-->


Menjual Aki Bekas ke Tukang Loak Ternyata Berdampak Buruk

16 Desember, 2015, 08.34 WIB Last Updated 2015-12-16T01:34:49Z
IST
JAKARTA - Menjual aki bekas ke tukang loak ternyata dapat berdampak buruk. Hal ini dapat melanggengkan peleburan timah ilegal.

"Dampaknya bisa mencemari lingkungan di sekitar smelter ilegal itu,” kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin di Jakarta, Selasa, 15 Desember 2015.

Apalagi, tempat peleburan yang kebanyakan berada di belakang rumah penduduk ini tak dilengkapi teknologi serta fasilitas yang ramah lingkungan.

Dalam paparan yang disampaikan KPBB, tukang loak menjadi salah satu bagian rantai pasokan aki bekas ke peleburan ilegal ini. Setelah mengganti dengan yang baru, warga banyak menjual aki bekasnya ke tukang loak. Sebuah aki dihargai sekitar Rp 50 ribu per buah. Selanjutnya, aki bekas ini berpindah tangan ke penadah, yang kemudian menyalurkannya ke pelebur ilegal.

Puput, sapaan Safrudin, mengatakan dari 330 ribu ton aki bekas Indonesia setiap tahun, sebanyak 210 ribu jatuh ke smelter ilegal. Sisanya, menurut dia, antara hilang dan masuk ke pabrik pemurnian berizin.

Dampak dari pengolahan aki bekas menjadi timah hitam ilegal ini tak hanya merusak lingkungan, tapi juga fisik penduduk yang tinggal di sekitarnya. Salah satu contoh yang sempat merebak adalah di Desa Cinangka, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Saat itu, kadar timbal atau Plumbum (Pb) di tanah mencapai 270 ribu bagian per juta (ppm); jauh di atas standar aman WHO yang hanya 400 ppm. Kadar Pb di dalam darah penduduknya juga mengejutkan. Anak-anak memiliki kandungan terendah 16,2 mcg/dL hingga tertinggi 65 mcg/dL –hampir tujuh kali lipat dari batas aman WHO, yakni 10 mg/dL.

Akibatnya, banyak anak mengalami cacat mental dan fisik. Bagi orang dewasa, banyak yang terjangkit kerusakan fungsi otak, gagal ginjal, darah tinggi, dan bagi wanita, kehilangan libido juga keguguran spontan. Dampak ini seolah tak membuat gentar para pelebur. Memang, penghasilan yang mereka dapat tak main-main, bisa Rp 30-40 juta per bulan, sementara modal yang dibutuhkan hanya sekitar Rp 20 juta.

Meski saat ini kondisi Cinangka sudah membaik, Puput berharap pemerintah dapat membuat sistem regulasi yang menutup akses aki bekas ke para pelebur ilegal.

“Dibuat regulasi satu pintu. Jadi aki bekas dikembalikan ke distributor tempat pemilik kendaraan membeli. Jadi langsung diolah mereka dan diberikan ke pabrik pelebur yang berizin,” kata Puput. Rancangan regulasi ini telah diberikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta diharapkan segera berlaku. [Tempo]
Komentar

Tampilkan

Terkini