IST |
JAKARTA - Benedict Anderson salah seorang Indonesianis akhirnya
menutup mata pada usia 79 tahun. Meski pada 1973, dilarang menginjakkan kaki ke
Indonesia, Anderson tak lantas melupakan atau bahkan membenci Indonesia.
Dengan
pikiran kritisnya Anderson masih mengkritik politik di Indonesia. Hal ini
dimaksudkan untuk perbaikan ke depannya. Menurut dia, politik di Indonesia
cenderung merupakan pengalihan kemarahan masyarakat ke target luar untuk
menutupi kegagalan ekonomi dalam negeri.
Dalam
banyak kasus, konglomerat Indonesia jauh dari cakrawala pandangan nelayan,
petani, ataupun babu. Musuh sehari-hari masyarakat Indonesia pun bukan orang
luar negeri, tapi orang lokal seperti polisi dan mafia. Namun, kaum elite
justru mengatakan semua masalah karena Yahudi dan Amerika. Hal ini dimaksudkan
agar kebencian pada mereka teralihkan ke pihak luar.
Namun,
Anderson dalam wawancara dengan Tempo pada 2012 mengungkapkan rasa optimisnya
terhadap generasi muda. Menurut dia, generasi muda masih ada harapan dan bisa
berbuat sesuatu untuk mengubah politik di Indonesia.
Menurut
Anderson, anak muda biasanya berani tetapi tidak punya daya tahan. Hal ini,
menurutnya, menyebabkan banyak generasi muda yang bergabung dengan kelompok
mafia. "Kalau kita lihat anak kecil yang nakal, selalu saya bercanda, ‘Ini
harapan bangsat’," ujarnya kepada Tempo saat itu.
Namun,
Anderson mengaku masih optimistis terhadap generasi muda. Menurut dia, gerakan
apa pun bisa berjalan asal dipimpin orang yang beres.
Benedict
Anderson meninggal di Batu, Jawa Timur, pada Sabtu, 12 Desember 2015, pukul
23.00. Ia menutup mata pada usia ke-79 tahun. Dia datang ke Indonesia untuk
mengisi kuliah umum bertema anarkisme dan nasionalisme di kampus Universitas
Indonesia, Depok, Kamis, 10 Desember 2015. Kegiatan ini diselenggarakan
penerbit Marjin Kiri, Program Studi Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Indonesia, dan majalah Loka. [Tempo]