-->

Cuaca Buruk, Ekspedisi JAPAKEH Dihentikan Sementara

10 Januari, 2016, 20.07 WIB Last Updated 2016-01-10T13:13:33Z
BANDA ACEH - Ekspedisi Jelajah Puncak 100 Puncak Aceh (JAPAKEH) VII 2015 yang berjalan sejak tanggal 27 Desember 2015 lalu dihentikan setelah Tim Ekspedisi yang terdiri dari 2 (dua) personil Aceh Tracker Community dihadang badai gunung selama 5 (lima) hari berturut-turut di pegunungan sisi selatan Kota Jantho yang merupakan akses awal ekspedisi yang mentargetkan Puncak Hulumasen.

Cuaca buruk berupa angin kencang serta hujan cukup lebat dimulai sejak Tim mulai mendekati salah satu puncak yaitu Puncak ke-1 (Goh Dua – 1401mdpl). Sesuai perencanaan yang telah disiapkan, penghentian operasi pendakian ini merupakan bagian dari Prosedur Tetap (PROTAP) S.O.P Operasi Ekspedisi Aceh Tracker yang lebih mengutamakan keselamatan (safety) Tim. Ekspedisi yang dijadwalkan selama 21 hari (20 malam) ini akhirnya berjalan selama 11 hari (10 malam).

Humas Japakeh Aceh Tracker Community, Said Muhammad Chaidir, dalam siaran persnya, Minggu (9/1/2016) mengatakan bahwa setelah mencoba bertahan dalam kondisi badai, Tim tetap berusaha mencapai Puncak Ke-2 (Gle Sijuek / 1451mdpl) pada tanggal 2 Januari 2016 dan Puncak ke-3 (Gle Duek / 1400mdpl) pada 3 Januari 2016. Curah hujan yang tinggi sepanjang perjalanan dirasakan sejak Tim memulai start pendakian dari Bendungan (DAM) 1989 Jantho.

Komunikasi selama ekspedisi berjalan lancar dengan adanya jaringan salah satu operator seluler di beberapa titik (spot) sepanjang rute pendakian dengan Tim Pengawas yang memonitor. Tim Pengawas juga berkoordinasi dengan  Unsur Kepolisian Aceh Besar dan Geuchik Jantho Baru. Sejak mencapai Puncak Goh Dua, hujan disepanjang pegunungan tidak berhenti yang disertai angin dan kabut tebal setelahnya yang dirasakan sedikit menyulitkan orientasi kenal medan dan tekhnik navigasi gunung hutan. Selama 3 (hari) Tim berada di lintasan punggungan (ridgeline) antar puncak, Tim menghadapi medan vegetasi rotan yang cukup lebat, kubangan binatang yang cukup banyak disepanjang jalur, lumut, serangan agas dan nyamuk malaria serta tekanan udara dibawah 900 hectopascal (hPa) meskipun pada siang hari.

Suhu rata-rata di sepanjang jalur pegunungan diatas 1250mdpl adalah 16°C dan pada malam hari mencapai 13°C. Tim berhasil turun dengan selamat dan tiba di Desa Jantgho Baru (startpoint) pada 6 Januari 2016 pukul 17.35 WIB.

Angin kencang disertai hujan memang bukanlah hal yang asing dalam penjelajahan gunung tropis, Dan mampu mengancam keselamatan personil jika berlangsung secara kontinyu karena setiap waktu (tidak dapat diprediksi) pohon-pohon mana (tidak selalu pohon yang mati) yang bertumbangan sebagaimana yang dialami Tim beberapa hari lalu.

"Alhamdulillah tidak terjadi hal-hal fatal. Sehingga dengan kondisi cuaca buruk sebagaimana yang dihadapi, Tim memutuskan menghentikan operasi ekspedisi (berhenti melanjutkan rute) meskipun mengorbankan banyak energi selama persiapan dan perancangannya demi alasan pengutamaan keselamatan (safety first)," katanya.

