IST |
BANDA ACEH - Adanya kelompok bersenjata Din Minimi yang hangat
diperbincangkan publik diindikasikan, saat ini sedang dijadikan target untuk
kepentingan politik oleh pihak-pihak yang sengaja bermain-main dengan isu Din
Minimi dengan mengabaikan kepentingan damai Aceh yang sudah berlangsung 10
tahun.
"Kami
tidak henti-hentinya menghimbau semua pihak untuk dapat merawat perdamaian Aceh
dengan baik. Karena perdamaian ini melalui proses waktu yang sangat panjang
untuk dapat meyakinkan kedua belah pihak antara RI-GAM untuk duduk dan
berdialog dalam perundingan di Helsinki," demikian kata Tgk. Sufaini
Syekhy melalui siaran persnya, Kamis (5/11/2015).
Ketua
Achenese Australia Association (AAA) ini mengingatkan bahwa catatan selama
konflik 32 tahun di Aceh sudah menimbulkan jatuh korban puluhan ribu nyawa
melayang, baik dari GAM, masyarakat sipil maupun pihak aparat keamanan.
Pengalaman pahit ini sudah seharusnya jangan sampai terulang kembali.
"Jangan
lupakan ini, dan sudah seharusnya pihak elit GAM yang saat ini berkuasa harus
bertanggung jawab kepada para mantan TNA di lapangan yang hidupnya sampai saat
ini belum ada keadilan yang signifikan. Jangan hanya mengatasnamakan mantan
TNA, anak yatim dan janda-janda korban konflik tapi kenyataannya toh kehidupan
mereka semakin terpuruk", katanya.
"Atas
dasar ini, kami tidak bosan-bosannya mengingatkan ke semua pihak yang
berkompeten agar jangan jadikan kelompok Din Minimi sebagai target kepentingan
sesaat," imbuhnya.
Kemudian,
kami juga heran mengapa Polda terus bernafsu ingin memburu kelompok. Din Minimi
hidup atau mati, sampai setegas itu kah! Sebahaya apakah kelompok Din Minimi,
jangan lah membangunkan singa lapar nanti kalau dia terusik akan menggigit
siapa saja.
"Seharusnya
pemimpin Aceh bisa mengakomodasi dan merangkul mereka. Kami mengecam keras
khususnya kepada pihak elit GAM yang terkesan tidak ada kepedulian sedikitpun
terhadap nasib anak buahnya di lapangan. Bukankah tuntutan kelompok Din Minimi
merupakan kenyataan yang dirasakan banyak mantan kombatan," sebut Syekhy.
Sepertinya
perdamaian Helsinki tidak bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Aceh. Seharusnya
perdamaian Aceh meski antara RI-GAM namun hasilnya justru hanya untuk memenuhi
syahwat kekuasaan sekelompok elit GAM saja.
"Kami
sudah jengah, kami akan menggugat Perdamaian Aceh secara hukum, atau kami akan
melakukan pengadilan rakyat terhadap ZIKIR dan PA, karena ZIKIR dan PA tidak
ada upaya untuk melindungi rakyat khususnya para mantan kombatan GAM. Padahal
dalam MoU Helsinki dijelaskan bahwa RI dan GAM sepakat untuk berkomitmen menghentikan
konflik dan menyelesaikan masalah yang ada secara damai dan bermartabt,"
katanya.
Lanjutnya,
dalam MoU Helsinki pasal 3.2 ayat 3.2.5, mewujudkan janji-janji hibah tanah 2
hektar namun sampai saat ini pun belum terwujud. Dan ayat 3.2.7 memberdayakan
mantan GAM sebagai Polisi dan tentara, artinya mengacu pada poin-poin diatas
pemerintah wajib melindungi secara politik dan hukum, ekonomi dan dijamin oleh
negara untuk rehabilisasi di segala aspek.
"Tidak
ada pasal demi pasal dalam MoU Helsinki yang menyebutkan mantan GAM wajib
diburu hidup atau mati," sindir Sufaini Syekhy. Ia pun mengharapkan Polda
dan ZIKIR/PA supaya dapat memaknai tujuan damai. Rakyat Aceh jangan dikerasi
karena mereka akan lebih keras.[Red]