LANGSA – Mengingat banyaknya konflik pertanahan yang belum
terselesaikan di Aceh, Pusat Analisis Kajian Advokasi Rakyat Aceh (PAKAR)
Langsa mendesak Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk segera
membahas dan mengesahkan rancangan qanun Aceh tentang pertanahan.
"Sebab
hal itu merupakan perintah langsung dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yaitu Pasal 144 ayat (4) dan Pasal 213
ayat (6)," demikian kata Direktur PAKAR Langsa, Khairul Riza, S.H, kepada
lintasatjeh.com, Jum'at (8/1/2016).
Lanjutnya,
Pemerintah Aceh diharapkan segera menindakanjuti Perpres Nomor 23 Tahun 2015
tentang pengalihan kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi Badan
Pertanahan Aceh (BPA), sehingga Pemerintah Aceh dapat ikut campur tangan
menyelesaikan konflik pertanahan yang ada di Aceh. Saat ini terdapat beberapa
konflik pertanahan yang melibatkan masyarakat dengan perusahaan seperti konflik
PT. Rapala di kabupaten Aceh Tamiang dan PT. Syaukat di kabupaten Bireuen.
Dalam
hal ini PAKAR sangat menyayangkan yang sampai saat ini konflik-konflik tersebut
belum mendapat titik temu dalam penyelesaiannya. Pemerintah Aceh tidak boleh
lagi membiarkan adanya perusahaan yang bermasalah seperti PT. Rapala mendapat
izin operasi dari pemerintah.
Oleh
karena itu, PAKAR Langsa menyatakan sikap dengan tegas mendesak Pemerintah Aceh
dan DPRA untuk segera membahas dan mengesahkan Qanun Pertanahan, serta
menyelesaikan semua konflik pertanahan dan tata ruang di Aceh yang melibatkan
masyarakat dengan perusahaan maupun masyarakat dengan pemerintah. [red]