BANDA ACEH - Ekspedisi Jelajah Puncak 100 Puncak Aceh (JAPAKEH)
VII 2015 yang berjalan sejak tanggal 27 Desember 2015 lalu dihentikan setelah
Tim Ekspedisi yang terdiri dari 2 (dua) personil Aceh Tracker Community
dihadang badai gunung selama 5 (lima) hari berturut-turut di pegunungan sisi
selatan Kota Jantho yang merupakan akses awal ekspedisi yang mentargetkan
Puncak Hulumasen.
Cuaca
buruk berupa angin kencang serta hujan cukup lebat dimulai sejak Tim mulai
mendekati salah satu puncak yaitu Puncak ke-1 (Goh Dua –
1401mdpl). Sesuai perencanaan yang telah disiapkan, penghentian operasi
pendakian ini merupakan bagian dari Prosedur Tetap (PROTAP) S.O.P Operasi
Ekspedisi Aceh Tracker yang lebih mengutamakan keselamatan (safety) Tim.
Ekspedisi yang dijadwalkan selama 21 hari (20 malam) ini akhirnya berjalan
selama 11 hari (10 malam).
Humas
Japakeh Aceh Tracker Community, Said Muhammad Chaidir, dalam siaran persnya,
Minggu (9/1/2016) mengatakan bahwa setelah mencoba bertahan dalam kondisi
badai, Tim tetap berusaha mencapai Puncak Ke-2 (Gle Sijuek / 1451mdpl) pada
tanggal 2 Januari 2016 dan Puncak ke-3 (Gle Duek / 1400mdpl) pada 3 Januari
2016. Curah hujan yang tinggi sepanjang perjalanan dirasakan sejak Tim memulai
start pendakian dari Bendungan (DAM) 1989 Jantho.
Komunikasi
selama ekspedisi berjalan lancar dengan adanya jaringan salah satu operator
seluler di beberapa titik (spot) sepanjang rute pendakian dengan Tim Pengawas
yang memonitor. Tim Pengawas juga berkoordinasi dengan Unsur Kepolisian
Aceh Besar dan Geuchik Jantho Baru. Sejak mencapai Puncak Goh Dua, hujan disepanjang
pegunungan tidak berhenti yang disertai angin dan kabut tebal setelahnya yang
dirasakan sedikit menyulitkan orientasi kenal medan dan tekhnik navigasi gunung
hutan. Selama 3 (hari) Tim berada di lintasan punggungan (ridgeline) antar
puncak, Tim menghadapi medan vegetasi rotan yang cukup lebat, kubangan binatang
yang cukup banyak disepanjang jalur, lumut, serangan agas dan nyamuk malaria
serta tekanan udara dibawah 900 hectopascal (hPa) meskipun pada siang hari.
Suhu
rata-rata di sepanjang jalur pegunungan diatas 1250mdpl adalah 16°C dan pada
malam hari mencapai 13°C. Tim berhasil turun dengan selamat dan tiba di Desa
Jantgho Baru (startpoint) pada 6 Januari 2016 pukul 17.35 WIB.
Angin
kencang disertai hujan memang bukanlah hal yang asing dalam penjelajahan gunung
tropis, Dan mampu mengancam keselamatan personil jika berlangsung secara
kontinyu karena setiap waktu (tidak dapat diprediksi) pohon-pohon mana (tidak
selalu pohon yang mati) yang bertumbangan sebagaimana yang dialami Tim beberapa
hari lalu.
"Alhamdulillah
tidak terjadi hal-hal fatal. Sehingga dengan kondisi cuaca buruk sebagaimana
yang dihadapi, Tim memutuskan menghentikan operasi ekspedisi (berhenti
melanjutkan rute) meskipun mengorbankan banyak energi selama persiapan dan
perancangannya demi alasan pengutamaan keselamatan (safety first),"
katanya.
Ekspedisi
ini telah dipersiapkan selama beberapa bulan dengan berbagai analisis.
