IST |
JAKARTA - Dengan tidak adanya ketua DPR baru hingga hari ini
(18/12) yang merupakan hari terakhir DPR bekerja sebelum memasuki reses,
artinya Indonesia tidak memiliki ketua DPR hingga awal tahun depan.
Tapi
kekosongan kursi ketua DPR bagi pengamat tata negara Saldi Isra tidak masalah.
"Apalagi
ini memasuki masa reses, (DPR) masih bisa dijalankan oleh wakil yang lain. Dan
pola seperti ini memang diterima dalam aturan tata tertib mereka, jadi kalau
ketua berhalangan wakilnya bisa men-take over (mengambil alih) fungsi-fungsi
yang harus dijalankan oleh ketua DPR," jelas Saldi.
Sejak
Setya Novanto mundur sebagai ketua DPR, pada Rabu (16/12) malam, belum
diketahui siapa yang akan menjadi orang nomor satu di lembaga legislatif
tersebut.
Menurut
UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD -biasa disebut MD3- ketua DPR yang baru nanti
semestinya berasal dari partai yang sama dengan Setya Novanto, yakni Partai
Golkar.
Revisi
MD3
Namun
karena terdapat dua versi kepengurusan di Partai Golkar ini, pengganti Setya
belum jelas.
Selain
itu, muncul pendapat agar undang-undang MD3 direvisi, sehingga memungkinkan
pemilihan ketua DPR yang baru, seperti disampaikan anggota DPR dari Partai
Demokrat Ruhut Sitompul.
"Kalau
kaitan revisi di mata kami (Partai Demokrat) itu baik. Kenapa? Hakekat pada
partai politik menang pemilu itu apa? Menang kan?" kata Ruhut.
"Kalau
sudah menang, selanjutnya adalah kekuasaan. Ketua DPR, MPR, nah ini kan lucu.
PDIP menang tapi tak dapat apa-apa," katanya.
Wacana
pemilihan ketua DPR yang baru, memungkinkan terpilih nama dari partai lain,
sesuatu yang sepertinya tidak diinginkan oleh sekjen Golkar pimpinan Aburizal
Bakrie, Idrus Marham.
Sistem
Golkar
"Siapa
yang akan menggantikan Setya Novanto itu kita serahkan kepada sistem yang ada
di Partai Golkar. Ada mekanisme pengambilan keputusan di Partai Golkar untuk
menentukan siapa (pengganti Novanto)," tegas Idrus.
Setya
Novanto mengundurkan diri sebagai ketua DPR menyusul kesimpulan sidang Majelis
Kehormatan Dewan yang menyatakan dia melakukan pelanggaran etika dengan skala
sedang maupun berat.
Kasus
Novanto berawal dari beredarnya rekaman pembicaraannya dengan Presiden Direktur
PT Freeport Indonesia, Ma'roef Sjamsoeddin, dan pengusaha M. Riza Chalid.
Dalam
rekaman ini tersyirat adanya pemintaan saham Freeport untuk presiden dan wakil
presiden, agar kontrak Freeport di Indonesia bisa diperpanjang.
Baik
presiden dan wakil presiden membantah terlibat. [BBC]