PIDIE – Wakil Bupati Pidie, M Iriawan SE mengingatkan kepada para
pemangku kepentingan bidang pendidikan di Kabupaten Pidie akan pentingnya
merubah karakter siswa dengan berawal dari merubah diri sendiri, “Kita tidak
dapat merubah dunia, merubah negara, merubah kabupaten, bahkan merubah keluarga
sendiri juga sulit kita lakukan tanpa kita merubah diri sendiri dengan memberi
contoh yang baik,” kata Iriawan saat memberi sambutan pada kegiatan Multi
Stakeholder Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru Kabupaten
Pidie di Saka Kupi, Sigli yang difasilitasi oleh USAID PRIORITAS (9/2).
“Perubahan yang dimulai dari diri kita sendiri akan menjadi contoh bagi
keluarga bahkan bagi orang lain termasuk anak didik. Contohnya membentuk
karakter siswa yang jujur saat ujian, harus dimulai dengan kejujuran guru,
kepala sekolah dan orang tuannya sendiri karena mereka adalah panutan siswa
yang paling dekat,” lanjutnya yang mengharapkan pelaksanaan UN di Pidie dapat
berlangsung secara jujur walaupun nilainya rendah.
Untuk menunjang peningkatan
pembelajaran di sekolah, wakil bupati juga mengigatkan akan pentingnya Kelompok
Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai forum
diskusi, belajar dan berbagi informasi tentang pembelajaran, “KKG dan MGMP
sangat penting bagi guru untuk meningkatkan keprofesionalan mereka dalam
mengajar. Kita harus menghidupkan budaya diskusi diantara pendidik, pendidikan
terus berkembang dan saling berbagi itu sangat penting untuk mita mengukur
sejauh mana pemahaman kita dalam satu materi pembelajaran,” jelas wabup yang
menyatakan guru tidak kreatif bila sudah mendapatkan sertifikasi tapi tidak
dimanfaatkan untuk mengembangakan dirinya sendiri.
Sementara itu Koordinator USAID
PRIORITAS Aceh, Ridwan Ibrahim dalam sambutannya menjelaskan bahwa dokumen yang
disusun bersama dinas pendidikan dan kemenag tersebut sangat bermanfaat bagi
pengembangan keprofesian guru berkaitan dengan adanya sertifikasi guru.
“Dokumen yang disusun ini sangat bermanfaat karena didalamnya berisikan informasi
tentang jumlah sekolah, guru SD/MI dan SMP/MTs yang telah mengikuti berbagai
pelatihan peningkatan keprofesionalan mereka,” jelas Ridwan.
“Dokumen ini akan
menjadi rujukan bagi pemerintah Pidie untuk menyusun rencana kegiatan pelatihan
guru sesuai dengan amanat pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 74/2007 tentang Guru dan Permendikbud Nomor 22/2015 yang mendukung
terwujudnya pembelajaran bermutu, dan Konsep pengembangan tersebut dituangkan
dalam PKB,” lanjutnya sembari meluncurkan Program Buku Bacaan Berjenjang secara
resmi di Kabupaten Pidie.
Hasil Uji Kompetensi
Dari hasil pendampingan PKB di
Kabupaten Pidie, dipaparkan juga hasil uji kompetensi pedagogi dan
keprofesionalan guru tahun 2014 yang dibagi dalam 4 tipe pedagogi dan
keprofesionalan guru, yaitu tipe pertama berada dalam kelompok 86,84 % guru
tidak memenuhi standar kompentensi pedagogi dan profesional atau tidak layak
mengajar. Tipe kedua, hanya 2,60 % guru yang memiliki standar kompetensi diatas
standar rata-rata yang berarti dapat mengajar dan menguasai materi dengan baik.
Selanjutnya, untuk tipe ketiga sebanyak 8,77 % guru memiliki kompetensi
pedagogi diatas standar dan kompetensi profesional dibawah standar yang berarti
dapat mengajar dengan baik tetapi tidak menguasai materi, dan yang terakhir
sebanyak 1,79 % guru memiliki kemampuan kompetensi pedagogi dibawah standar dan
kompetensi profesional diatas standar yang bermaksud guru tersebut menguasai
materi tetapi tidak dapat mengajar dengan baik.
Program Buku Baca Berjenjang
Dalam kegiatan tersebut dilakukan
pula peluncuran secara simbolis hibah paket Buku Bacaan Berjenjang (B3)
untuk 130 SD/MI di Pidie. Peluncuran ini
menandai dimulainya program baru tersebut secara resmi sekolah. Seusai
peluncuran paket buku secara simbolis, Koordinator Provinsi USAID PRIORITAS
Aceh, Ridwan Ibrahin menjelaskan bahwa program B3 adalah Salah satu fokus
program USAID PRIORITAS dan pemerintah Indonesia dalam pengembangan budaya dan
kemampuan membaca siswa kelas awal SD/MI. “Berbagai penelitian membuktikan
bahwa masih rendahnya kemampuan dan minat baca siswa di Indonesia,” kata
Ridwan.
Menurut ia penyebab rendahnya budaya dan kemampuan membaca siswa,
antara lain (a) sekolah hanya menyediakan buku-buku bacaan bersifat umum secara
terbatas; (b) masih kurangnya jumlah buku yang sesuai sebagai media belajar
membaca bagi siswa kelas awal; (c) banyak buku bacaan beredar di pasar, tetapi
sulit ditemukan buku berjenjang yang disesuaikan dengan kebutuhan anak kelas
awal; (d) tidak ada training khusus bagi guru tentang pembelajaran membaca di
kelas awal.
“Kondisi rendahnya budaya dan kemampuan membaca siswa pada umumnya
dan siswa kelas awal pada khususnya sedapat mungkin tidak dibiarkan berlanjut.
Sebab, semakin rendah keterampilan membaca siswa maka akan semakin rendah
informasi yang dapat dimiliki yang pada gilirannya akan semakin rendah pula
kemungkinan berhasil dalam belajarnya. Oleh karena itu, kami menghadirkan
program Buku Baca Berjenjang,” jelas Ridwan yang berharap 206 SD/MI di Pidie yang
belum mendapatkan buku B3 mendapatkan bantuan pembelian buku dari pemerintah
daerah. [red]