IST |
JAKARTA - Usai pemilihan kepala daerah dan hasil pemilihan telah
ditetapkan, biasanya akan ada kekhawatiran di kalangan Pegawai Negeri Sipil
khususnya para SKPD, karena mereka rawan disingkirkan oleh kepala daerah yang
baru.
"Sekarang
sudah dilantik 199 bupati dan walikota dan tujuh gubernur, bisa dibayangkan 388
orang ditambah 14 orang, akan melakukan tindakan-tindakan yang dikhawatirkan
akan melakukan dua program. Satu, program balas jasa, dan satu lagi balas
dendam," ujar Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara, Irham Dilmy, dalam
diskusi "Pelantikan Kepala Daerah = Pergantian Pejabat Daerah?"
di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (20/2).
Karena
adanya program balas budi dan balas dendam ini, lanjut dia, PNS khususnya SKPD
yang selama pemilihan kepala daerah bersikap netral, paling rawan menjadi
korban penyingkiran.
"Ada
orang menyatakan netral sajalah (di Pilkada). Tapi kalau netral, siapapun yang
menang (di Pilkada) dia tidak akan dapat untung. Dan program untuk dia pasti
balas dendam," ucap Irham.
Ia
tak membantah fakta bahwa sebelum Pilkada pun, "kabinet bayangan"
untuk mengisi pimpinan birokrasi daerah sudah muncul.
Namun
dia ingatkan, ada aturan dalam UU yang menyebutkan bahwa untuk penggantian
pejabat daerah harus dilakukan minimal enam bulan setelah pelantikan kepala
daerah baru.
Ditambah
lagi, pasal 119 di UU Aparatur Sipil Negara, jabatan pimpinan tinggi birokrasi
(kepala SKPD, badan dan dinas) tidak boleh diganti sebelum pejabat itu memasuki
masa dua tahun jabatan kecuali kinerjanya luar biasa jelek. [RMOL]