Ekspedisi ini telah dipersiapkan selama beberapa bulan dengan berbagai analisis.

Operasi ekspedisi pendakian ini disiapkan mulai dari penyususnan Data Informasi perencanaan meliputi rangka umum teknis kegiatan, biodata personil (termasuk sidik jari, riwayat medis, golongan darah, foto tapak sepatu dan lain-lain) serta daftar perlengkapan dan logistik dengan keterangan jumlah, merk dan warna. Selanjutnya peta topografi ekspedisi yang terbagi dalam beberapa jenis berdasarkan kebutuhan analisis dan grafik (slopes) jalur plotting pendakian. Berikutnya dalam Data Informasi Perencanaan turut dirincikan langkah-langkah Emergency Respons berbasis Explorer Search and Rescue (ESAR).

Langkah-langkah ini akan diterapkan secara berurutan pada saat Tim Pengawas mulai kehilangan kontak setelah waktu yang ditetapkan oleh Pimpinan Operasi Ekspedisi. Sehingga pada saat terjadinya musibah, Aceh Tracker langsung mengutus Tim Tracking untuk memulai pencarian/pendeteksian titik Probability Of Detection (P.O.D) guna menetapkan luasan Search Area dan seterusnya.

Misalkan terjadi kasus hilangnya personil di titik 2 mil dari akses pendakian, maka radius pencarian akan mencapai 6,28 mil persegi. Hal ini menjadi bagian tak terpisahkan dalam setiap operasi pendakian ACEH TRACKER di berbagai kawasan. Selain itu, kepada Pihak yang memberi dukungan (support) seperti masyarakat dan kepolisian turut dikoordinasikan sehingga langkah-langkah penanggulangan musibah dapat segera dilakukan secara efektif dan efisien.

Ketua Umum Aceh Tracker, Said Murthaza Almahdaly yang merangkap Ketua Tim Ekspedisi Jelajah 100 Puncak Aceh sejak Trip ke-1 hingga ke-7, merupakan alumni Sekolah SAR Gunung Se-Sumatera, Riau 2007. Sehingga ada penekanan khusus terkait prosedur keselematan bagi personil ekspedisi, terlebih dalam formasi minimum. Bagi Aceh Tracker penetapan formasi minimum telah melalui berbagai tahapan seperti, pengalaman, kemampuan fisik, psikologis, teamwork, keahlian navigasi darat, ESAR, pemahaman morse, tali temali dan lain sebagainya. Harapan Aceh Tracker agar menjadi catatan bersama terkait pentingnya untuk sedikit lebih ekstra mempersiapkan segala data pendukung setiap personil atau detai operasi kegiatan pendakian yang akan dilakukan.

Dijadwalkan setelah selesai evaluasi internal terkait kegiatan, operasi ekspedisi Jelajah 100 Puncak Aceh dilanjutkan untuk lanjutan (Seri ke-8) dengan lokasi (kabuoaten) yang berbeda. Hal (pengalihan kawasan) ini dimaksudkan agar ekspektasi kegiatan terus berlanjut dengan kans yang  lebih terbuka di lokasi yang berbeda dan tidak selalu terpaku pada satu kawasan sehingga orientasi kegiatan tetap dijalur yang dicita-citakan. Kegiatan Jelajah 100 Puncak Aceh ini didasari keinginan meningkatkan citra kawasan gunung hutan Aceh serta untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kepetualangan.

Sampai operasi Ekspedisi Jelajah 100 Puncak Aceh - VII 2015 digelar telah 13 puncak dijelajahi dengan jumlah personil lapangan yang terlibat 18 (1 putri dan 17 putra) personil baik yang berasal dari internal Aceh Tracker maupun (gabungan) dengan unsur kelompok/mahasiswa pencinta alam yang berdomisili di Banda Aceh, Lhokseumawe, Sigli dan Cibodas (Jawa Barat). [red]
Komentar

Tampilkan

Terkini