (adik kandung Bayhaqi Yunus, yang juga anak kandung Alm. H.M. Yunus SH_red) beserta para anaknya kepada pengusaha Tionghoa yang berdomisili di Kuala Simpang, Asiong.

Hal tersebut diungkapkan salah seorang anak laki-laki dari Alm. Bayhaqi Yunus, yang juga cucu dari Alm. H.M. Yunus SH, yaitu Meidy Dharma kepada lintasatjeh.com, Jum'at (4/2/2016).

Menurut Meidy Dharma, pihak Asiong dan juga Pemkab Aceh Tamiang mengetahui tanah tersebut dalam sengketa. Dan Meidy juga menyampaikan berkali-kali kepada Asiong bahwa pemilik yang sah atas bidang tanah tersebut adalah Alm. H.M Yunus SH, bukan Nurdin Dadeh.

"Nurdin Dadeh adalah pencuri surat tanah atas nama H.M Yunus dan surat yang dicuri tersebut diganti nama dirinya. Yang turut membantu kejahatan Nurdin Dadeh adalah seorang mantan guru yang berdomisili di Desa Benua Raja, yang bernama Noeraika," ujar Meidy.

Kata Meidy, dirinya sudah berkali-kali mengatakan kepada Asiong bahwa sertifikat tanah yang dibelinya dari orang Jakarta tersebut memang asli, namun tidak ada dasar/warkat atas bidang tanah, buktinya di Desa Bukit Rata, tidak ada yang bernama Nurdin Dadeh sebagai pemohon tanah.

"Di Kecamatan Kejuruan Muda juga tidak ada nama pembuatan akta atau PBB yang bernama Nurdin Dadeh. Namun Asiong terkesan tidak menghiraukan Asiong ucapan saya, malah dengan sengaja Asiong  menjual tanah bermasalah tersebut ke Pemkab Aceh Tamiang, melalui Disperindagkop yang saat itu dikepalai oleh Abdul Hadi," katanya.

Maidy juga pernah menyampaikan bahwa pihak yang terlibat membantu Nurdin Dadeh dalam hal membuat sertifikat tanah bodong, yakni ibu Noeraika telah mengakui kesalahan yang telah dirinya perbuat (testimoni dari ibu Noeraika telah diposting melalui akun facebooknya tertanggal 29 Desember 2015, sekira pukul 9.34 WIB).

Ironisnya lagi, pihak Pemkab Aceh Tamiang tidak terlebih dahulu menelusuri tentang  surat atas bidang tanah yang dijual oleh Asiong seharga Rp.2,5 Milyar. Yang menjadi pertanyaan adalah, walau sudah diberitahu bahwa status tanah bermasalah, tetapi kenapa Pemkab Aceh Tamiang tetap  membeli tanah tersebut?

"Kami selaku ahli waris dari pemilik tanah yang sah akan menggugat Pemkab Aceh Tamiang jika suatu waktu tanah tersebut dieksekusi," demikian ungkap Meidy Dharma.

Namun, telepon pihak penjual tanah untuk lahan pasar tradisional di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata, Asiong, saat dikonfirmasi tidak menjawabnya.

Sedangkan mantan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Aceh Tamiang yang dicopot karena kasus tersebut, Abdul Hadi, mulanya mengatakan tidak pernah mengenal perwakilan ahli waris yang bernama Meidy Dharma.

Namun ketika wartawan lintasatjeh.com, mengingatkan tentang komentar Abdul Hadi beberapa waktu lalu yang pernah mengatakan agar pihak yang mengklaim pemilik tanah yang sah, silakan lapor ke pihak penegak hukum, Abdul Hadi terkesan seperti orang kelagapan dan mengatakan dirinya lupa.

Abdul Hadi menambahkan, bahwa dirinya tidak tahu menahu tentang adanya permasalahan tanah tersebut. Abdul Hadi menjelaskan bahwa itu urusan Asiong dan Asiong lah yang bertanggungjawab jika terjadi masalah dengan status tanah.

Sementara itu, pihak yang diduga terlibat kejahatan penggantian surat atas nama Nurdin Dadeh, yakni Noeraika, ketika dihubungi melalui telepon mulanya diangkat namun ketika dikonfirmasi, secara tiba-tiba Noeraika mematikan handponenya. Dan setelah itu dikirim pesan melalui SMS juga tidak dibalas.[Redaksi]
Komentar

Tampilkan

Terkini