-->

Wakil Ketua DPRK Atam Telusuri Jejak Gajah Mada di Manyak Payed

26 Februari, 2016, 13.01 WIB Last Updated 2016-02-26T06:02:38Z


ACEH TAMIANG - Tamiang pada awalnya merupakan satu kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaannya dibawah pimpinan seorang Raja Muda Sedia yang memerintah selama tahun 1330-1366 M. Pada masa kerajaan tersebut, wilayah Tamiang dibatasi oleh Sungai Raya/Selat Malaka di bagian Utara, Besitang di bagian Selatan, Selat Malaka di bagian Timur dan Gunung Segama (Gunung Bendahara/Wilhelmina  Gebergte), di bagian Barat.

Raja Tamiang memiliki seorang putri yang sangat cantik jelita. Dialah yang bernama Potuan Putri Meuga Gema yang lebih dikenal dengan Putri Rindu Bulan. Pesona kecantikannya mampu membuat siapa saja lupa akan indahnya rembulan. Sehingga wajarlah jika julukan Lindung Bulan melekat padanya.

Putri Rindu Bulan yang dikabarkan akan ditunangkan dengan Pangeran dari Kerajaan Peureulak, menjadi sorotan bagi raja-raja dibeberapa kerajaan untuk mempersunting dirinya, tak terkecuali Patih Kerajaan Majapahit yang dikenal dengan sumpah palapanya, yakni Gajah Mada.

Menurut lisan leluhur, sebab umum pasukan Majapahit yang memasuki kawasan Aceh Tamiang dikarenakan panglima tersebut hendak mempersatukan nusantara, hingga rela tak mengkonsumsi buah kelapa.

Namun dibalik itu, ternyata sebab khususnya adalah karena lelaki yang dipercaya sebagai pemersatu bangsa itu terpikat atas keindahan dan kecantikan putri bungsu Raja Muda Sedia yaitu Putri Lindung Bulan, untuk dijadikan hadiah bagi sang Raja Prabu Hayam Wuruk.

Alkisah, disuatu masa setelah Gajah Mada mengucapkan sumpah palapa untuk menyatukan nusantara, maka Gajah Mada beserta pasukan dari Kerajaan Majapahit yang jumlahnya ribuan orang, berupaya menyerbu raja-raja yang berkisar di kepulauan Jawa.

Setelah puas dengan kemenangannya, maka Majapahit segera menyebar ke kawasan dipulau Sumatera dan pulau-pulau lainnya. Saat itu hampir keseluruhan pulau Sumatera dikuasai oleh Kerajaan Aceh yang menaungi kerajaan-kerajaan kecil lainnya.

Satu persatu kerajaan dari Palembang, Padang, tumbang dihancurkan dan ditaklukkan oleh sang Panglima Gajah Mada. Suatu hari tibalah pertarungan oleh Pasukan Kerajaan Majapahit dengan Pasukan Kesultanan Deli, namun Kesultanan Deli tidak mampu bertahan lama dan akhirnya takluk juga.

Pasukan Gajah Mada terus menjelajah, kemudian penyerangan itu berlanjut ke Tamiang dengan berpangkalan di daerah Manyak Payed. Penyerangan berawal ketika Putri Bungsu Lindung Bulan yang kecantikannya luar biasa itu tersiar ke telinga Patih Gajah Mada. Karena pinangannya saat itu ditolak oleh Raja Muda Sedia, maka Gajah Mada merasa tersinggung lalu menyerang Kerajaan Benua Tamiang.

Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dikirimlah seorang utusan ke Kuta Radja untuk meminta bantuan bala tentara. Sultan Aceh menyetujui mobilisasi pasukan khas didampingi oleh 7 (tujuh) panglima perang yang kononnya punya ilmu kebal.

Selang beberapa minggu berhadapanlah pasukan Gajah Mada dengan pasukan Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Panglima Hantom Manoe. Dan Hantom Manoe (tidak pernah mandi_red), bukanlah nama aslinya, melainkan nama yang diambil dari kata hana mano, sebab panglima tersebut dilarang mandi guna menjaga kekebalan tubuhnya.

Perang berkecamuk dengan hebatnya selama tujuh hari tujuh malam, dan akhirnya Gajah Mada terbunuh ditikam oleh panglima dari Kerajaan Aceh. Akhirnya pasukan Kerajaan Majapahit mundur teratur untuk balik ke kampungnya dan meratapi kesedihan akibat kekalahan.

