-->

Humanika: Jokowi Petugas Partai Tidak Jalankan Kebijakan Partai

23 Februari, 2016, 09.40 WIB Last Updated 2016-02-23T02:40:42Z
IST
JAKARTA - Akhirnya, yang diduga banyak pihak terjadi juga. Presiden Jokowi tidak serta-merta sejalan dengan sikap PDIP dalam mendorong revisi UU KPK. Fraksi PDIP di DPR bersama seluruh partai pendukung pemerintah sudah bertekad bulat untuk menggulirkan revisi UU KPK.

Namun, Presiden Joko Widodo yang merupakan kader PDIP mengambil sikap berbeda. Presiden akhirnya memutuskan untuk menunda pembahasan revisi UU KPK.

Demikian dikatakan Sekjen Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Sya’roni, kepada lintasatjeh.com, Selasa (23/2/2016).

Menurut Sya’roni, Jokowi tidak seperti para anggota Fraksi PDIP DPR yang sangat militan dalam memperjuangkan revisi UU KPK, Presiden Jokowi terkesan tarik-ulur dan tidak sungguh-sungguh mendukung kebijakan partai. Padahal, menurut Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bahwa posisi Presiden Jokowi adalah petugas partai yang harus melaksanakan kebijakan partai.

Masih ingat penyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam Kongres PDIP di Bali pada April 2015 silam. Bahwa seluruh kader partai yang sedang menjabat merupakan petugas partai. Megawati juga menegaskan bahwa yang tidak terima disebut petugas partai silahkan keluar dari partai. Pernyataan tersebut sangat jelas sekali ditujukan kepada Presiden Joko Widodo yang merupakan kader PDIP.

Dalam persoalan revisi UU KPK bisa diukur seberapa militannya Jokowi menjalankan arahan partai. Dibandingkan Masinton Pasaribu yang merupakan anggota FDIP Komisi III DPR, tentu lebih militan Masinton. Bahkan karena militansinya melaksanakan kebijakan partai, Masinton Pasaribu harus rela dicibir dan dikeluarkan dari daftar politisi bersih.

Presiden Jokowi sudah sejak awal memang gamang dalam mengambil keputusan soal revisi UU KPK. Tidak jelas apakah menyetujuinya atau menolaknya. Sikapnya abu-abu sehingga yang terjadi penundaan demi penundaan.

Tidak jelas apa yang mendasari Jokowi bersikap gamang. Bisa jadi karena demo puluhan orang di depan KPK. Atau karena gertakan Ketua KPK Agus Rahardjo yang akan mengundurkan diri bila revisi disahkan. Atau karena konser Slank. Atau bisa jadi karena manuver SBY yang mengumpulkan para netizen.

Semuanya serba bisa jadi, alias tidak pasti. Namun satu yang pasti adalah Jokowi tidak militan dalam menjalankan kebijakan partai. Jokowi lebih terpengaruh oleh opini publik yang dibangun oleh sejumlah pihak daripada mengindahkan arahan partai.

Jokowi lupa bahwa di belakang PDIP dan partai pendukung lainnya ada puluhan juta orang yang telah menyerahkan mandat politiknya. PDIP misalnya, dalam Pemilu 2014, meraup 23 juta suara. Dan bila seluruh perolehan partai pendukung revisi UU KPK digabung jumlahnya mencapai 84 juta suara.

Dan ini untuk kesekian kalinya, Presiden Jokowi tidak mengindahkan kebijakan partai. Namun, sebagai partai yang memayungi Jokowi, apakah PDIP akan membiarkan saja sikap Jokowi? Ataukah akan mengambil langkah-langkah politik untuk menegakkan aturan partai?

PDIP sudah berkali-kali dikecewakan oleh Jokowi. Mulai dari pembagian kursi menteri yang tidak proporsional, penolakan melantik Budi Gunawan menjadi Kapolri, keengganan memecat Rini Soemarno, hingga kegamangan dalam revisi UU KPK.

Publik menunggu sikap PDIP selanjutnya. Bila kemarahan sudah memuncak, bukan tidak mungkin PDIP akan menarik seluruh menterinya dari Kabinet Kerja. Bila itu tidak terjadi, berarti PDIP masih mentolelir sikap Jokowi. [pin]
Komentar

Tampilkan

Terkini