BANDA ACEH - Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh mengadakan
kegiatan focus grup discussion (FGD) terkait budaya Aceh dalam perspektif
generasi muda Aceh di The Stone Kupi Lampineung, Banda Aceh, Rabu (16/12/2015).
Kegiatan tersebut diikuti oleh 20 orang peserta yang berasal
dari beberapa perwakilan organisasi dan lembaga di Aceh, seperti FPMPA, HMI,
KAMMI, PII, IMM, SuRaDT, HIMAPAS, PAS.
Acara yang difasilitasi oleh mantan ketua FPMPA Mufied
Al-Kamal, S.Sos.I,SE tersebut turut menghadirkan budayawan Aceh, Barlian AW
sebagai narasumber.
Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh yang diwakili oleh
Mus Mulyadi, S.Pd.,MM mengatakan bahwa kesbangpol senantiasa berupaya
menyediakan ruang dan wadah diskusi untuk menghimpun segenap pandangan, masukan
serta aspirasi dari berbagai elemen masyarakat terutama generasi muda Aceh.
"Insya Allah kita akan terus berupaya melakukan yang
terbaik, jadikan kesbangpol sebagai rumah bagi ormas, paguyuban, dan LSM yang
ada di Aceh," ujarnya.
Begitupula diskusi ini dilaksanakan untuk menghimpun segenap
pandangan generasi muda Aceh terkait
budaya Aceh itu sendiri. Kebudayaan Aceh itu sendiri merupakan perpaduan dari
berbagai budaya yang ada di dunia, jadi masyarakat harus bangga menjaga budaya
Aceh.
Barlian AW yang hadir sebagai narasumber pada kegiatan
tersebut memaparkan bahwa budaya adalah kebiasaan masyarakat yang lahir dari
suatu kebutuhan dan dilakukan secara turun temurun.
Ada 3 elemen penting dari momentum budaya misalkan
kenduri-kenduri yang ada di Aceh. Ketiga elemen itu yakni silaturrahmi, syari’at
dan berbagi atau tolong menolong. Sehingga dapat dikatakan agama membersihkan
adat dan budaya, adat dan budaya memperkuat agama.
Kegiatan diskusi berlangsung menarik dan berjalan dua arah.
berbagai pertanyaan, pandangan dan masukan dari peserta secara bergiliran
disampaikan. Ada 12 dari 20 peserta yang memberikan pandangan dan pertanyaan
pada dua sesi kesempatan yang disediakan moderator kegiatan.
Ketua SuRaDT Delky Nofrizal Qutni menyampaikan bahwa
pemerintah tidak perlu takut untuk membangun aksesibilitas atau jalan ke
daerah-daerah terpencil hanya karena ditakutkan terjadi penebangan hutan,
karena di daerah terpencil kearifan local,
adat dan budaya nya cukup kuat untuk menjaga alam.
Misalkan di Buloh Seuma, ada kenduri terlebih dahulu setiap
penebangan kayu-kayu besar, tidak semua
pohon kayu bias ditebang, dan ada sanksi jika melakukan penebangan
sembarangan. Jadi yang perlu dilakukan pemerintah adalah menjaga dan
melestarikan adat dan budaya tersebut serta mengantisipasi pihak luar yang
tidak bertanggung jawab.
Ketua FPMPA, Sudirman mengajak setiap elemen untuk
bersama-sama terutama elemen kepemudaan menjadi pelopor untuk menjaga
kebudayaan Aceh.
"Mari kita jaga dan rawat secara seksama apa yang
diwariskan oleh para endatu Aceh," ajaknya.
Peserta meminta pemerintah Aceh harus lebih berperan aktif
dalam memperkuat budaya Aceh, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah
dengan memperbanyak kegiatan FGD seperti ini, dan yang lebih penting pemerintah
harus memasukkan pelajaran budaya Aceh kedalam kurikulum, sehingga budaya Aceh
tidak luntur pada generasi berikutnya, ungkap M. Furqan Perwakilan PII Aceh.
Pada kegiatan diskusi tersebut dilahirkan beberapa
kesimpulan bahwa setiap elemen termasuk
generasi muda harus menjaga kearifan local dan budaya yang ada di Aceh. Budaya
dan adat harus disesuaikan perkembangan massa dan tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai dan norma-norma agama.
Tidak hanya itu, peserta meminta agar kesbangpol dan linmas
Aceh bersedia memfasilitasi elemen pemuda Aceh berdiskusi dengan paduka yang
mulia wali nanggroe terkait Budaya Aceh, sehingga terciptanya sinergisitas
antara pemuda dengan lembaga wali nanggroe untuk sama-sama memperkuat adat dan
budaya Aceh.
Diakhiri diskusi peserta meminta agar kegiatan FGD seperti ini
dapat diperbanyak kedepannya agar dapat menyentuh semua elemen dan kalangan.
Kegiatan seperti ini dinilai sangat penting dilakukan secara kontinyu agar
berbagai elemen bisa menuangkan ide, pemikiran, pandangan dan aspirasi dari
berbagai kalangan. Budaya diskusi terfokus dengan kemasan FGD ini perlu
dibudayakan dalam rangka mencari solusi dari berbagai persoalan kekinian. [red]