-->

Mendagri Pangkas Aturan Wajib Jilbab, FKPPA: Apakah Rakyat Aceh Harus Minta Merdeka!

25 Februari, 2016, 19.48 WIB Last Updated 2016-02-25T12:48:52Z
LHOKSUKON - Forum Komunikasi Pemberdayaan Pemuda Aceh (FKPPA) mengecam pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo yang menyatakan akan memangkas Peraturan Daerah (Perda) atau qanun di Aceh tentang wajib jilbab bagi perempuan.

"Kami menyesalkan pernyataan Mendagri tersebut, ini jelas sangat melukai hati rakyat Aceh," tegas ketua FKPPA, Rajali, kepada lintasatjeh.com, Kamis (25/2).

Menurut Rajali, Tjahjo Kumolo tidak memahami tentang kewenangan dan kekhususan Aceh, di bawah payung hukum Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tantang Pemerintahan Aceh (UUPA). Harusnya, dia tahu bahwa UUPA itu juga undang-undang yang juga hasil kesepakatan bersama antara Pemerintah Pusat dan Aceh.

FKPPA meminta Pemerintah Pusat tidak sewenang-wenang terhadap kekhususan Aceh, karena dalam MoU Helsinki sudah sangat jelas disebutkan tentang kewenangan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat yaitu Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik termasuk administrasi sipil dan peradilan, kecuali hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman, dan kebebasan beragama (1.1.2.a). Prinsip ini sesuai dengan ketentuan Pasal 10 UU Nomor 32 Tahun 2004, dimana daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan kepadanya, yaitu semua sektor publik berikut aktivitas administrasi dan peradilannya, kecuali keenam urusan pemerintahan tadi yang merupakan kewenangan mutlak pemerintah pusat.

Selama ini, Rajali menambahkan, rakyat Aceh selalu dibuat kecewa dan dikendorkan semangat oleh Pemerintah Pusat di antara organisasi dan partai yang sedang memperjuangkan aspirasi rakyat Aceh. Sebenarnya rakyat Aceh tidak bertentangangan dan cekcok lagi dengan pemerintah pusat karena sudah lahir Perdamaian dan MoU dengan kedua belah pihak.

"Kita semua sudah sehati, sejiwa, senasib, sepenanggunggan, se-tujuan, dan sekata. Kita saat ini cuma butuh koordinasi, berkonsultasi dan saling mendukung, baik secara pribadi, organisasi, LSM, OKP, dalam bentuk doa, dukungan moral ataupun dukungan finansial," ujarnya.

Menurutnya lagi, komunikasi di antara semua pihak menjadi kunci dalam kondisi ini, demi mempertahankan spirit dan kesatuan dan keutuhan yang telah terbangun, untuk menjaga perdamaian yang telah ada sehingga tidak dirusak/dikoyak lagi.

Jangan gara-gara Perda yang tidak sesuai dengan undang-undang yaitu Perda yang berlaku di Aceh yaitu Pemerintah Aceh mengeluarkan aturan wajib memakai jilbab bagi wanita, maka pemerintah sudah kebakaran jenggot lagi.

Apakah rakyat Aceh harus menggalang dukungan untuk minta "Merdeka" lagi dari pemerintah pusat? Dan terus melakukan sosialisasi perjuangan untuk memerdekakan Aceh lagi gara-gara Qanun yang sudah jelas itu merupakan kewenangan pemerintah Aceh. [Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini