ACEH TAMIANG - Tamiang pada awalnya merupakan satu
kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaannya dibawah pimpinan seorang Raja
Muda Sedia yang memerintah selama tahun 1330-1366 M. Pada masa kerajaan
tersebut, wilayah Tamiang dibatasi oleh Sungai Raya/Selat Malaka di bagian
Utara, Besitang di bagian Selatan, Selat Malaka di bagian Timur dan Gunung
Segama (Gunung Bendahara/Wilhelmina Gebergte), di bagian Barat.
Raja Tamiang memiliki seorang putri yang sangat cantik
jelita. Dialah yang bernama Potuan Putri Meuga Gema yang lebih dikenal dengan
Putri Rindu Bulan. Pesona kecantikannya mampu membuat siapa saja lupa akan
indahnya rembulan. Sehingga wajarlah jika julukan Lindung Bulan melekat
padanya.
Putri Rindu Bulan yang dikabarkan akan ditunangkan dengan
Pangeran dari Kerajaan Peureulak, menjadi sorotan bagi raja-raja dibeberapa
kerajaan untuk mempersunting dirinya, tak terkecuali Patih Kerajaan Majapahit
yang dikenal dengan sumpah palapanya, yakni Gajah Mada.
Menurut lisan leluhur, sebab umum pasukan Majapahit yang
memasuki kawasan Aceh Tamiang dikarenakan panglima tersebut hendak
mempersatukan nusantara, hingga rela tak mengkonsumsi buah kelapa.
Namun dibalik itu, ternyata sebab khususnya adalah karena
lelaki yang dipercaya sebagai pemersatu bangsa itu terpikat atas keindahan dan
kecantikan putri bungsu Raja Muda Sedia yaitu Putri Lindung Bulan, untuk
dijadikan hadiah bagi sang Raja Prabu Hayam Wuruk.
Alkisah, disuatu masa setelah Gajah Mada mengucapkan sumpah
palapa untuk menyatukan nusantara, maka Gajah Mada beserta pasukan dari
Kerajaan Majapahit yang jumlahnya ribuan orang, berupaya menyerbu raja-raja
yang berkisar di kepulauan Jawa.
Setelah puas dengan kemenangannya, maka Majapahit segera
menyebar ke kawasan dipulau Sumatera dan pulau-pulau lainnya. Saat itu hampir
keseluruhan pulau Sumatera dikuasai oleh Kerajaan Aceh yang menaungi
kerajaan-kerajaan kecil lainnya.
Satu persatu kerajaan dari Palembang, Padang, tumbang
dihancurkan dan ditaklukkan oleh sang Panglima Gajah Mada. Suatu hari tibalah
pertarungan oleh Pasukan Kerajaan Majapahit dengan Pasukan Kesultanan Deli,
namun Kesultanan Deli tidak mampu bertahan lama dan akhirnya takluk juga.
Pasukan Gajah Mada terus menjelajah, kemudian penyerangan
itu berlanjut ke Tamiang dengan berpangkalan di daerah Manyak Payed.
Penyerangan berawal ketika Putri Bungsu Lindung Bulan yang kecantikannya luar
biasa itu tersiar ke telinga Patih Gajah Mada. Karena pinangannya saat itu
ditolak oleh Raja Muda Sedia, maka Gajah Mada merasa tersinggung lalu menyerang
Kerajaan Benua Tamiang.
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dikirimlah seorang
utusan ke Kuta Radja untuk meminta bantuan bala tentara. Sultan Aceh menyetujui
mobilisasi pasukan khas didampingi oleh 7 (tujuh) panglima perang yang kononnya
punya ilmu kebal.
Selang beberapa minggu berhadapanlah pasukan Gajah Mada
dengan pasukan Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Panglima Hantom Manoe. Dan
Hantom Manoe (tidak pernah mandi_red), bukanlah nama aslinya, melainkan nama
yang diambil dari kata hana mano, sebab panglima tersebut dilarang mandi guna
menjaga kekebalan tubuhnya.
Perang berkecamuk dengan hebatnya selama tujuh hari tujuh
malam, dan akhirnya Gajah Mada terbunuh ditikam oleh panglima dari Kerajaan
Aceh. Akhirnya pasukan Kerajaan Majapahit mundur teratur untuk balik ke
kampungnya dan meratapi kesedihan akibat kekalahan.
