IST |
JAKARTA - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal
Polisi Badrodin Haiti mengatakan pengabulan permohonan amnesti yang diajukan
Kelompok Din Minimi menjadi kewenangan Presiden Joko Widodo.
Kelompok sipil bersenjata yang menyerahkan diri kepada
aparat keamanan di Provinsi Aceh, pada Selasa, 29 Desember 2015 pagi itu,
sebelumnya meminta pemberian amnesti bagi 120 anggotanya di lapangan dan 30
anggota lainnya yang sudah ditangkap.
"Jadi sesuai ketentuan undang-undang, yang punya
kewenangan memberikan amnesti itu Presiden. Jadi tergantung Presiden,"
kata Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Selasa, 29 Desember 2015.
Ia menjelaskan tidak ada dasar hukum yang mengizinkan Kepala
Badan Intelijen Negara (BIN) maupun Kapolri untuk mengabulkan permohonan
amnesti.
Di dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 disebutkan pemberian
amnesti dilakukan oleh Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).
Sementara itu, Pasal 4 UU Nomor 11 Tahun 1954 tentang
Amnesti dan Abolisi, menyebutkan semua putusan hukuman pidana terhadap
orang-orang yang diberikan amnesti itu akan dihapuskan.
Terkait dengan Pasal 4 UU Nomor 11 Tahun 1954 tentang
Amnesti dan Abolisi ini, Kapolri yang menjabat sejak 17 April 2015 tersebut
menjelaskan, amnesti akan dapat diberikan Presiden jika proses hukum kepada
kelompok yang dipimpin Nurdin bin Ismail alias Din Minimi itu sudah
dirampungkan.
Oleh karena itu, ia mendorong dilaksanakannya proses hukum
yang sesuai dengan ketentuan terhadap gerakan sipil bersenjata ini.
"Petunjuk saya, lebih baik kalau diserahkan ke polisi.
Tetap kami lakukan proses hukum, masalah keringanan hukuman bisa
dikoordinasikan," ujar Badrodin.
Kelompok sipil bersenjata yang bermarkas di Provinsi Aceh
ini menyatakan dirinya "turun gunung" atau menyerah, dengan melepas
15 pucuk senjata api laras panjang mereka kepada aparat keamanan.
Dalam penyerahan dirinya, Din Minimi beserta kelompoknya
juga menuntut pemberian santunan bagi anak-anak yatim dan janda korban konflik
Provinsi Aceh serta pengerahan tenaga pengawas atau peninjau independen dalam
pemilihan kepala daerah 2017.
Selanjutnya, kelompok ini juga melayangkan permintaan kepada
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki kejanggalan dalam
pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh. [Antara/Tempo]