ACEH BESAR – Peringatan Tsunami bukan bertujuan untuk
membuka kesedihan dan luka lama, melainkan untuk membangkitkan semangat serta menjadikan
bencana sebagai momentum meningkatkan keimanan kepada Allah, sekaligus
menyadarkan kita agar peduli terhadap pelestarian lingkungan dan menjadi
pribadi yang siaga bencana.
Hal
tersebut disampaikan oleh Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah dalam sambutan
singkatnya pada puncak peringatan 11 Tahun Bencana Gempa Bumi dan Tsunami Aceh.
Kegiatan yang dihadiri oleh ribuan masyarakat tersebut dipusatkan di Masjid
Rahmatullah, Gampong lampu’uk, (Sabtu, 26/12/2015).
“Kita
sangat berharap, peringatan tsunami yang kita laksanakan setiap tahun dapat mendorong
masyarakat agar lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana,” ujar pria
yang akrab disapa Doto Zaini itu.
Tsunami
yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004, diakui dunia sebagai salah satu tragedi
paling memilukan dalam sejarah peradaban manusia. Sebagaimana diketahui, bencana
tersebut tidak hanya memporak porandakan Aceh, tapi juga berdampak hingga ke
negara lain, seperti India, Sri Langka bahkan hingga ke sebahagian pantai timur
Afrika.
Jumlah
korban jiwa yang diakibatkan oleh tsunami juga termasuk yang terbesar, yaitu mencapai
lebih dari 200 ribu jiwa. Oleh sebab itu, peringatan tsunami ini tidak hanya
diadakan setiap tahun di Aceh, tapi juga di banyak negara, khususnya di negara
yang merasakan dampak bencana tersebut.
Gubernur
mengakui, banyaknya jumlah korban jiwa pada musibah tersebut bukan hanya
dikarenakan besarnya skala bencana, tetapi juga karena kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap tsunami, bahkan harus diakui, sebelum bencana itu datang,
sebahagian besar tidak mengetahui apa itu Tsunami atau bagi masyarakat Aceh
dikenal dengan Smong.
“Dalam
hal ini, sudah selayaknya kita bisa memetik pelajaran dari peristiwa itu
sebagai landasan bagi kita untuk membangun peradaban yang lebih baik ke depan.
Salah satu pelajaran itu adalah perlunya mendorong agar masyarakat Aceh peduli
dengan pengetahuan di bidang kebencanaan.”
Indonesia Berada di Jalur
Ring of Fire
Sebagaimana
diketahui, Aceh dan sejumlah wilayah lain di Indonesia terletak di kawasan yang
rawan bencana. Hal ini dikarenakan letak geografis Indonesia merupakan titik
bertemunya tiga lempeng tektonik, yakni Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng
Pasifik atau dikenal sebagai Ring of Fire.
“Lempeng
ini kerap bergeser menumbuk lempeng lainnya sehingga berdampak pada terjadinya
gempa bumi. Jika gempa bumi yang terjadi berkekuatan di atas 6 skala richter,
maka ia berpotesi menghadirkan tsunami,” terang Gubernur.
Doto
Zaini mengungkapkan, selain peristiwa tsunami 11 tahun silam itu, berbagai
bencana lain juga pernah terjadi di daerah Aceh. Gubernur mencontohkan, bencana
air bah dan tanah longsor di Aceh Tenggara dan Tangse, banjir besar di Aceh
Tamiang, longsor di Gayo Lues, dan gempa cukup besar di wilayah Aceh bagian
tengah.
“Beberapa
dari bencana itu terjadi akibat kerusakan alam yang merupakan ulah tangan-tangan
manusia. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengajak kita semua agar
hendaknya dapat menahan diri dari segala perbuatan merusak alam dan
lingkungannya,” ajak Gubernur.
Dalam
kesempatan tersebut Gubernur mengajak semua pihak agar menjadikan momentum
peringatan tsunami sebagai sebuah saran untuk melahirkan perilaku yang positif,
sekaligus menciptakan perubahan dalam diri.
“Karena
itulah saya menghimbau agar masyarakat di tingkat kecamatan di seluruh Aceh
sebaiknya membentuk komunitas-komunitas peduli bencana yang kreatif dalam
membangun Aceh yang lebih baik di masa depan, salah satunya melalui peningkatan
pengetahuan di bidang kebencanaan.”
Doto
Zaini berharap agar komunitas tersebut dapat berperan dalam mensosialisasikan
teknik-teknik penanggulangan bencana sehingga program mitigasi bencana dapat
tersebar di tengah-tengah masyarakat.
