Meidy |
ACEH TAMIANG - Sekian lama kasus bergulir namun belum menemui titik
terang. Kasus pemufakatan jahat bak lingkaran setan ini diduga sangat banyak
melibatkan oknum pejabat tinggi di Aceh Tamiang baik oknum yang ada di eksekutif
maupun oknum pejabat tinggi di legislatif.
Kasus
tersebut terkait dengan adanya dugaan mark up ganti rugi lahan yang katanya
milik Asiong seharga Rp.2,5 Milyar untuk lahan pasar tradisional di Kebun
Tengah, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang.
Ganti
rugi lahan untuk lahan pasar tradisional di Kebun Tengah, terindikasi sebagai
kejahatan yang sangat komplek.
Selain
proses ganti rugi yang terindikasi bermasalah, status tanah yang dijual oleh
Asiong kepada pihak Pemkab Aceh Tamiang (Disperindagkop_red), dengan harga yang
sangat menjulang tinggi tersebut diduga tidak jelas alias bodong.
Bidang
tanah yang dijual oleh Asiong kepada Pemkab Aceh Tamiang adalah milik Alm H.M.
Yunus, SH, yang dikuasai semenjak tahun 1985 lalu. Namun surat tanah tersebut
dicuri oleh menantu Alm H.M. Yunus yang berinisial Nurdin Dadeh.
Pada
tahun 2001, Nurdin Dadeh membuat sertifikat di tanah yang surat aslinya dicuri
dari sang mertua dan baru dua tahun kemudian, tepatnya tahun 2003 kejahatan
yang dilakukan oleh Nurdin Dadeh diketahui oleh anak tertua dari Alm H.M.
Yunus, SH, bernama Bayhaqi Yunus.
Kemudian,
Bayhaqi Yunus menggugat kejahatan yang dilakukan oleh adik iparnya, Nurdin
Dadeh. Atas gugatan yang diajukan Bayhaqi Yunus terhadap Nurdin Dadeh maka
terjadilah perdamaian secara kekeluargaan dengan kesepakatan yakni, sertifikat
bodong yang telah dibuat secara sepihak oleh Nurdin Dadeh harus dimusnahkan
atau dibatalkan. Lalu gugatan dari Bayhaqi Yunus terhadap Nurdin Dadeh dicabut,
dan Nurdin Dadeh diminta segera menyerahkan sertifikat yang telah diubah secara
sepihak tersebut kepada keluarga Alm H.M. Yunus, SH.
Namun
setelah kenduri damai, sertifikat tidak juga dikembalikan oleh Nurdin Dadeh dan
karena merasa ditipu, anak tertua Alm. H.M Yunus, yakni Bayhaqi Yunus
melaporkan Nurdin Dadeh ke pihak kepolisian dan secara mendadak Nurdin Dadeh
meninggal dunia.
Anehnya!
Tiba-tiba mencuat khabar bahwa bidang tanah milik Alm. H.M. Yunus, SH, yang
dicuri suratnya oleh sang menantu, Nurdin Dadeh, telah dijual oleh istri Nurdin
Dadeh yang bernama Hj .Hartaty (adik kandung Bayhaqi Yunus, yang juga anak
kandung Alm. H.M. Yunus SH_red) beserta para anaknya kepada pengusaha Tionghoa
yang berdomisili di Kuala Simpang, Asiong.
Hal
tersebut diungkapkan salah seorang anak laki-laki dari Alm. Bayhaqi Yunus, yang
juga cucu dari Alm. H.M. Yunus SH, yaitu Meidy Dharma kepada lintasatjeh.com,
Jum'at (4/2/2016).
Menurut
Meidy Dharma, pihak Asiong dan juga Pemkab Aceh Tamiang mengetahui tanah
tersebut dalam sengketa. Dan Meidy juga menyampaikan berkali-kali kepada Asiong
bahwa pemilik yang sah atas bidang tanah tersebut adalah Alm. H.M Yunus SH,
bukan Nurdin Dadeh.
"Nurdin
Dadeh adalah pencuri surat tanah atas nama H.M Yunus dan surat yang dicuri
tersebut diganti nama dirinya. Yang turut membantu kejahatan Nurdin Dadeh
adalah seorang mantan guru yang berdomisili di Desa Benua Raja, yang bernama
Noeraika," ujar Meidy.
Kata
Meidy, dirinya sudah berkali-kali mengatakan kepada Asiong bahwa sertifikat
tanah yang dibelinya dari orang Jakarta tersebut memang asli, namun tidak ada
dasar/warkat atas bidang tanah, buktinya di Desa Bukit Rata, tidak ada yang
bernama Nurdin Dadeh sebagai pemohon tanah.
"Di
Kecamatan Kejuruan Muda juga tidak ada nama pembuatan akta atau PBB yang
bernama Nurdin Dadeh. Namun Asiong terkesan tidak menghiraukan Asiong ucapan
saya, malah dengan sengaja Asiong
menjual tanah bermasalah tersebut ke Pemkab Aceh Tamiang, melalui
Disperindagkop yang saat itu dikepalai oleh Abdul Hadi," katanya.
Maidy
juga pernah menyampaikan bahwa pihak yang terlibat membantu Nurdin Dadeh dalam
hal membuat sertifikat tanah bodong, yakni ibu Noeraika telah mengakui
kesalahan yang telah dirinya perbuat (testimoni dari ibu Noeraika telah
diposting melalui akun facebooknya tertanggal 29 Desember 2015, sekira pukul
9.34 WIB).
Ironisnya
lagi, pihak Pemkab Aceh Tamiang tidak terlebih dahulu menelusuri tentang surat atas bidang tanah yang dijual oleh
Asiong seharga Rp.2,5 Milyar. Yang menjadi pertanyaan adalah, walau sudah
diberitahu bahwa status tanah bermasalah, tetapi kenapa Pemkab Aceh Tamiang
tetap membeli tanah tersebut?
"Kami
selaku ahli waris dari pemilik tanah yang sah akan menggugat Pemkab Aceh
Tamiang jika suatu waktu tanah tersebut dieksekusi," demikian ungkap Meidy
Dharma.
Namun,
telepon pihak penjual tanah untuk lahan pasar tradisional di Kebun Tengah, Desa
Bukit Rata, Asiong, saat dikonfirmasi tidak menjawabnya.
Sedangkan
mantan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Aceh Tamiang yang
dicopot karena kasus tersebut, Abdul Hadi, mulanya mengatakan tidak pernah
mengenal perwakilan ahli waris yang bernama Meidy Dharma.
Namun
ketika wartawan lintasatjeh.com, mengingatkan tentang komentar Abdul Hadi
beberapa waktu lalu yang pernah mengatakan agar pihak yang mengklaim pemilik
tanah yang sah, silakan lapor ke pihak penegak hukum, Abdul Hadi terkesan
seperti orang kelagapan dan mengatakan dirinya lupa.
Abdul
Hadi menambahkan, bahwa dirinya tidak tahu menahu tentang adanya permasalahan
tanah tersebut. Abdul Hadi menjelaskan bahwa itu urusan Asiong dan Asiong lah
yang bertanggungjawab jika terjadi masalah dengan status tanah.
Sementara
itu, pihak yang diduga terlibat kejahatan penggantian surat atas nama Nurdin
Dadeh, yakni Noeraika, ketika dihubungi melalui telepon mulanya diangkat namun
ketika dikonfirmasi, secara tiba-tiba Noeraika mematikan handponenya. Dan
setelah itu dikirim pesan melalui SMS juga tidak dibalas.[Redaksi]