Operasi
ekspedisi pendakian ini disiapkan mulai dari penyususnan Data Informasi
perencanaan meliputi rangka umum teknis kegiatan, biodata personil (termasuk
sidik jari, riwayat medis, golongan darah, foto tapak sepatu dan lain-lain)
serta daftar perlengkapan dan logistik dengan keterangan jumlah, merk dan
warna. Selanjutnya peta topografi ekspedisi yang terbagi dalam beberapa jenis
berdasarkan kebutuhan analisis dan grafik (slopes) jalur plotting pendakian.
Berikutnya dalam Data Informasi Perencanaan turut dirincikan langkah-langkah
Emergency Respons berbasis Explorer Search and Rescue (ESAR).
Langkah-langkah
ini akan diterapkan secara berurutan pada saat Tim Pengawas mulai kehilangan
kontak setelah waktu yang ditetapkan oleh Pimpinan Operasi Ekspedisi. Sehingga
pada saat terjadinya musibah, Aceh Tracker langsung mengutus Tim Tracking untuk
memulai pencarian/pendeteksian titik Probability Of Detection (P.O.D) guna
menetapkan luasan Search Area dan seterusnya.
Misalkan
terjadi kasus hilangnya personil di titik 2 mil dari akses pendakian, maka
radius pencarian akan mencapai 6,28 mil persegi. Hal ini menjadi bagian tak
terpisahkan dalam setiap operasi pendakian ACEH TRACKER di berbagai kawasan.
Selain itu, kepada Pihak yang memberi dukungan (support) seperti masyarakat dan
kepolisian turut dikoordinasikan sehingga langkah-langkah penanggulangan
musibah dapat segera dilakukan secara efektif dan efisien.
Ketua
Umum Aceh Tracker, Said Murthaza Almahdaly yang merangkap Ketua Tim Ekspedisi
Jelajah 100 Puncak Aceh sejak Trip ke-1 hingga ke-7, merupakan alumni Sekolah
SAR Gunung Se-Sumatera, Riau 2007. Sehingga ada penekanan khusus terkait prosedur
keselematan bagi personil ekspedisi, terlebih dalam formasi minimum. Bagi Aceh Tracker penetapan formasi minimum telah melalui berbagai tahapan seperti,
pengalaman, kemampuan fisik, psikologis, teamwork, keahlian navigasi darat,
ESAR, pemahaman morse, tali temali dan lain sebagainya. Harapan Aceh Tracker
agar menjadi catatan bersama terkait pentingnya untuk sedikit lebih ekstra
mempersiapkan segala data pendukung setiap personil atau detai operasi kegiatan
pendakian yang akan dilakukan.
Dijadwalkan
setelah selesai evaluasi internal terkait kegiatan, operasi ekspedisi Jelajah
100 Puncak Aceh dilanjutkan untuk lanjutan (Seri ke-8) dengan lokasi
(kabuoaten) yang berbeda. Hal (pengalihan kawasan) ini dimaksudkan agar
ekspektasi kegiatan terus berlanjut dengan kans yang lebih terbuka di
lokasi yang berbeda dan tidak selalu terpaku pada satu kawasan sehingga
orientasi kegiatan tetap dijalur yang dicita-citakan. Kegiatan Jelajah 100
Puncak Aceh ini didasari keinginan meningkatkan citra kawasan gunung hutan Aceh
serta untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kepetualangan.
Sampai
operasi Ekspedisi Jelajah 100 Puncak Aceh - VII 2015 digelar telah 13 puncak
dijelajahi dengan jumlah personil lapangan yang terlibat 18 (1 putri dan 17
putra) personil baik yang berasal dari internal Aceh Tracker maupun (gabungan)
dengan unsur kelompok/mahasiswa pencinta alam yang berdomisili di Banda Aceh,
Lhokseumawe, Sigli dan Cibodas (Jawa Barat). [red]