LHOKSUKON - Direktur Dewan Pimpinan Wilayah Pusat Kajian Analisis
dan Advokasi Rakyat (PAKAR) Aceh Utara, Hidayatul Akbar, SH meminta Dinas
Pendidikan Aceh untuk segera merealisasikan agar MoU Helsinki dan UUPA masuk
dalam kurikulum pendidikan.
Karena
hal tersebut sangatlah penting untuk segera diterapkan agar semua elemen
masyarakat memahami pentingnya butir-butir yg terkandung dalam MoU Helsinki
serta pasal demi pasal dalam UUPA dan segera mematahkan anggapan kalau dua hal
tersebut hanya untuk golongan elit saja padahal MoU helsinki dan UUPA
diperuntukan bagi seluruh rakyat Aceh.
Hidayat
menambahkan bahwa memasukkannya MoU Helsinki dan UUPA ke dalam kurikulum
pendidikan juga merupakan keinginan Gubernur Aceh yang diungkap ke media pada
bulan Juli 2014 silam dan bahkan Gubernur Zaini mengimpikan, kurikulum
perdamaian MoU Helsinki tersebut tidak hanya menjadi muatan lokal di Aceh yang
diajarkan di sekolah-sekolah. Akan tetapi dia juga berharap suatu saat nanti
bisa dipelajari di seluruh penjuru Indonesia dan masuk dalam kurikulum
Kementerian Pendidikan Republik Indonesia.
Jadi,
tambahnya, seharusnya Dinas Pendidikan segera merealisasi harapan Gubernur
tersebut Dinas Pendidikan jangan menjadi "Anak Durhaka" yang seolah
mengabaikan keinginan orang tuanya.
"Kalau
Dinas Pendidikan Aceh saja enggan untuk merealisasikan harapan tersebut
bagaimana impian suatu saat nanti bisa dipelajari di seluruh penjuru Indonesia
dan masuk dalam kurikulum Kementerian Pendidikan Republik Indonesia,"
ujarnya yang dimintai tanggapnya oleh lintasatjeh.com, Sabtu (14/11/2015).
Menurut
Hidayat, generasi muda Aceh saat ini dinilai lemah dalam memahami MOU Helsinki
dan UUPA. Hal ini terjadi karena dunia Pendidikan kurang memberikan ruang untuk
penguatan UUPA dan MoU Helsinki pasca 10
tahun lebih perjanjian itu.
“Oleh karena itu
diperlukan Keseriusan Dinas Pendidikan dalam memasukkan MoU Helsinki dan UUPA
dalam kurikulum wajib pendidikan baik di tingkat SD, SMP SMU hingga Perguruan Tinggi di Aceh," tutupnya.[Red]