Untuk mengenang kemenangan Kerajaan Aceh terhadap pasukan Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit tersebut, maka kampung/lokasi tempat pertempuran di daerah Aceh Tamiang tersebut dinamakan menjadi kampung Manyak Pahit, adopsi dari nama Kerajaan Majapahit. Kampung ini tidak jauh dari kampung Pahlawan Kecamatan Karang Baru.

Majapahit diambil dari buah maja yang pahit, namun oleh panglima Kerajaan Aceh, kawasan tersebut diplesetkan menjadi Manyak Pahet, yang artinya anak kecil yang pahit.

Mungkin hanya untuk menunjukkan bahwa Gajah Mada dan pasukannya terhenti di kawasan ini, ataupun mungkin karena dialek orang Aceh yang kesusahan untuk mengucakan kata-kata Majapahit secara fasih dan akhirnya menjadi Manyak Pahet.

Pada cerita rakyat secara umum, Gajah Mada menghilang karena menuju Nirwana (terbang ke surga akibat bertapa dan menjadi dewa), namun hal tersebut menurut pengalaman lisan leluhur Aceh Tamiang, kisah menuju Nirwana merupakan kedok dari pasukan Gajah Mada untuk menjaga moral dan nama baik agar tetap tinggi dan tidak malu akibat gagalnya Gajah Mada memenuhi sumpah palapa.

Sayangnya, sampai saat ini legenda tewasnya Patih Gajah Mada di tanah Tamiang belum pernah dijadikan objek kajian penelitian (observasi_red), sejarah secara lebih lanjut yang akan dapat memberi banyak pengetahuan dan kemasalahatan bagi orang banyak.


Didasari oleh semangat untuk mengupas tentang kebenaran legenda para leluhur di Tamiang dan dikuatkan dengan beberapa bukti fisik lainnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten(DPRK) Aceh Tamiang, Juanda SIP, sangat berniat untuk menelusuri jejak-jejak Patih Gajah Mada di Kabupaten Aceh Tamiang, tepatnya di Kecamatan Manyak Payed.

Pantauan lintasatjeh.com, Kamis (25/2/16), Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Juanda SIP,  sengaja melakukan blusukan di Kampung Mesjid, Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang, dengan tujuan untuk melakukan identifikasi awal tentang adanya jejak sejarah kehadiran pasukan dari Kerajaan Majapahit di Aceh Tamiang, khususnya Kecamatan Manyak Payed.

Juanda menyampaikan, dulunya Kampung Mesjid bernama Kampung Majapahit dan di kampung tersebut terdapat bukti fisik berupa bekas benteng pertahanan dan pekuburan (makam-red). Menurut cerita lisan yang disampaikan secara turun temurun, diyakini bahwa makam tua yang berada di Kampung Mesjid tersebut adalah makamnya Patih Gajah Mada yang berasal dari Kerajaan Majapahit.

Juanda yang juga Ketua PAN DPC Kabupaten Aceh Tamiang turut menjelaskan bahwa perubahan nama Kampung Majapahit menjadi Kampung Mesjid terjadi sekitar tahun 1960-an lalu. Datok Kampung Mesjid, Kecamatan Manyak Payed, Juned Yusuf, juga menerangkan perihal yang sama.

Oleh karenanya, sudah seharusnya kita para waga Aceh Tamiang untuk berusaha mengungkapkan kebenaran tentang legenda kematian Patih Gajah Mada di Manyak Payed dan kita berusaha untuk meminta dukungan sepenuhnya dari pihak pemerintah, khususnya Pemda Aceh Tamiang agar  bersedia melakukan observasi serta mengembangkan situs sejarah tentang kehadiran pasukan dari Kerajaan Majapahit yang dipimpin langsung oleh Patih Gajah Mada di Kabupaten Aceh Tamiang.

"Bila situs sejarah tersebut mampu kita tumbuhkan maka kedepan bisa dikembangkan menjadi salah satu objek wisata sejarah dan tentunya akan mendatangkan manfaat kepada warga masyarakat serta akan menambah PAD bagi Pemerintah Kabupaten Tamiang," demikian kata Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Juanda SIP.[zf]
Komentar

Tampilkan

Terkini