KEMISKINAN
saat ini masih menghantui masyarakat Kabubaten Aceh Utara, padahal apa yang
tidak dimiliki oleh Indonesia semua ada di Aceh Utara khususnya. Aceh Utara
yang mempunyai sumberdaya alam yang melimpah ruah.
Dari
begitu banyak sumberdaya alam yang dimiliki oleh Aceh Utara, akan tetapi masyarakatnya
kadangkala sebagai buruh pun tidak dipekerjakan. Padahal kekayaan alam tersebut
adalah milik rakyat Aceh, akan tetapi masyarakat tidak bisa merasakan bagaimana
rasa kekayaan alam tersebut yang ada di tanah indatu.
Saat
ini kemiskinan masih menjadi potret buram di negeri yang berjuluk Samudera
Pasai ini. Jumlah penduduk miskin setiap tahun kian bertambah begitu juga
dengan pengangguran tiap sudut desa rata-rata saat ini masih banyak yang
nganggur, buktinya saat penerimaan tenaga surveyor di Badan Pusat Statistik (BPS)
Aceh Utara kemarin tercatat sebanyak 4.753 orang yang mendaftar padahal yang dibutuhkan
hanya 551 orang saja.
Pemerintahan
Aceh diharapkan dapat mengatasi hal ini dengan berbagai program peningkatan
ekonomi kerakyatan dan pemerataan pembangunan.
Saat
ini kemiskinan di Aceh Utara sangat mudah ditemui belum lagi dengan daerah-daerah
yang lain, di Aceh Utara sendiri pada saat ini masih banyak masyarakat yang
bertempat tinggal dengan katagori tidak layak huni, seperti temuan penulis di
lapangan.
Pasangan
suami istri Mariani (25), dan Riski Martunis (27) yang sudah dikaruniai seorang
anak. Ia merupakan warga Desa Tanjoeng Awe, Kecamatan Samudera Geudong, Aceh
Utara yang sangat membutuhkan perhatian dari pemerintah. Riski Martunis yang
tak lain adalah suaminya Mariani selain dia menderita cacat pasangan tersebut
juga keluarga miskin dengan kondisi rumah sangat memprihatinkan bahkan sudah
tidak layak huni lagi.
Riski
Martunis sehari-hari mencari nafkah dengan cara berharap belas kasihan dari
orang lain alias mengemis karena kondisinya cacat fisik akibat terbakar semasa
kecil sehinga separuh badannya tidak berfungsi.
Istananya
hanya berbalut anyaman rumbia, penuh tempelan. Anyaman daun rumbia yang telah
menua bertengger menutupi atap rumahnya itu sudah pada bocor, jika musin hujan
tiba Mariani kalangkabut cari ember. Bangunan itu sungguh tak layak huni. Tak
berlebihan kalau tempat tinggal pasangan ini adalah istana derita.
Jangankan
membangun rumah yang layak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tak susah
dipenuhi, perihal itu jika suaminya pulang dengan tangan kosong dan tidak dapat
belahan kasihan dari orang di sepanjang jalan yang ia lalui.
"Kadangkala
suami saya sampai ke Bireuen bahkan ke Jenieb dia pergi," cerita Mariani.
Buat
kami rakyat kecil, sambung Mariani, yang hanya bisa berharap dari belas kaaihan
orang untuk makan saja susah, apa lagi memperbaiki rumah dan mendambakan rumah
yang layak dihuni seperti keluarga-keluarga yang lain layaknya. Ia bahkan tak
pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah selain beras raskin.
Mariani
hanya berharap kepada pemangku jabatan yang ada si aceh utara saat ini, ia
tetap setia menunggu uluran tangan pemerintah setempat agar bisa menyambangi
istananya yang sudah lapuk dimakan usia, hingga mendapatkan tempat tinggal yang
layak bersama keluarganya.
By:
Rajali, Ketua Forum Komunikasi Pemberdayaan Pemuda Aceh (FKPPA).