-->


Diskusi Budaya Aceh: "Mari Kita Jaga Warisan Endatu"

16 Desember, 2015, 20.37 WIB Last Updated 2015-12-16T13:50:17Z
BANDA ACEH - Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh mengadakan kegiatan focus grup discussion (FGD) terkait budaya Aceh dalam perspektif generasi muda Aceh di The Stone Kupi Lampineung, Banda Aceh, Rabu (16/12/2015).

Kegiatan tersebut diikuti oleh 20 orang peserta yang berasal dari beberapa perwakilan organisasi dan lembaga di Aceh, seperti FPMPA, HMI, KAMMI, PII, IMM, SuRaDT, HIMAPAS, PAS.

Acara yang difasilitasi oleh mantan ketua FPMPA Mufied Al-Kamal, S.Sos.I,SE tersebut turut menghadirkan budayawan Aceh, Barlian AW sebagai narasumber.

Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh yang diwakili oleh Mus Mulyadi, S.Pd.,MM mengatakan bahwa kesbangpol senantiasa berupaya menyediakan ruang dan wadah diskusi untuk menghimpun segenap pandangan, masukan serta aspirasi dari berbagai elemen masyarakat terutama generasi muda Aceh.

"Insya Allah kita akan terus berupaya melakukan yang terbaik, jadikan kesbangpol sebagai rumah bagi ormas, paguyuban, dan LSM yang ada di Aceh," ujarnya.

Begitupula diskusi ini dilaksanakan untuk menghimpun segenap pandangan generasi muda Aceh  terkait budaya Aceh itu sendiri. Kebudayaan Aceh itu sendiri merupakan perpaduan dari berbagai budaya yang ada di dunia, jadi masyarakat harus bangga menjaga budaya Aceh.

Barlian AW yang hadir sebagai narasumber pada kegiatan tersebut memaparkan bahwa budaya adalah kebiasaan masyarakat yang lahir dari suatu kebutuhan dan dilakukan secara turun temurun.

Ada 3 elemen penting dari momentum budaya misalkan kenduri-kenduri yang ada di Aceh. Ketiga elemen itu yakni silaturrahmi, syari’at dan berbagi atau tolong menolong. Sehingga dapat dikatakan agama membersihkan adat dan budaya, adat dan budaya memperkuat agama.

Kegiatan diskusi berlangsung menarik dan berjalan dua arah. berbagai pertanyaan, pandangan dan masukan dari peserta secara bergiliran disampaikan. Ada 12 dari 20 peserta yang memberikan pandangan dan pertanyaan pada dua sesi kesempatan yang disediakan moderator kegiatan.

Ketua SuRaDT Delky Nofrizal Qutni menyampaikan bahwa pemerintah tidak perlu takut untuk membangun aksesibilitas atau jalan ke daerah-daerah terpencil hanya karena ditakutkan terjadi penebangan hutan, karena di daerah terpencil kearifan local,  adat dan budaya nya cukup kuat untuk menjaga alam.

Misalkan di Buloh Seuma, ada kenduri terlebih dahulu setiap penebangan kayu-kayu besar, tidak semua  pohon kayu bias ditebang, dan ada sanksi jika melakukan penebangan sembarangan. Jadi yang perlu dilakukan pemerintah adalah menjaga dan melestarikan adat dan budaya tersebut serta mengantisipasi pihak luar yang tidak bertanggung jawab.

Ketua FPMPA, Sudirman mengajak setiap elemen untuk bersama-sama terutama elemen kepemudaan menjadi pelopor untuk menjaga kebudayaan Aceh.

"Mari kita jaga dan rawat secara seksama apa yang diwariskan oleh para endatu Aceh," ajaknya.

Peserta meminta pemerintah Aceh harus lebih berperan aktif dalam memperkuat budaya Aceh, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan memperbanyak kegiatan FGD seperti ini, dan yang lebih penting pemerintah harus memasukkan pelajaran budaya Aceh kedalam kurikulum, sehingga budaya Aceh tidak luntur pada generasi berikutnya, ungkap M. Furqan Perwakilan PII Aceh.

Pada kegiatan diskusi tersebut dilahirkan beberapa kesimpulan  bahwa setiap elemen termasuk generasi muda harus menjaga kearifan local dan budaya yang ada di Aceh. Budaya dan adat harus disesuaikan perkembangan massa dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma agama.

Tidak hanya itu, peserta meminta agar kesbangpol dan linmas Aceh bersedia memfasilitasi elemen pemuda Aceh berdiskusi dengan paduka yang mulia wali nanggroe terkait Budaya Aceh, sehingga terciptanya sinergisitas antara pemuda dengan lembaga wali nanggroe untuk sama-sama memperkuat adat dan budaya Aceh.


Diakhiri diskusi peserta meminta agar kegiatan FGD seperti ini dapat diperbanyak kedepannya agar dapat menyentuh semua elemen dan kalangan. Kegiatan seperti ini dinilai sangat penting dilakukan secara kontinyu agar berbagai elemen bisa menuangkan ide, pemikiran, pandangan dan aspirasi dari berbagai kalangan. Budaya diskusi terfokus dengan kemasan FGD ini perlu dibudayakan dalam rangka mencari solusi dari berbagai persoalan kekinian. [red]
Komentar

Tampilkan

Terkini