-->

Kunjungan Dubes AS dan Inggris ke Papua Patut Dicurigai

20 Januari, 2016, 23.36 WIB Last Updated 2016-01-20T16:36:31Z
Sya'roni, Sekjen Humanika
JAKARTA - Kunjungan Dubes AS Robert O Blake dan Dubes Inggris Moazzam Malik ke Papua dalam waktu yang hampir bersamaan tidak boleh dianggap sebelah mata. Patut dicurigai ada agenda terselubung yang dibawa oleh kedua dubes tersebut untuk memuluskan suatu tujuan tertentu.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Sya'roni, dalam siaran persnya yang diterima lintasatjeh.com, Rabu (20/1/2016).

Kecurigaan tersebut bukan tanpa alasan, jelas Sya'roni, pasalnya Papua saat ini sedang menjadi sorotan internasional terkait dengan masa depan Freeport di Indonesia. Bisa dikatakan posisi Freeport saat ini sedang mengalami rongrongan yang sangat dahsyat. Tuntutan nasionalisasi terus menggema seiring dengan terkuaknya kasus "papa minta saham".

Kasus yang diinisiasi oleh Ma'roef Syamsuddin, telah memakan banyak korban, diawali dari terjungkalnya Setya Novanto dari kursi Ketua DPR dan kemudian secara berturut-turut diikuti dengan pengunduran diri Jim Bob dan Ma'roef Syamsuddin dari posisi strategis di Freeport.

Dengan memandang begitu strategisnya posisi Freeport bagi AS, maka bisa diduga bahwa kunjungan Dubes AS dan Dubes Inggris masih ada kaitan untuk mengamankan posisi Freeport di Indonesia. AS dan Inggris adalah dua negara yang sangat kuat persekutuannya. Keduanya sudah saling bahu-membahu mengamankan kepentingan satu dengan yang lainnya.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan. Tidak boleh lengah sedikit pun. Tidak boleh lagi memanjakan Freeport dengan kebijakan-kebijakan yang terkesan "mengalah". Akibatnya, Freeport makin berani memandang sebelah mata negara Indonesia dengan menawarkan harga yang tidak wajar untuk divestasi sahamnya.

Dari gelagatnya, Freeport sudah mulai mempersiapkan "perang terbuka" dengan Indonesia. Jim Bob dan Ma'roef Syamsuddin dianggap bukan lagi prajurit tangguh, sehingga harus diganti dengan petarung yang lebih kuat.

Kalau Freeport berani menekan kedua petingginya untuk mengundurkan diri, maka Presiden Jokowi juga seharusnya berani menekan Menteri ESDM Sudirman Said untuk angkat koper dari Kabinet Kerja.

Menurutnya, agar tidak dijungkalkan oleh Freeport, maka Presiden Jokowi harus secepatnya mengganti Menteri ESDM Sudirman Said. Dapat disimpulkan bahwa Sudirman Said adalah sosok yang lemah ketika menghadapi tekanan-tekanan Freeport. Padahal, saat ini sosok yang dibutuhkan adalah figur yang tidak gentar menghadapi gertakan Freeport, AS beserta sekutunya. [pin]
Komentar

Tampilkan

Terkini