IST |
BANDA ACEH - Pimpinan kelompok bersenjata paling diburu di
Aceh akhirnya menyerahkan diri. Nurdin Ismail alias Din Minimi turun gunung
beserta puluhan anak buahnya setelah bernegosiasi dengan Kepala Badan Intelijen
Negara (BIN) Sutiyoso. Bagaimana jejak Din Minimi selama pelariannya?
Nama Din Minimi mulai dikenal masyarakat saat ia tampil di
media terbitan lokal sambil menenteng AK 47 pada 11 Oktober 2014 silam. Ada dua
anak buahnya yang menemani saat itu. Pria yang bergabung dengan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) sejak 1997 itu mengaku kembali angkat senjata untuk menuntut
keadilan.
Sejak saat itu, polisi
mulai memburu Din Minimi beserta pasukannya. Berdasarkan catatan
kepolisian, Din Minimi terlibat dalam sejumlah kasus kriminal di wilayah Aceh
Utara, Lhokseumawe dan Aceh Timur. Namanya sering dikaitkan dengan aksi
penculikan dan perampokan.
Terakhir, nama Din Minimi semakin terkenal setelah peristiwa
tewasnya dua intel Kodim 0103 Aceh Utara pada 24 Maret lalu. Kedua intel
tersebut adalah Sertu Indra dan Serda Hendri. Anggota intelijen ini diculik
usai bertemu dengan Kepala Mukim Alumbang, Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara.
Jenazah kedua anggota intel ini ditemukan dalam kondisi
tragis. Tangan terikat dan di tubuh terdapat sejumlah luka tembak dan bekas siksaan.
Sejak saat itu, kelompok Din Minimi mulai aktif diburu oleh pihak kepolisian.
Bahkan, sempat terjadi beberapa kali baku tembak berselang beberapa bulan
kemudian.
Setelah dilakukan perburuan berbulan-bulan, polisi berhasil
menangkap 19 anggota Din Minimi dan enam orang ditembak mati. Puluhan pucuk
senjata api berbagai jenis dan ribuan butir peluru diamankan. Anak buah Din
Minimi yang ditangkap ini sebagian sedang menjalani persidangan di Pengadilan
Negeri Lhokseumawe.
Din Minimi sebenarnya bukan orang baru dalam pemberontakan.
Saat konflik Aceh berkecamuk, ia merupakan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Ia bisa dibilang dibesarkan dalam keluarga yang melawan Pemerintah Indonesia.
Ayahnya, Ismail adalah kombatan GAM yang dikenal berani dalam bertempur tapi
hingga kini tidak diketahui nasibnya. Sementara tiga adiknya juga ikut
bergabung dalam GAM.
Pada tahun 2003, Din Minimi ditangkap oleh pasukan Kostrad
433 saat ia sedang belanja di kawasan Aceh Timur. Setelah penandatanganan
damai, ia bebas. Din Minimi kembali ke tengah-tengah masyarakat dan bekerja
sebagai operator backhoe. Ia bekerja diberbagai daerah hingga ke luar Aceh.
Saat Pilkada Aceh tahun 2012, Din Minimi ikut terlibat dalam
tim pemenangan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Tapi setelah dua tahun
pasangan bekas mantan kombatan GAM ini menjabat, Din Minimi Kecewa. Mereka
akhirnya kembali angkat senjata untuk menuntut keadilan.
"Mereka (Din Minimi) minta agar pemerintah Aceh
memperhatikan nasib mantan kombatan yang masih banyak belum diperhatikan
sebagaimana janji dalam MoU Helsinki," kata kuasa hukum Din Minimi,
Safaruddin yang merupakan Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin,
beberapa waktu lalu melalui Blackberry Massenger kepada detikcom.
Setelah diburu selama satu tahun sejak mendeklarasikan diri
kembali angkat senjata, Din Minimi akhirnya turun gunung pada Senin (28/12)
malam sekitar pukul 22.00 WIB. Din beserta 120 pasukannya menyerah setelah
bernegosiasi dengan Kepala BIN Sutiyoso. Orang nomor satu di bidang intelijen ini
langsung datang ke Aceh Timur untuk menjemput Din Minimi.
Usai turun gunung, Din Minimi beserta rombongan Kepala BIN
langsung pulang ke rumah orangtuanya di Desa Ladang Baro Kecamatan Julok, Aceh
Timur. Dalam pertemuan di rumah itu, Din Minimi masih memegang senjata laras
panjang jenis AK 47.
"Saya melakukan negosiasi dengan Din Minimi dan saya
pidah ke rumah Din Minimi. Saya tidur bersama mereka dan akhirnya mendapat
kesepakatan," jelas Sutiyoso saat berbincang dengan detikcom, Selasa
(29/12/2015).
Menurut Sutiyoso, setelah bernegosiasi, ada 120 orang
kelompok bersenjata anggota Din Minimi yang menyerahkan diri. "Ada 15
pucuk senjata dan 1 karung amunisi," terang dia. [Detik]