IST |
JAKARTA - Akhirnya, yang diduga banyak pihak terjadi juga. Presiden
Jokowi tidak serta-merta sejalan dengan sikap PDIP dalam mendorong revisi UU
KPK. Fraksi PDIP di DPR bersama seluruh partai pendukung pemerintah sudah
bertekad bulat untuk menggulirkan revisi UU KPK.
Namun, Presiden Joko Widodo yang
merupakan kader PDIP mengambil sikap berbeda. Presiden akhirnya memutuskan
untuk menunda pembahasan revisi UU KPK.
Demikian dikatakan Sekjen Himpunan
Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Sya’roni, kepada lintasatjeh.com, Selasa (23/2/2016).
Menurut Sya’roni, Jokowi tidak
seperti para anggota Fraksi PDIP DPR yang sangat militan dalam memperjuangkan
revisi UU KPK, Presiden Jokowi terkesan tarik-ulur dan tidak sungguh-sungguh
mendukung kebijakan partai. Padahal, menurut Ketua Umum PDIP Megawati
Soekarnoputri bahwa posisi Presiden Jokowi adalah petugas partai yang harus
melaksanakan kebijakan partai.
Masih ingat penyataan Ketua Umum
PDIP Megawati Soekarnoputri dalam Kongres PDIP di Bali pada April 2015 silam.
Bahwa seluruh kader partai yang sedang menjabat merupakan petugas partai.
Megawati juga menegaskan bahwa yang tidak terima disebut petugas partai
silahkan keluar dari partai. Pernyataan tersebut sangat jelas sekali ditujukan
kepada Presiden Joko Widodo yang merupakan kader PDIP.
Dalam persoalan revisi UU KPK
bisa diukur seberapa militannya Jokowi menjalankan arahan partai. Dibandingkan
Masinton Pasaribu yang merupakan anggota FDIP Komisi III DPR, tentu lebih
militan Masinton. Bahkan karena militansinya melaksanakan kebijakan partai,
Masinton Pasaribu harus rela dicibir dan dikeluarkan dari daftar politisi
bersih.
Presiden Jokowi sudah sejak awal
memang gamang dalam mengambil keputusan soal revisi UU KPK. Tidak jelas apakah
menyetujuinya atau menolaknya. Sikapnya abu-abu sehingga yang terjadi penundaan
demi penundaan.
Tidak jelas apa yang mendasari
Jokowi bersikap gamang. Bisa jadi karena demo puluhan orang di depan KPK. Atau
karena gertakan Ketua KPK Agus Rahardjo yang akan mengundurkan diri bila revisi
disahkan. Atau karena konser Slank. Atau bisa jadi karena manuver SBY yang mengumpulkan
para netizen.
Semuanya serba bisa jadi, alias
tidak pasti. Namun satu yang pasti adalah Jokowi tidak militan dalam
menjalankan kebijakan partai. Jokowi lebih terpengaruh oleh opini publik yang
dibangun oleh sejumlah pihak daripada mengindahkan arahan partai.
Jokowi lupa bahwa di belakang
PDIP dan partai pendukung lainnya ada puluhan juta orang yang telah menyerahkan
mandat politiknya. PDIP misalnya, dalam Pemilu 2014, meraup 23 juta suara. Dan
bila seluruh perolehan partai pendukung revisi UU KPK digabung jumlahnya
mencapai 84 juta suara.
Dan ini untuk kesekian kalinya,
Presiden Jokowi tidak mengindahkan kebijakan partai. Namun, sebagai partai yang
memayungi Jokowi, apakah PDIP akan membiarkan saja sikap Jokowi? Ataukah akan
mengambil langkah-langkah politik untuk menegakkan aturan partai?
PDIP sudah berkali-kali
dikecewakan oleh Jokowi. Mulai dari pembagian kursi menteri yang tidak
proporsional, penolakan melantik Budi Gunawan menjadi Kapolri, keengganan
memecat Rini Soemarno, hingga kegamangan dalam revisi UU KPK.
Publik menunggu sikap PDIP
selanjutnya. Bila kemarahan sudah memuncak, bukan tidak mungkin PDIP akan
menarik seluruh menterinya dari Kabinet Kerja. Bila itu tidak terjadi, berarti
PDIP masih mentolelir sikap Jokowi. [pin]