IST |
"Negara
memang barus menyelesaikan karena itu kewajiban negara. Oleh karena itu,
rencana Joko Widodo cs bukan sedekah buat korban dan masyarakat, justru
sebaliknya penundaan-penundaan ini adalah bentuk pelanggaran hak atas
keadilan," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, di Jakarta, Sabtu
(9/1/2016).
Ia
berpendapat bahwa faktor kecepatan memang harus, akan tetapi mesti dalam artian
yang logis, antara lain waktu demi waktu dalam penyelesaian harus diisi dengan
proses yang seharusnya dan terbuka.
Untuk
itu, Koordinator Kontras juga mengeritik target pemerintah yang memberikan
"harga mati" selama enam bulan harus selesai untuk penyelesaian
kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
"Saya
khawatir ini hanya akan jadi proses yang miskin akan keadilan yang seutuhnya,
gagal memberikan kepuasan baik dalam proses maupun dalam artian substansi
hukum. Hanya karena sekadar mau cepat selesai aspek keadilan, kebenaran jadi
hilang," katanya.
Selain
itu, ia menambahkan, terlepas dari rencana penyelesaian yang hanya enam bulan,
sampai sejauh ini, rencana pemerintah hanya berputar-putar dari ucapan sejumlah
pejabat dan konsep yang ada dinilai masih belum jelas, tidak transparan, tidak
konsultatif, tidak terukur, dan tidak menjawab masalah.
Presiden
RI Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM
pada tahun 2016.
"Semuanya
dituntaskan tahun ini," kata Presiden Jokowi di Istana Negara Jakarta,
Jumat (8/1), setelah acara makan bersama wartawan yang bertugas meliput di
lingkungan Istana Kepresidenan.
Penuntasan
kasus tersebut, menurut Presiden, bersifat menyeluruh dengan menuntaskan
semuanya tanpa melihat tahun terjadinya kasus, termasuk juga untuk kasus HAM
tahun 1965 yang kerap kali menjadi bahan perbincangan panas sampai saat ini.
[Bisnis]