-->

Ombudsman RI: Pelayanan Publik Aceh Belum Baik

06 Januari, 2016, 09.38 WIB Last Updated 2016-01-06T02:41:10Z
IST
BANDA ACEH - Pemerintah Kota/Kabupaten masih menjadi penyelenggara pelayanan publik yang paling banyak mendapatkan pengaduan. Selama tahun 2015 ada 88 pengaduan. Dan, Banda Aceh paling sering menjadi Terlapor dengan 13 Laporan, disusul Aceh Selatan dan Pidie sebanyak 10 Laporan, Bireuen 9 Laporan dan Aceh Besar 8 Laporan. Selanjutnya, Lhokseumawe dan Nagan Raya sama 6 laporan, Kota Langsa dan Aceh Timur masing-masing 5 laporan.

“Statistik tersebut tidak berarti mencerminkan kinerja yang buruk. Banyaknya laporan terhadap Pemko Banda Aceh lebih karena akses dan jarak tempuh ke Ombudsman RI yang dekat dan mudah dijangkau,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman RI Aceh, Taqwaddin Husin, dalam siaran persnya, Rabu (6/1/2016).

Namun sebaran laporan terhadap kabupaten kota sudah menunjukkan peningkatan kualitas dari partisipasi masyarakat dibanding tahun 2014. “Tahun lalu, Laporan terhadap Banda Aceh dominan sekali dan sangat timpang dengan kab/kota lainnya,” tambah Taqwaddin.

Tahun ini, khusus Pemerintah Aceh mendapat ‘jatah’ sebagai Terlapor sebanyak 25 Laporan. Laporan tersebut selain Gubernur/Sekda sebagai Terlapor juga tersebar ke beberapa SKPA, seperti Dinas Syariat Islam, Dishubkomintel, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Bina Marga dan Dinkes serta beberapa dinas lainnya.

Selain itu dari lembaga/instansi vertikal, Kepolisian mendapat ‘bagian’ 9 Laporan, Kementrian Agama (6), Kejaksaan (2) Kemenkumham (2) dan BPN (1). “Itu akumulasi untuk instansi/lembaga vertikal seluruh Aceh,”jelas Taqwaddin.

Untuk BUMN/BUMD sebanyak 22 pengaduan. BUMN terlapor didominasi oleh pengaduan terhadap kinerja PDAM Banda Aceh (5 Laporan), BPJS Kesehatan (3), PLN (3), Telkom (3). Total, Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Aceh sebagai Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik telah menerima 175 pengaduan dari selama tahun 2015.

Dari jumlah Laporan tersebut, subs­tansi aduan terbesar ada pada masalah kepegawaian, sebanyak 47 kasus, disusul kasus perhubungan/Infrastruktur sebanyak  20, 18 kasus tentang pelayanan kesehatan, pendidikan (17), pertanahan (9), dan adm kependudukan (8). “Masih seperti tahun lalu, penanganan kasus kepegawaian dominan, termasuk masalah honorer K2 yang insya Allah akan tetap kita tangani pada tahun 2016. Langkah kita sudah sampai ke DPR,” jelas Taqwaddin.

Untuk jenis maladministrasi (prilaku buruk) yang dilaporkan, dugaan penyimpangan prosedur di rangking teratas dengan 43 laporan. Menyusul penundaan berlarut (35), tidak patut (34), tidak melayani (29), diskriminasi (11), permintaan imbalan uang, barang dan jasa (9), penyalahgunaan wewenang (8),tidak kompeten (5) dan konflik kepentingan (1). “Angka-angka ini menegaskan wajah pelayanan birokrasi di aceh belum baik, masih banyak yang suka menyimpang dan menunda-nunda urusan serta tidak melayani dengan baik dan prosedural. Artinya, belum hilang pameo ‘kalau masih dipersulit ngapain dipermudah’,” sesal Pak Kaper, Taqwaddin Husin.

Terkait kendala, menurutnya keberadaan Ombudsman RI yang belum dikenal secara massif menjadi permasalahan tersendiri. Hal tersbut mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti, nama yang ‘asing’, SDM yang terbatas, belum menjadi ‘incaran’ media dan belum mempunyai perwakilan di kabupaten kota. ”Sosialisasi akan tetap kita lakukan, disamping penanganan laporan juga akan kita tingkatkan. Ini proyeksi dan target umum kita di tahun 2016,” sambung Taqwaddin didampingi 5 Asisten Ombudsman RI, Ayu Parmawati, M. Fadhil Rahmi, Rudi Ismawan, Andy Syahputra dan Mirza Sahputra.

Untuk tahun 2016, diharapkan kesadaran dan tingkat partisipasi masyarakat untuk mendapatkan hak pelayanan yang baik dari pemerintah lebih meningkat. Sebagai bagian dari control social, peran masyarakat, elemen sipil juga pelajar dan mahasiswa dalam pengawasan terhadap kinerja pemerintah, sangat penting. “Apa saja yang terkait kekecewaan dan penyimpangan yang ditemukan oleh masyarakat saat berurusan dengan pemerintah, silahkan laporkan. Identitas bisa dirahasiakan,” pungkas pakar hukum Unsyiah tersebut. 

Seperti diketahui, Ombudsman RI sebagai Lembaga Negara pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik telah hadir di Aceh sejak 3 tahun yang lalu. Salah satu konsentrasi/tugas Ombudsman RI Perwakilan Aceh adalah menerima pengaduan terkait maladministrasi, baik yang berupa penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, permintaan imbalan jasa dan uang, tidak kompeten, tidak patut, diskriminasi, berpihak, konflik kepentingan dan berbagai bentuk pelayanan buruk dari pemerintah, BUMN, BUMD, Lembaga/institusi vertikal dan siapa saja yang sebagian atau seluruh anggaran penyelenggaraannya berasal dari APBN/APBD.

“Laporan bisa disampaikan melalui berbagai cara yaitu dengan datang langsung ke Ombudsman RI, melalui telepon 0651 7557476, Fax. 06517557477,  SMS Gateway ke 08116722233, melalui surat ke alamat Ombudsman RI Pwk Aceh, Jl. T. Lamgugop No. 17 Banda Aceh, dan E-mail aceh@ombudsman.go.id,” jelas Taqwaddin. [razali]
Komentar

Tampilkan

Terkini