BANDA ACEH - Lembaga
Solidaritas untuk Rakyat Daerah Terpencil (LSM-SuRaDT)
menilai sejauh ini Pendidikan di daerah-daerah terpencil yang ada di Aceh masih
terabaikan oleh pemerintah. Bukti riilnya masih sangat banyak daerah terpencil
di Aceh tidak memiliki insfrastruktur pendidikan, dan tenaga pengajar di daerah
terpencil juga kerap terabaikan oleh instansi terkait.
Di dalam UUD
1945 jelas setiap warga Negara berhak untuk mengecap pendidikan, tanpa
terkecuali mereka yang berada dipedalaman, dan daerah terpencil. Di dalam nawacita
pemerintahan jokowi-JK juga termaktub tentang membangun Indonesia dari
pinggiran, pedalaman dan sebagainya. Bagaimana ingin mewujudkan pembangunan
daerah terpencil jika sector pendidikan ini merupakan kebutuhan primer
masyarakat diabaikan, sehingga dampaknya terhadap masih tingginya angka melek
huruf di daerah terpencil, dan rendahnya sumber daya manusia di daerah
tersebut.
Demikian dikatakan ketua LSM-SuRaDT, Delky Novrizal Qutni, kepada
lintasatjeh.com, Sabtu (7/11/2015).
Fenomena di lapangan
dapat kita lihat, katanya, masih banyak
sekolah di daerah terpencil yang ada di provinsi Aceh yang tidak memiliki
fasilitas, kendatipun ada fasilitas itupun dalam kondisi sangat menyedihkan.
Belum lagi, jika kita bicara tenaga pengajar di daerah terpencil yang sangat
minim. Katakan saja di Alue Keujreun Kecamatan Kluet Tengah Kabupaten Aceh
Selatan, kondisi ruang belajarnya yang bocor fasilitas pendidikan bahkan
minimnya jumlah guru hingga kesejahteraan guru juga tidak diperhatikan.
Dirinya yakin hal serupa juga terjadi di
daerah terpencil lainnya. Apakah
instansi terkait tidak membaca pergub no. 70 tahun 2012 tentang RPJM,
wallahu’alam.
Bahkan
pelaksanaan hardikda di kabupaten Simeuleu yang merupakan salah satu kabupaten
tertinggal yang memiliki banyak kawasan terpencil tempo hari juga tak lebih
dari seremonial tanpa makna. Selain masih minimnya fasilitas dan tenaga
pengajar di sana, bahkan kesejahteraan guru di sana juga tak
pernah diperhatikan. Buktinya, banyak guru daerah terpencil disana sudah
bertahun-tahun bahkah ada yang sudah 5 tahun tak menerima haknya berupa
tunjangan daerah terpencil.
Hal serupa kami
yakini juga terjadi di daerah terpencil lainnya. Tetapi, instansi terkait
justru terkesan tutup mata dengan semua itu, jelas kondisi seperti ini terjadi
karena pembiaran dari pemerintah.
Melihat kondisi
tersebut kami mendesak Gubernur untuk
segera evaluasi kinerja dinas pendidikan Aceh. Jika dikotomi pendidikan antara
kota dan pedalaman atau daerah terpencil terus meruncing, ini akan jadi bom
waktu pada pemerintah Aceh. Untuk itu, Gubernur perlu lebih tegas dalam
menyikapi persoalan pendidikan di daerah pedalaman dan terpencil.
Jika tidak,
maka masyarakat yang akhir-akhir ini mulai simpati dengan perhatian gubernur
terhadap daerah terpencil akan kembali kecewa, hanya disebabkan oleh SKPA yang tidak
memperhatikan nasib daerah pedalaman dan terpencil. Jika itu terjadi, maka ini
bentuk pungoe berikutnya dalam tubuh pemerintahan Aceh.[Red]