IST |
SYDNEY - Selain isu maritim, pertemuan 2+2 Indonesia-Australia
juga membahas berbagai isu strategis seperti upaya mengatasi ekstremisme dan
terrorisme, keamanan dan stabilitas kawasan termasuk Laut Tiongkok Selatan dan
irregular migrant.
Terkait
isu ekstremisme dan terorisme, kedua negara sepakat untuk bekerja sama
memperkuat kapasitas nasional masing-masing di bidang kontra terorisme dan
kejahatan lintas batas, termasuk foreign terrorist fighters, kejahatan siber
dan kerja sama intelijen.
“Langkah ini
diharapkan dapat mengantisipasi berkembangnya paham radikalisme dan ekstrimisme
di berbagai negara serta meningkatnya aksi terorisme serta kejahatan lintas
batas negara,” jelas Menlu Retno.
Indonesia
juga menekankan perlunya solusi komprehensif mengkombinasikan pendekatan
militer, pendekatan agama, ekonomi dan sosial budaya.
Pertemuan
juga memberi perhatian terhadap perkembangan di Laut China Selatan. Para
menteri sepakat mengenai pentingnya semua pihak menahan diri dan berkontribusi
mengurangi tensi dan menjaga stabilitas di Laut China Selatan. Menlu RI secara
khusus menegaskan kembali bahwa Indonesia bukan merupakan claimant state.
Indonesia bersama ASEAN juga akan terus mendorong implementasi DOC dan
percepatan perundingan COC.
Dalam
penanganan isu migran reguler, para Menteri menegaskan kembali komitmennya
untuk menangani masalah ini melalui Bali Process. Dalam hal ini Menlu Australia
menyampaikan rencananya untuk hadir di pertemuan Bali Process yang akan
diselenggarakan pada Maret 2016 di Indonesia.
“Menteri Bishop dan
saya akan sama-sama memimpin pertemuan Bali Process untuk bahas upaya mengatasi
root causes dari masalah migran irreguler” tegas Menlu RI.
Pertemuan
2+2 juga menjadi momen penandatanganan MoU mengenai Pemberantasan Terorisme
Internasional oleh Kepala BNPT dan Sekretaris Jenderal DFAT Australia. MoU
tersebut mencakup kerja sama intelijen dan peningkatan kapasitas antar lembaga
dalam memerangi ekstrimisme dan terorisme. [Jaringnews]