Untuk mengenang kemenangan Kerajaan Aceh terhadap pasukan
Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit tersebut, maka kampung/lokasi tempat
pertempuran di daerah Aceh Tamiang tersebut dinamakan menjadi kampung Manyak Pahit,
adopsi dari nama Kerajaan Majapahit. Kampung ini tidak jauh dari kampung
Pahlawan Kecamatan Karang Baru.
Majapahit diambil dari buah maja yang pahit, namun oleh
panglima Kerajaan Aceh, kawasan tersebut diplesetkan menjadi Manyak Pahet, yang
artinya anak kecil yang pahit.
Mungkin hanya untuk menunjukkan bahwa Gajah Mada dan
pasukannya terhenti di kawasan ini, ataupun mungkin karena dialek orang Aceh
yang kesusahan untuk mengucakan kata-kata Majapahit secara fasih dan akhirnya
menjadi Manyak Pahet.
Pada cerita rakyat secara umum, Gajah Mada menghilang karena
menuju Nirwana (terbang ke surga akibat bertapa dan menjadi dewa), namun hal
tersebut menurut pengalaman lisan leluhur Aceh Tamiang, kisah menuju Nirwana
merupakan kedok dari pasukan Gajah Mada untuk menjaga moral dan nama baik agar
tetap tinggi dan tidak malu akibat gagalnya Gajah Mada memenuhi sumpah palapa.
Sayangnya, sampai saat ini legenda tewasnya Patih Gajah Mada
di tanah Tamiang belum pernah dijadikan objek kajian penelitian
(observasi_red), sejarah secara lebih lanjut yang akan dapat memberi banyak
pengetahuan dan kemasalahatan bagi orang banyak.
Didasari oleh semangat untuk mengupas tentang kebenaran
legenda para leluhur di Tamiang dan dikuatkan dengan beberapa bukti fisik
lainnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten(DPRK) Aceh Tamiang,
Juanda SIP, sangat berniat untuk menelusuri jejak-jejak Patih Gajah Mada di
Kabupaten Aceh Tamiang, tepatnya di Kecamatan Manyak Payed.
Pantauan lintasatjeh.com, Kamis (25/2/16), Wakil Ketua DPRK
Aceh Tamiang, Juanda SIP, sengaja
melakukan blusukan di Kampung Mesjid, Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang,
dengan tujuan untuk melakukan identifikasi awal tentang adanya jejak sejarah
kehadiran pasukan dari Kerajaan Majapahit di Aceh Tamiang, khususnya Kecamatan
Manyak Payed.
Juanda menyampaikan, dulunya Kampung Mesjid bernama Kampung
Majapahit dan di kampung tersebut terdapat bukti fisik berupa bekas benteng pertahanan
dan pekuburan (makam-red). Menurut cerita lisan yang disampaikan secara turun
temurun, diyakini bahwa makam tua yang berada di Kampung Mesjid tersebut adalah
makamnya Patih Gajah Mada yang berasal dari Kerajaan Majapahit.
Juanda yang juga Ketua PAN DPC Kabupaten Aceh Tamiang turut
menjelaskan bahwa perubahan nama Kampung Majapahit menjadi Kampung Mesjid
terjadi sekitar tahun 1960-an lalu. Datok Kampung Mesjid, Kecamatan Manyak
Payed, Juned Yusuf, juga menerangkan perihal yang sama.
Oleh karenanya, sudah seharusnya kita para waga Aceh Tamiang
untuk berusaha mengungkapkan kebenaran tentang legenda kematian Patih Gajah
Mada di Manyak Payed dan kita berusaha untuk meminta dukungan sepenuhnya dari
pihak pemerintah, khususnya Pemda Aceh Tamiang agar bersedia melakukan observasi serta
mengembangkan situs sejarah tentang kehadiran pasukan dari Kerajaan Majapahit
yang dipimpin langsung oleh Patih Gajah Mada di Kabupaten Aceh Tamiang.
"Bila situs sejarah tersebut mampu kita tumbuhkan maka
kedepan bisa dikembangkan menjadi salah satu objek wisata sejarah dan tentunya
akan mendatangkan manfaat kepada warga masyarakat serta akan menambah PAD bagi
Pemerintah Kabupaten Tamiang," demikian kata Wakil Ketua DPRK Aceh
Tamiang, Juanda SIP.[zf]