IST |
JAKARTA - Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja di kementerian
atau lembaga setingkat menteri 2015 yang dikeluarkan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi cukup mencengangkan.
Dari
hasil evaluasi itu, Kejaksaan Agung berada di posisi terbawah atau 86 dari
kementerian atau lembaga yang ada di Indonesia. Kejagung mengantongi skor 50,02
atau kategori CC.
Namun
sayang, di tengah mendapat rapor merah itu Jaksa Agung justru mengkritik media
dengan menyatakan apa yang diberitakan sangat kontaproduktif. Bahkan, orang
nomor satu di Korps Adhyaksa itu meminta media untuk memberitakan yang baik
saja saat penutupan Rakernas Kejaksaan pada 18 Desember 2015 lalu.
Menanggapi
ini, pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing
mengatakan, sebaliknya sikap Jaksa Agung yang mendiskreditkan peran media
itulah yang justru kontraproduktif.
"Semua
orang pasti tidak setuju dengan pernyataan Jaksa Agung ini,”
ujar Emrus kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/12).
Menurut
Emrus, harusnya Jaksa Agung menyadari peran media sebagai pengontrol kejaksaan
selaku penyelenggara negara. Tidak terbayangkan, ungkap Emrus, jika tidak ada
kontrol dari media pasti lebih buruk kondisi kejaksaan dari saat ini.
"Kalau
kita lihat, di tengah keterbukaan informasi publik saja rapor kejaksaan masih
sangat buruk dan jauh dari harapan masyarakat,”
kata Emrus.
Ia
mengatakan, jika pemberitaan media tidak proporsional kejaksaan harusnya
memberikan hak jawab. Menurut dia, kalau hak jawab itu didukung data faktual,
tentulah semua pihak akan menghormatinya. "Jangan membela diri dengan
menyalahkan media. Harusnya kejaksaan itu berani berwacana publik dengan
sehat," jelasnya.
Emrus
menegaskan, tanpa berdasarkan data lalu membela diri, kejaksaan pastinya malah
mendapatkan persepsi negatif dari publik. "Presiden Joko Widodo saja tidak
pernah membela diri jika dikritik media, dan malah berterima kasih kepada
media,” katanya.
Emrus
menambahkan, Kemenpan RB pastinya memiliki alasan tersendiri mengapa memberi
nilai buruk terhadap Kejaksaan Agung. Menurutnuya, sudah tepat kejaksaan
mendapatkan nilai tersebut. "Evaluasi sumber daya manusia di kejaksaan
harus dimulai saat ini," ujarnya.
Hal
ini membuktikan bahwa revolusi mental yang diusung Presiden Joko Widodo, tidak
berjalan sebagaimana mestinya di institusi Kejaksaan Agung. "Jika
presiden masih visioner dan memiliki keinginan memperbaiki penegakan hukum
khususnya di kejaksaan, harusnya peka akan aspirasi masyarakat selama ini,”
ucapnya.
Oleh
karena itu, Presiden Joko Widodo seharusnya tidak mempertahankan Jaksa Agung
yang tidak produktif seperti HM Prasetyo ini.
“Reshuffle saja
pimpinan kejaksaan yang tidak produktif ini. Sudahlah Pak Presiden, ganti saja,
untuk apa dipertahankan Jaksa Agung seperti ini. Artinya, jangan mempertaruhkan
kepentingan rakyat hanya dengan mempertahankan satu orang yang tidak produktif,”
pungkasnya. [jpnn]