IST |
JAKARTA - Bank Indonesia melansir data terbaru mengenai posisi
utang luar negeri Indonesia. Per Oktober 2015, utang luar negeri Indonesia
tercatat sebesar USD 304,11 miliar atau setara dengan Rp 4.184 triliun (kurs
hari ini). Angka utang ini naik dibanding bulan sebelumnya yang tercatat
mencapai USD 302,51 miliar.
Dikutip
langsung dari data Bank Indonesia, sumber utang luar negeri berasal dari 3
macam kreditor. Pertama adalah dari berbagai negara dengan total USD 178,66
miliar. Kemudian dari organisasi internasional sebesar USD 27,61 miliar serta
lainnya sebesar USD 97 miliar.
Dari
sisi negara, Singapura tercatat sebagai pemberi utang terbesar ke Indonesia
dengan total mencapai USD 57,91 miliar atau setara dengan Rp 796 triliun. Selanjutnya
disusul oleh Jepang dengan total utang mencapai USD 31,93 miliar. Belanda juga
cukup besar memberi utang ke Indonesia dengan nilai mencapai USD 10,22 miliar
dan disusul oleh Amerika Serikat sebesar USD 10,34 miliar. Masih banyak negara
lain yang memberi utang ke Indonesia dengan nilai di bawah USD 10 miliar
seperti Hong Kong, Jerman, China, Spanyol dan lain sebagainya.
Sedangkan
dari sisi organisasi internasional, IBRD tercatat sebagai pemberi utang
terbesar dengan nilai USD 14,28 miliar. Kemudian ADB juga memberi utang sebesar
USD 8,04 miliar. Selanjutnya disusul oleh IMF sebesar USD 2,7 miliar. Masih
banyak organisasi lainnya seperti EIB, NIB dan lain sebagainya yang memberi
utang ke Indonesia.
Namun
demikian, Adviser IMF Benedict Bingham pernah mengatakan Indonesia sudah tidak
lagi berutang pada lembaga moneter internasional tersebut. Adapun utang
tercantum dalam data statistik utang luar negeri Bank Indonesia itu merupakan
kuota penyertaan modal Indonesia dalam bentuk mata uang khusus IMF, biasa
disebut special drawing rights (SDR).
"Berdasarkan
dokumen perjanjian, alokasi SDR kepada seluruh negara anggota disesuaikan
dengan proporsi kuota mereka di IMF. Ini dalam rangka menyediakan likuiditas
tambahan buat negara anggota."
Saat
ini, lanjut Benedict, kuota Indonesia sebesar SDR 1,98 juta atau setara USD 2,8
juta. Berdasarkan standar akuntansi, penyertaan modal ini diperlakukan sebagai
utang atau kewajiban luar negeri harus ditanggung Bank Indonesia.
"Sementara,
kepemilikan SDR diperlakukan sebagai aset Bank Indonesia," katanya.
"Jadi, ketika SDR dialokasikan, itu tidak mengubah posisi utang negara
anggota pada IMF." [Merdeka]