Gubernur
meyakini jika pemahaman masyarakat terhadap bencana cukup baik, maka upaya
penanggulangan bencana dapat kita jalankan dengan efektif. Gubernur juga menjelaskan,
dalam RPJM Aceh 2012-2017, masalah Lingkungan Hidup dan Kebencanaan merupakan
salah satu program prioritas yang dijalankan Pemerintah Aceh.
“Karena
itu saya meminta agar program penanggulangan bencana ini benar-benar dijalankan
dengan baik demi kenyamanan kepada masyarakat. Saya juga menghimbau agar
solidaritas kita lebih ditingkatkan lagi agar penanganan bencana dapat
dilakukan secara komprehensif.”
Peringatan Tsunami Sarana
Membangun Solidaritas
Sebagai
daerah rawan bencana, dalam kesempatan tersebut Gubernur juga mengajak semua
eleman masyarakat untuk memupuk dan meningkatkan semangat solidaritas. Doto
mencontohkan bagaimana masyarakat internasional bersolidaritas membantu proses
recovery Aceh pasca bencana.
“Solidaritas
itu pula yang menjadi modal utama bagi kita untuk bangkit sehingga mencapai
suasana yang seperti sekarang ini. Karena itu, momentum Peringatan 11 Tahun
Tsunami Aceh, saya mengajak semua pihak untuk memperkuat solidaritas, menjaga
persatuan dan kesatuan, serta memelihara perdamaian,” himbau Gubernur.
Dalam
kesempatan tersebut, Gubernur juga menyampaikan apresiasi dan rasa terimakasih
kepada negara sahabat, lembaga donor, kalangan NGO, dan Pemerintah Indonesia atas
bantuan yang begitu tulus membantu pembangunan Aceh pasca bencana.
“Semoga
dukungan itu menjadi cambuk bagi kami untuk bangkit dan berbenah diri. Kepada
Allah mari kita berdoa, semoga bencana tidak lagi menerjang negeri tercinta ini,
dan semoga rakyat Aceh dapat hidup makmur dan sejahtera di masa mendatang,”
pungkas Gubernur Aceh.
Peringatan 11 tahun tsunami juga diisi dengan Tausyiah singkat yang
disampaikan oleh Ustadz Fakhruddin Lahmuddin. Dalam ceramahnya, Ustadz berkulit putih itu
menyampaikan tentang berbagai kejadian yang berkaitan dengan bencana dahsyat
yang terjadi, baik pada masa kehidupan Nabi dan Rasul maupun di
zaman modern.
"Semua bencana yang Allah turunkan kepada hambanya adalah
untuk memberikan peringatan kepada hambanya. Oleh karena itu, marilah bersama
kita mengambil pelajaran dari bencana tsunami, bukan hanya menjadi pribadi yang
tanggap bencana tetapi juga menjadi pribadi yang menyadari dan mau bertaubat.”
Acara yang mengangkat tema, 'Memajukan
Negeri Dengan Membangun Masyarakat Yang Siaga Bencana' ini juga diisi dengan kegiatan pemberian santunan kepada
200 orang anak yatim. Santunan diserahkan oleh Gubernur Aceh didampingi oleh
Bupati Aceh Besar, yang secara simbolis diserahkan kepada perwakilan 10 orang
anak yatim.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Wakil Ketua DPRA, perwakilan Kapolda,
perwakilan Pangdam Iskandar Muda, dan Kajati Aceh, Ketua MPU, Para Alim Ulama
dan Tokoh Masyarakat, Bupati Aceh Besar dan Wakil Wali Kota Banda Aceh, Perwakilan
Organisasi Masyarakat, Para Akademisi dan Pegiat Kebencanaan.
Sekilas
Tentang Masjid Rahmatullah
Masjid
Rahmatullah merupakan salah satu saksi bisu dahsyatnya gelombang tsunami yang
meluluhlantakkan Aceh pada 26 Desember 2004. Seluruh bangunan dan pepohonan
disapu gelombang tsunami, hanya Masjid ini yang tertinggal dan berdiri kokoh.
Pada
masa rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, Masjid Rahmatullah menjadi salah satu
titik lokasi pengungsian di wilayah Aceh Besar.
Setidaknya
4800 jiwa menjadi korban dari total enam ribu jiwa yang mendiami kawasan
Lampuuk. Kini, kawasan Lampuuk telah berbenah, dan Masjid Rahmatullah telah
menjadi salah satu destinasi wisata tsunami. [rls/red]