IST |
JAKARTA - Partai Golkar dan Setya Novanto sama sekali tidak
menyesali pelanggaran etika yang diperbuatnya hingga melahirkan kegaduhan
politik.
Buktinya,
Partai Golkar masih memberikan posisi strategis bagi Novanto, yaitu Ketua
Fraksi di DPR. Novanto bertukar posisi dengan Ade Komaruddin yang
direkomendasikan Golkar menjadi Ketua DPR yang baru.
"Pemberian
posisi Novanto oleh Partai Golkar sebagai Ketua FPG DPR RI menunjukan bahwa
Novanto dan FPG sama sekali tidak mengakui adanya pelanggaran etik, karena itu
FPG secara tidak bermoral memberikan jabatan kepada Novanto," ujar Ketua
Setara Institute, Hendardi, kepada wartawan, Jumat (18/12).
Menurutnya,
urusan itu tidak bisa dipandang sebagai urusan internal Golkar, karena Fraksi
dibiayai oleh negara dan merupakan organ tidak terpisah dari DPR. Maka itu,
posisi baru Novanto tetap harus memenuhi standar etik layaknya pejabat publik.
Hendardi
juga berpendapat, keberanian Golkar memberikan jabatan baru pada Novanto
merupakan dampak dari MKD yang tidak tuntas menyelesaikan tugas hingga
menghasilkan produk putusan mengikat tentang status Novanto.
MKD
telah secara keliru dan terlanjur puas dengan pengunduran diri Novanto,
sehingga sidang MKD tidak menghasilkan putusan apapun.
"Cara
Golkar memperlakukan Novanto menunjukkan partai ini tidak bermanfaat dan tidak
berkontribusi pada pembangunan demokrasi dan budaya etik yang berkeadaban.
Novanto dan Golkar bukanlah teladan dalam berpolitik," terang Hendardi.
Dia
menyebut Golkar sebagai partai yang tidak pernah jemu mendorong arus balik
reformasi mengokohkan oligarki dan atau otoritarianisme gaya baru.
"Golkar
juga tidak pernah jemu menghina dan mempermainkan rakyat dan karena itu harus
ditinggalkan oleh rakyat," tegasnya.
Hendardi
mendorong MKD membuka kembali sidang atas Novanto. Jika tidak, maka MKD sudah
sah sebagai dagelan politik dan orkestra dari skandal ini.
Ia
juga ingatkan, Jaksa Agung yang sudah terlanjur menangani kasus "Papa
Minta Saham" agar tidak bermain politik.
"Segera
tetapkan Novanto sebagai tersangka. Janji Jaksa Agung untuk tangani kasus ini
secara tuntas bukan janji politisi tetapi janji penegak hukum yang dibangun
atas fakta hukum dan ditunggu realisasinya," tutup Hendardi. [RMOL]