-->

Masalah ALA-ABAS Harus Disikapi Bijaksana

10 Februari, 2016, 11.59 WIB Last Updated 2016-02-10T13:44:24Z
IST
LHOKSUKON - Wacana pemekaran ALA-ABAS yang menjadi isu hangat dalam sepekan terus menuai pro-kontra di kalangan masyarakat Aceh, Ketua umum LSM Acheh Future Razali Yusuf, berpendapat ihwal tuntutan masyarakat wilayah barat selatan dan tengah tenggara, harus disikapi secara bijaksana oleh pemerintah Aceh dan harus melihat esensi persoalan secara objektif.

Menurutnya, wacana tersebut sebenarnya bukanlah  isu baru, tapi telah didengungkan sejak beberapa tahun lalu. Anehnya ketika isu tersebut kembali muncul para elit Aceh sepertinya kembali terbangun dari tidurnya, merespon dengan cepat dan sigap dengan berbagai komentar di media dan sebagainya.

Lahirnya tuntutan pemekaran kata Razali, adalah sebuah dinamika politik dan demokrasi rakyat, tentunya bagi mereka mempunyai alasan kuat, apalagi undang-undang di Indonesia diberikan ruang dan kesempatan suatu daerah yang ingin melakukan pemekaran daerahnya, bila memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, terlepas dari adanya kepentingan individual elit-elit politik yang bermain.

Begitu juga sebaliknya, lanjutnya, yang menolak pemekaran AlA-ABAS, memiliki alasan-alasan tertentu terutama dalam aspek historis dan teritorial, bila Aceh terbelah historisnya akan hilang serta alasan kuat lain.

"Dalam kontek ini saya  melihat lahirnya tuntutan pemekaran tak terlepas dari persoalan kesenjangan sosial dan pemerataan pembangunan serta persoalan rentang jarak pusat pemerintahan Aceh yang saat ini tidak relevan lagi berkedudukan di Kota Banda Aceh," katanya kepada lintasatjeh.com, Rabu (10/9/2016). 

Menanggapi hal ini Razali Yusuf memberikan solusi terkait persoalan ini, di samping adanya perhatian dan pemerataan pembangunan dari pengambil kebijakan di pemerintahan Aceh. Serta segera memindahkan secepatnya pusat pemerintahan Aceh ke daerah yang lebih dekat dijangkau oleh semua daerah yang ada di Aceh, karena selama ini masyarakat  yang tinggal di daerah Aceh Singkil, Subussalam, Aceh Tenggara, Gayo Lues, dan Aceh Selatan untuk kebutuhan administrasi ke kantor Gubernur memerlukan waktu dua hari perjalanan dan biaya  transportasi yang sangat mahal menuju ke Banda Aceh, bayangkan bila masyarakat hanya keperluan menghantarkan proposal ke kantor gubernur, harus menyiapkan uang sampai 1 juta rupiah.

"Kota yang selama ini menjadi ibu kota provinsi Aceh, jadikanlah sebagai kota yang bersejarah," tutupnya. [Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini