IST |
MADURA - Umat Islam di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Rabu malam
serentak menggelar perayaan "Maulid Nabi", yakni memperingati hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan membaca shalawat barzanji, shalawat berisi
puji-pujian terhadap Nabi Muhammad.
Perayaan digelar di berbagai masjid dan mushalla di wilayah
itu. Selain membacakan barzanji, umat Islam juga membawa berbagai jenis
makanan, seperti nasi tumpeng dan aneka ragam buah-buahan.
"Ini sebenarnya kegiatan tradisi sebagai bentuk syukur
umat Islam atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sebab berkat kelahiran beliau,
kita bisa bebas dari alam kejahilan menuju alam yang bernuansa Islami, seperti
sekarang ini," kata pengelola mushalla Al-Amanah di Pademawu Pamekasan
Abdul Kadir Jailani.
Ratusan orang yang tinggal di sekitar mushalla itu datang
dengan membawa berbagai jenis makanan.
Setelah pembacaan barzanji, mereka selanjutnya melakukan
tukar makanan dan makan bersama di mushalla itu.
Menurut dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Pamekasan Achmad Muchlis, M.Ag, sebenarnya yang terpenting dari Perayaan Maulid
Nabi Muhammad SAW itu, bukan pada tradisi tukar makanan.
"Akan tetapi, perayaan seperti itu seyogyanya dibarengi
dengan cara meneladani Rasulullah SAW dalam segala sisi," katanya.
Kadang, kata dia, keteladanan yang sering disampaikan dan
sering terdengar di tengah-tengah masyarakat adalah keteladanan agar menikah
pada usia di mana Rasulullah menikah yakni pada usia 25 tahun.
"Hanya itu seolah-olah keteladanan yang harus dan wajib
dipenuhi, padahal keteladanan itu bukan hanya diartikan sekadar dan sebatas
usia menikah Rasululllah saja," katanya.
Muchlis menjelaskan, keteladanan itu hakikatnya segala
sesuatu yang melekat pada Rasulullah baik secara kognitif, afektif maupun
psikomotorik. "Ini kalau kita pakai istilah dalam pembelajaran,"
katanya.
Keteladan Kognitif adalah kualitas pengetahuan, pikiran dan
hati Rasulullah yang luar biasa juga patut diteladani, yang dapat melahirkan
masyarakat berakhlaq dan berbudi luhur serta berlandaskan demokrasi yang hakiki
didunia ini.
Teori-teori yang saat itu tidak bisa dijangkau, tapi saat
ini terbukti teori-teori itu, artinya Rasulullah dengan kemampuan kognisinya
mampu memprediksi kejadian yang belum terjadi berkat bantuan Allah SWT, semisal
teori yang dikembangkan oleh BF Skiner dengan teori tabularasa.
BF Skiner menyatakan bahwa manusia lahir layaknya seperti
kertas kosong, padahal jauh hari sebelum BF Skiner lahir, seorang Rasulullah
sudah menyatakan lebih dahulu dengan bahasa yang cukup jelas, konkrit dan elegan
yang menunjukkan bahwa kualitas Rasulullah dalam mengolah pikiran sangat luar
biasa. Sebagaimana disebutkan Kullu mauludin yuladu ala fitratil islam fa
abawahu wuhawwidanihi au yunashsiranihi au yumajjisanihi (setiap bayi yang
dilahirkan adalah suci/tanpa dosa/kertas kosong, maka kedua orang tualah yang
dapat menyebabkan yahudi atau nasrani atau majusi).
Kata "fa abawahu (kedua orang tua)" kalau
dijabarkan lebih luas, kata dia, ada tiga macam. Yakni, pertama man waladaka
(orang yang melahirkan), kedua man zawwajaka (orang yang mengawinkan/mertua),
dan ketiga man allamaka (orang yang mengajar/guru).
"Artinya, tiga hal inilah yang sangat berpengaruh dan
mempengaruhi terhadap pola pikir, cara pandang, serta perilaku anak. Hal ini
menunjukkan bahwa Rasulullah adalah sosok yang memiliki pengetahuan yang
fantastis melampaui para sosiolog yang dianggap modern yang marak dikembangkan
di beberapa perguruan tinggi saat ini," katanya.
Keteladanan afektif yakni keteladanan yang ditunjukkan oleh
Rasulullah melalui sikap arif dan bijaksana dalam menyelesaikan setiap masalah
yang dihadapi dirinya maupun umatnya.
Keteladanan psikomotorik adalah keteladanan Rasulullah dalam
berprilaku dan berbudi pekerti, bagimana seorang Rasulullah memberikan teladan
atau memberikan contoh kepada umatnya dengan cara berdiri lama ketika melakukan
sholat di malam hari sehingga kakinya bengkak, menghabiskan waktu malam dengan
shalat dan zikir. Padahal sudah jelas Rasulullah adalah maksum (dihapus
dosa-dosanya).
Hal lain yang tergambar dalam perilaku Rasulullah dalam
kaitannya membangun hubungan dengan umat berbeda agama, sebagaimana diuraikan
dalam hadits "man adza dzimmiyan faqad adzani, (barang siapa yang menyakiti
kafir dzimmi yang tolerans sama saja dengan menyakiti saya).
Hadis ini, kata Muchlis, menunjukkan bahwa persamaan hak
antarsesama manusia juga patut diteladani oleh umat Nabi Muhamad, kendatipun
berbeda keyakinan atau berbeda agama.
Kata dzimmi ialah tolerans menunjukkan bahwa toleransi
antarumat beragama harus dijunjung tinggi baik dalam hal hubungan ekonomi,
sosial maupun politik.
"Nah, ketiga keteladanan ini seharusnya menjadi satu
kesatuan yang utuh untuk kita lakukan, diterjemahkan dalam setiap tindak tanduk
kehidupan sehari-hari. Sehingga berdampak positif pada kehidupan kita baik
dalam hal kehidupan beragama, bersosial, berbudaya maupun berpolitik. Apa yang
kita lakukan sejalan dan seirama dengan idola kita Muhammad Rasulullah
SAW," ujarnya. [Antara]