-->

Potret Kemiskinan di Aceh Utara

20 Februari, 2016, 22.24 WIB Last Updated 2016-02-20T15:24:07Z
KEMISKINAN saat ini masih menghantui masyarakat Kabubaten Aceh Utara, padahal apa yang tidak dimiliki oleh Indonesia semua ada di Aceh Utara khususnya. Aceh Utara yang mempunyai sumberdaya alam yang melimpah ruah.

Dari begitu banyak sumberdaya alam yang dimiliki oleh Aceh Utara, akan tetapi masyarakatnya kadangkala sebagai buruh pun tidak dipekerjakan. Padahal kekayaan alam tersebut adalah milik rakyat Aceh, akan tetapi masyarakat tidak bisa merasakan bagaimana rasa kekayaan alam tersebut yang ada di tanah indatu.

Saat ini kemiskinan masih menjadi potret buram di negeri yang berjuluk Samudera Pasai ini. Jumlah penduduk miskin setiap tahun kian bertambah begitu juga dengan pengangguran tiap sudut desa rata-rata saat ini masih banyak yang nganggur, buktinya saat penerimaan tenaga surveyor di Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Utara kemarin tercatat sebanyak 4.753 orang yang mendaftar padahal yang dibutuhkan hanya 551 orang saja.

Pemerintahan Aceh diharapkan dapat mengatasi hal ini dengan berbagai program peningkatan ekonomi kerakyatan dan pemerataan pembangunan.

Saat ini kemiskinan di Aceh Utara sangat mudah ditemui belum lagi dengan daerah-daerah yang lain, di Aceh Utara sendiri pada saat ini masih banyak masyarakat yang bertempat tinggal dengan katagori tidak layak huni, seperti temuan penulis di lapangan.

Pasangan suami istri Mariani (25), dan Riski Martunis (27) yang sudah dikaruniai seorang anak. Ia merupakan warga Desa Tanjoeng Awe, Kecamatan Samudera Geudong, Aceh Utara yang sangat membutuhkan perhatian dari pemerintah. Riski Martunis yang tak lain adalah suaminya Mariani selain dia menderita cacat pasangan tersebut juga keluarga miskin dengan kondisi rumah sangat memprihatinkan bahkan sudah tidak layak huni lagi.

Riski Martunis sehari-hari mencari nafkah dengan cara berharap belas kasihan dari orang lain alias mengemis karena kondisinya cacat fisik akibat terbakar semasa kecil sehinga separuh badannya tidak berfungsi.

Istananya hanya berbalut anyaman rumbia, penuh tempelan. Anyaman daun rumbia yang telah menua bertengger menutupi atap rumahnya itu sudah pada bocor, jika musin hujan tiba Mariani kalangkabut cari ember. Bangunan itu sungguh tak layak huni. Tak berlebihan kalau tempat tinggal pasangan ini adalah istana derita.

Jangankan membangun rumah yang layak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tak susah dipenuhi, perihal itu jika suaminya pulang dengan tangan kosong dan tidak dapat belahan kasihan dari orang di sepanjang jalan yang ia lalui.

"Kadangkala suami saya sampai ke Bireuen bahkan ke Jenieb dia pergi," cerita Mariani.

Buat kami rakyat kecil, sambung Mariani, yang hanya bisa berharap dari belas kaaihan orang untuk makan saja susah, apa lagi memperbaiki rumah dan mendambakan rumah yang layak dihuni seperti keluarga-keluarga yang lain layaknya. Ia bahkan tak pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah selain beras raskin.

Mariani hanya berharap kepada pemangku jabatan yang ada si aceh utara saat ini, ia tetap setia menunggu uluran tangan pemerintah setempat agar bisa menyambangi istananya yang sudah lapuk dimakan usia, hingga mendapatkan tempat tinggal yang layak bersama keluarganya.


By: Rajali, Ketua Forum Komunikasi Pemberdayaan Pemuda Aceh (FKPPA).
Komentar

Tampilkan

Terkini